Mysha menatap lelaki di depannya yang sedari tadi terus bungkam, tanpa ada niatan untuk menjawab pertanyaan darinya. Mysha mencoba sabar dan dengan hati-hati mengomres bagian wajah Arvino yang memar. Ia terus mengompres wajah lelaki itu namun sesekali pandangan matanya jatuh pada mata gelap Arvino.
Lelaki itu seolah-olah sedang berada di dunianya sendiri, dan hal ini membuat Mysha semakin khawatir. Dirinya pernah mendapati keadaan Arvino seperti ini sekali, itu terjadi sekitar 3 tahun lalu ketika ia dan Arvino bertemu dengan ibu kandung Arvino tanpa sengaja.
Dan yang terjadi selanjutnya mampu mengejutkan Mysha, karena Arvino mengamuk seharian tanpa henti. Untuk pertama kalinya ia melihat sisi gelap seorang Arvino. Amarah, frustasi, dan kekecewaan yang mungkin telah membelenggu laki-laki itu selama ini, seolah meluap begitu saja. Membuat Mysha tak kuasa menahan keinginan untuk meraih laki-laki itu.
Namun itu tidak semudah yang ia bayangkan. Arvino bukanlah laki-laki ramah dengan kepribadian lembut. Laki-laki itu cenderung acuh bahkan dengan terang-terangan menolak kehadirannya.
Tidak cukup sekali-duakali usaha Mysha untuk meraih Arvino, mengulurkan tangan, bahkan menawarkan kebebasan kepada laki-laki itu. Butuh kesekian kali-nya sebelum akhirnya Arvino berbalik dan berjalan ke arahnya.
"Kau nggakpapa?"
Mysha tersentak ketika mendapati Adit berdiri terngah-engah di sampingnya mentap Arvino. Ia bergeser pelan memberi Adit ruang untuk mendekati Arvino dan dilihatnya Rafi berdiri santai di ujung kasur, berkebalikan dengan dirinya dan Adit yang kalang kabut mendapati keadaan Arvino.
"Ck, buruk sekali wajahmu. Kenapa meladeni mereka? Lihatkan, kau jadi bonyok begini. Abaikan saja mereka, biarlah anjing menggonggong." Adit mengomel panjang lebar membuat Arvino memutar bola mata kesal.
"Mereka siapa?"
Adit dan Arvino menatap Mysha bebarengan dan sama-sama menggelengkan kepala pelan, menolak memberikan jawaban.
"Nggak penting."
"Erik, Rio."
"Raf.."
Mysha melihat Adit menggelengkan kepalanya ke arah Rafi. Sedangkan Mysha menatap Arvino meminta penjelasan.
"Nggak penting Sha, lebih baik kamu fokus memikirkan Arvino. Aku sama Rafi balik ke kelas dulu."
Mysha cemberut kesal menatap kepergian Adit dan Rafi yang membawa rasa penasaran di benaknya. Apa hubungannya wajah lebam Arvino dengan Erik?
"Kamu nggak balik kelas?"
Mysha menggelengkan kealanya sebagai jawaban. Ia kembali meraih kompres dan mengompres wajah lebam Arvino kembali.
"Masih nggakmau cerita? Kayaknya aku udah bukan siapa-siapa kamu lagi ya."
Mysha mencoba memasang raut wajah melasnya berharap Arvino akan luluh dan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi kepadanya. Dan ternyata itu berhasil, perkataannya mampu mengusik Arvino dan membuatnya membuka mulut.
"Sha.. bukan gitu." Mata lelaki itu jelas memancarkan sorot keresahan dan Mysha dapat menangkapnya dengan jelas. Tapi Mysha tetap bertahan dengan ekspresinya.
"Ini benar-benar bukan hal penting," lanjut Arvino tegas.
Mysha menghembuskan napasnya kecewa namun memilih untuk tidak mendebat. Saat tatapanya terarah pada lebam di ujung mata kiri Arvino, Mysha mendapati lelaki itu tengah menatapnya.
Ohh. His eyes melt me everytime, batin Mysha. Lagi-lagi ia merasakan debaran aneh di dadanya. Ia tidak akan munafik dengan mengatakan bahwa tatapan Arvino tidak berarti apa-apa baginya.
Pada kenyataannya mata itu mampu membuatnya gugup hanya dengan sekali pandang dan perutnya yang seketika terasa mulas.
Mysha berdeham, segera mengalihkan pandangannya lalu kembali fokus dengan kompres di tangannya. Matanya menghindari mata Arvino, dan Arvino sadar akan hal itu. Lelaki itu tersenyum tipis melihat pipi Mysha yang merona dan menyadari kegugupan perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIS-UNDERSTANDING [REVISI]
RomanceMysha menikmati hidupnya yang sekarang. Ia punya keluarga yang pengertian, juga Arvino, sahabat yang kini merangkap sebagai kekasihnya. Semua terasa sempurna bagi Mysha, sebelum seseorang dari masa lalunya kembali datang dan menghancurkan kebahagia...