Bab 7.1[Revisi]

32 17 8
                                    

"Kok kamu di sini?" Mysha menatap Arvino yang kini tengah bersandar di depan pintu kelasnya. Pembelajaran telah berakhir sepuluh menit yang lalu dan rupanya Arvino sudah menungginya sejak tadi. Lelaki itu mengulurkan tangan dan menyodorkan layar ponselnya ke arahnya.

"Apa?" tanya Mysha.

"Urusan apa sampai menyuruhku pulang duluan?"

"Ah itu, aku akan keluar dengan teman-temanku."

Kemudian Mysha mencondongkan sedikit badannya dan berbicara dengan perlahan, "kamu tahu kan, kita baru saja berbaikan."

Arvino melihat Mysha tersenyum lalu menoleh menatap ketiga teman-temannya, yang tak lain adalah Dinda, Lia, dan Anya.

"Mau kemana?"

"Entah, mungkin karaoke atau mall."

"Oke. Nanti sore aku ke rumahmu, om tante ada?"

"Mmm kayaknya kita bakal pulang sore." Ucap Mysha hati-hati.

"Baiklah. Kalau begitu malam."

"Eh..malamnya mereka mengajakku nonton." Mysha tersenyum salah tingkah.

"Jadi hari ini nggak ada waktu untukku?"

"Bukan gitu." Mysha menatap Arvino dengan perasaan bersalah. "Besok saja gimana?"

Arvino menghela napas pasrah, ditatapnya Mysha lalu mengangguk pelan.

"Hati-hati," ucap Arvino pelan kemudian membalikkan tubuhnya, melangkah menuju parkiran.

Siang itu Arvino mengendarai motornya dengan pelan dan tenang. Ia berusaha menghabiskan waktunya di jalan guna mengurangi frekuensi waktunya untuk berada di rumah. Sebelumnya Arvino sudah berniat untuk "mengungsi" di rumah Mysha, namun rupanya kedamaian belum berpihak kepadanya. Lelaki itu menghela napas mencoba meredakan resah di dalam benaknya.

Tidak membutuhkan waktu lama ketika akhirnya Arvino sampai di rumahnya. Ia menggiring motornya memasuki garasi dan memarkirkannya di sana. Lalu ia berjalan dengan tenang memasuki rumah. Suasana hening ketika Arvino menginjakkan kaki di ruang tamu rumahnya. Ia menghembuskan napas lega lalu melanjutkan langkah menuju kamar.

Inilah alasan mengapa Arvino selalu menghindari kata "rumah." Bukan karena ia membenci ayahnya yang mungkin sekarang sedang sibuk dengan pekerjaannya, bukan juga karena ibunya yang dengan tega meninggalkannya. Ia hanya membenci kenyataan bahwa dirinya benar-benar sendirian di sini. Tidak ada kehangatan, tidak ada keperdulian, tidak ada keluarga. Semuanya menyisakan Arvino, sendiri.

Ia tidak akan marah dan bersedih. Tidak lagi. Setelah beberapa tahun dirinya terpuruk, ia tidak akan lagi terlena dengan rasa sakitnya. Mysha berhasil membuatnya bangkit dan ia sangat menghargai itu.

Kemudian tatapan Arvino terpaku pada bingkai foto kecil di atas nakas. Di sana tampak dirinya yang sedang tersenyum lebar. Arvino ingat, itu adalah saat ayah dan ibunya memberikannya hadiah sepeda dan Arvino berhasil menaikinya untuk yang pertama kali.

Arvino menghela napas, kemudian pandangannya beralih pada bingkai foto yang ada di sebelahnya. Senyuman perlahan terukir di bibirnya. Ia sangat mengenali wajah cantik Mysha di sana. Mysha tersenyum lebar dengan kedua tangan terangkat ke atas. Perempuan itu memakai kebaya pink dengan sanggul di kepalnya. Sedangkan dirinya memakai kemeja putih yang dilapisi jas dan tersenyum tipis ke arah Mysha.

Itu adalah foto mereka untuk pertama kali yang di ambil ketika wisuda SMP 3 tahun lalu. Arvino tersenyum kemudian dengan cepat mengambil ponsel dan mengetikkan sesuatu di sana. 

MIS-UNDERSTANDING [REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang