Mysha menatap laki-laki di depannya lekat. Kali ini Mysha tidak lagi ingin tenggelam dalam kesalahpahaman. Sudah cukup dirinya tersiksa dengan kebisuan Arvino selama ini.
"Vin," ucapnya ragu. "Aku tahu saat ini kamu pasti kecewa banget, marah, kesal, tapi aku bener-bener minta maaf. Aku salah, aku egois. Tapi demi apapun aku bener-bener nggak ada apa-apa sama Raka. Waktu emang bener aku keluar sama Raka, tapi Lia juga ikut. Dan waktu itu kita pergi ke rumah sakit buat jenguk adik Raka. Aku minta maaf karena nggak jujur sama kamu, aku cuma takut kamu marah, tapi di sisi lain aku juga nggak enak apalagi melihat kondisi Raka saat itu," lanjut Mysha panjang lebar. Mysha berharap Arvino percaya padanya, tidak ada keinginan lain selain melihat Arvino kembali mempercayainya.
Entah berapa lama Mysha terdiam diposisi yang sama, tapi Arvino sama sekali belum memberikan reaksi. Mysha menggigit ujung bibirnya gugup. Kalau Arvino benar-benar pergi kali ini, maka Mysha benar-benar akan membenci dirinya sendiri.
"Lagi-lagi ekspresi itu."
Mysha mengangkat wajahnya dan memandang Arvino dengan kening mengerut. Laki-laki itu sedang mengamati wajahnya. "Maksudnya?" tanyanya.
Arvino mengalihkan wajah dan menghembuskan napas kecil. Laki-laki itu menarik pergelangan Mysha pelan, membawanya duduk di kursi kayu tak jauh dari tempat mereka berdiri.
"Ekspresi wajah tertekan, seolah-olah bumi sedang menghimpitmu."
Mysha menunduk. "Maaf."
Arvino kembali berpaling ke arahnya sekilas sambil mendengus, lalu kembali terdiam dengan pandangan lurus ke depan.
Mysha menggaruk pelipisnya perlahan. Otaknya terus menyusun kata-kata yang bisa menghentikan kecanggungan dirinya. Ia ingin membuka mulut tapi tidak ada sura yang keluar. Ia tidak suka melihat mereka di situasi canggung seperti ini.
"Maaf," gumam Arvino tiba-tiba.
Mysha menoleh ke arahnya. Apa yang dikatakannya tadi? Maaf?
Mysha mengerutkan kening heran, "untuk apa?" tanyanya.
Arvino masih tetap memandang ke depan. Ia menghembuskan napas, "Maaf, aku sempat nggak mempercayaimu," ucapnya dengan suara pelan, kemudian tersenyum samar. "Maafkan aku."
Hati Mysha terasa diremas kuat. Kenapa Arvino yang meminta maaf? Justru Arvino melakukan hal sewajarnya, laki-laki itu berhak kecewa dan marah padanya , karena Mysha sudah menghancurkan kepercayaan laki-laki itu.
"Nggak," gumam Mysha lemah. "Kamu nggak salah. Kamu berhak marah dan kecewa."
"Kecewa ya?"
Mysha tidak suka mendengar nada suara Arvino yang seperti itu. Laki-laki itu terlihat sedih, putus asa, kecewa. Kepala Arvino emndongak, mereka terdiam sejenak, lalu Arvino berkata pelan, "Aku nggak suka merasa kecewa. Tapi jika dibandingkan harus kehilanganmu, aku lebih benci lagi."
Mysha mengerjabkan matanya cepat, rasa panas tak lagi terbendung di matanya. Ia memalingkan wajah dan berkata dengan serak, "seharusnya kuceritakan dari awal, maaf."
Arvino melipat kedua tangannya di depan dada. "Berasa hari raya ya, penuh kata maaf," katanya membuat Mysha mau tak mau tergelitik.
Mysha tersenyum kecil. Perasaannya lega, ketakutannya tidak menjadi kenyataan, dan kehilangan Arvino, hanyalah mimpi.
"Jadi," katanya. "Kita baikan? Kamu udah maafin aku sama Raka? Kamu percaya aku?"
Arvino tersenyum samar. Mysha menanyakan pertanyaan yang tak perlu untuk dia jawab. Baikan? Apakah ia mempercayai Raka?
"Kurasa belum," jawabnya.
"Belum?"
Mysha menoleh ke arah Arvino. Laki-laki itu juga sedang menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Kurasa aku nggak akan pernah bisa mempercayai laki-laki itu," Arvino melanjutkan, "sebelum dia menghilangkan perasaannya padamu dan nggak lagi menganggu kita."
Perlahan kerutan di dahi Mysha menghilang. Ketakutan akan kehilangan Arvino itu perlahan memudar. "Kukira aku bakal kehilangan kamu," katanya lega.
Arvino bergeser dan duduk menghadap Mysha. Ia tersenyum lemah.
"Kamu tahu?" bisiknya pelan.
Mysha terdiam melihat tatapan Arvino.
Arvino menjulurkan tangan dan menyentuh sisi wajah Mysha lembut. "Kamu tahu aku hampir membencimu. Kalau sampai membencimu, aku nggak bakal bisa melakukan apa-apa. Kau tau kenapa? Karena terjebak diantara rasa benci dan cinta yang begitu kuat, perlahan akan membunuhku. Karena bersamamu, segalanya terasa benar."
"Melihatmu adalah keindahan, mencintaimu adalah kebenaran, dan bersamamu adalah keajaiban" –adsn 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
MIS-UNDERSTANDING [REVISI]
RomansaMysha menikmati hidupnya yang sekarang. Ia punya keluarga yang pengertian, juga Arvino, sahabat yang kini merangkap sebagai kekasihnya. Semua terasa sempurna bagi Mysha, sebelum seseorang dari masa lalunya kembali datang dan menghancurkan kebahagia...