"Kenapa perempuan kalau dandan pasti lama." Keluh Arvino yang dibalas dengusan begitu Mysha menginjakkan kaki di ruang tamu.
"Udah yuk langsung berangkat. Bunda sama ayah lagi sibuk di dalam." Arvino menurut kemudian mengikuti mysha keluar rumah.
Mereka sudah memutuskan untuk pergi ke pasar malam di Jalan Pagonan yang berada sekitar 20 km dari kompeks rumah Mysha. Tidak perlu heran mengapa mereka pergi di sore hari saat tempat yang dituju adalah pasar malam. Karena memang pada dasarnya Jalan Pagonan di jadikan sebagai tempat wisata yang menyediakan berbagai kerajinan dari pernak-pernik, pakaian, bahkan berbagai makanan unik juga tersaji sepanjang jalan di sana.
Baru ketika malam menjelang, di ujung Jalan Pagonan yang merupakan tempat luas menyerupai lapangan akan dibuka pasar malam. Membutuhkan waktu setidaknya 40 menit bagi mereka untuk sampai di sana dan itu akan menjadi perjalanan yang menyenangkan.
Sesampainya di sana, Mysha dihadapkan dengan puluhan pedagang yang nampak berjejer rapi sepanjang Jalan Pagonan. Setelah memarkir motor, Arvino mengikutinya dan mulai berjalan ke masing-masing jajahan.
"Wah, benar-benar nggak salah pilih," ucap Mysha ceria, ia bahkan sempat melompat kegirangan dan memeluk lengan Arvino saking semangatnya.
"Kalau gini adil kan, aku juga bisa cuci mata—" Mysha memutar bola matanya mendengar ocehan Arvino. "—dengan melihat-lihat makanan dan barang-barang unik di sini," lanjut Arvino mengabaikan kekesalan Mysha.
"Ya ya terselahlah," ujar Mysha cuek, matanya sibuk menari ke sana kemari melihat berbagai pernak-pernik yang terpampang indah. "Ah, dari dulu aku ingin membeli itu."
Arvino mengikuti arah jari telunjuk Mysha yang terangkat. "Dreamcather?" tebaknya dengan dahi mengerut. "Bukannya kamu udah punya puluhan di kamar?"
"Itukan dari bulu, lihat yang itu berbeda. Aku pernah menunjukkanmu dulu, di instagram."
Perlahan kerutan di dahi Arvino menghilang. "Oh yang dari kain dan pernak-pernik perhiasan bukan?"
"Ya! Lihatlah itu sangat indah."
Senyuman lebar meghiasi bibir Mysha. Matanya berkilat menatap ke satu titik dimana benda itu itu di gantung.
Sebenarnya tidak ada yang begitu spesial dari dreamcather itu bagi Arvino. Ukurannya memang besar, lebih besar dari milik Mysha di rumah. Warna pink dan perak memenuhi lingkaran besar di tengahnya sedangkan di tiap-tiap helai yang menjuntai ke bawah, dipenuhi berbagai perhiasan mengkilap dengan bentuk yang memukau.
Indah, namun tak membuat Arvino merasakan dorongan untuk membelinya dan menaruhnya di kamar. Itu terlalu feminim dan terlihat mengerikan untuk ukuran laki-laki seperti dirinya.
"....ke sana? Vin? Arvino?" Tarikan pelan di lengan bajunya membuat Arvino tersadar dari pikiran kacaunya.
"Kamu bilang apa tadi?"
Mysha memberengut tapi kemudian mengulangi perkataannya lagi. "Aku akan membeli itu. Kamu akan mengantarkanku sekarang atau saat pulangnya saja kita mampir ke sana?"
"Pulangnya aja, kamu mau pergi ke pasar malam dengan menenteng barang segitu besarnya?" Jawab Arvino cepat.
Mysha mengangguk lalu menggeleng kemudian tersenyum menatap Arvino dan kembali menariknya pergi.
Setelah menghabiskan satu jam lamanya untuk berkeliling, Mysha memutuskan untuk beristirahat sejenak di kursi dekat gerobak penjual arum manis.
"Aku beli minum bentar ya," tawar Arvino kemudian berjalan meninggalkan Mysha tanpa menunggu jawaban perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIS-UNDERSTANDING [REVISI]
RomanceMysha menikmati hidupnya yang sekarang. Ia punya keluarga yang pengertian, juga Arvino, sahabat yang kini merangkap sebagai kekasihnya. Semua terasa sempurna bagi Mysha, sebelum seseorang dari masa lalunya kembali datang dan menghancurkan kebahagia...