Bab 7.2[Revisi]

23 13 7
                                    

Mysha mengerutkan dahi tidak setuju ketika melihat Lia dengan santainya mengiyakan permintaan Raka untuk bergabung bersama mereka. Ia dan ketiga temannya sedang mengobrol santai di foodcourt ketika tiba-tiba Raka datang dan tanpa permisi berdiri di hadapannya.

Bukannya Mysha membenci laki-laki itu, tapi dengan apa yang sudah terjadi dengan dirinya dan Raka di masa lalu dan mengetahui betapa tidak sukanya Arvino jika Raka berdekatan dengannya itu membuat Mysha ragu untuk kembali berdekatan dengan Raka.

"Jadi, setelah ini kalian akan kemana?"

Mysha menatap Lia dengan cepat, berharap perempuan itu masih waras untuk tidak mengatakannya kepada Raka. Tapi sia-sia, Lia dengan semangat menjawab pertanyaan laki-laki itu. "Nanti setelah sholat, kita langsung ke cinema21, kau mau ikut?"

Raka tersenyum lebar dan mengangguk kuat lalu mengarahkan tatapannya ke arah Mysha. Laki-laki itu menatap Mysha lembut masih dengan senyum lebarnya, membuat Mysha terdiam merasa risih.

"Kenapa nggak balas pesan-pesanku?"

"Maksudmu?" Mysha mengerutkan kening tanpa bersusah payah menatap Raka di sebelahnya. Lia, Dinda, dan Anya sudah asyik mengobrol di depannya, sengaja untuk meninggalkannya berdua dengan Raka.

"Beberapa hari lalu tiba-tiba kamu menghindariku, mengabaikan seluruh panggilanku."

Mysha mendesah lalu memutuskan untuk mengabaikannya.

"Mysh, ada apa? Dulu kita baik-baik saja, tapi tiba-tiba kamu menghilang. Bukan karena Arvino itu kan?"

"Kita nggak sedekat itu Ka untuk membuatku harus selalu menjawab panggilanmu. Dan jangan bawa-bawa Arvino."

"Tapi kenapa? Aku yakin, pasti lagi-lagi Arvino menghalangimu kan? Laki-laki itu benar-benar nggak tahu diri dan selalu ikut campur."

Ucapan Raka kali ini berhasil membuat Mysha mendongakkan kepala dan menatap Raka tajam. Ia mengerutkan dahi tidak suka.

"Kubilang ini nggak ada hubungannya dengan Arvino. Dan berhenti berkata buruk tentangnya."

Raka mendesah pasrah. "Lalu kenapa?"

"Karena aku memang nggak ada niatan."

Mysha mengakhiri obrolan lalu memutuskan untuk pergi ke toilet dan menghabiskan waktu di sana sebelum film dimulai.

"Kamu bertengkar sama Raka?" bisikan itu mengusik Mysha di tengah keseruan film.

"Nggak," jawabnya pendek.

"Lalu kenapa Raka terus diam sedari tadi? Dan kamu seolah menghindarinya."

"Aku nggak. Diamlah, kamu ganggu."

Dinda cemberut mendengar kekesalan Mysha. Perempuan itu kembali menegakkan tubuhnya dan mencoba fokus ke layar. Sedangkan Mysha memilih diam dan mengabaikan tatapan Raka yang sedari tadi menatapnya tajam.

"Gila, aksi baku tembak tadi membuatku merinding."

"Ya, kamu benar. Tapi aku lebih negri dengan cara pembunuhan dalam ruang itu."

Mysha mengabaikan komentar teman-temannya yang terus berceloteh sepanjang perjalanan mereka menuju parkiran. Ia berusaha mengabaikan perasaan tak nyaman yang terus memenuhi benaknya sejak obrolan sengitnya dengan Raka.

Sesampainya di parkiran bawah, Mysha segera menghampiri Anya dan menarik perempuan itu mendekat.

"Aku jadi sama kamu kan? Kita pulang sekarang aja."

"Sorry Mysh, tiba-tiba aja mamaku minta jemput di salon simpang empat, jadi aku nggak bisa mengantarmu."

Mysha cemberut menatap Anya, yang dibalas senyuman gugup oleh perempuan itu.

"Kamu bisa bersamaku. Kebetulan aku memang sedang menuju ke daerah sana."

Mysha menoleh dan menatap Raka ragu, lalu bergantian menatap Lia dan Dinda seolah mencari pertolongan. Namun yang didapat Mysha hanyalah sebuah gelengan kecil. Mysha menghela napas kemudian mengangguk. Tidak ada pilihan lain kan?

"Masih di rumah lama kan?"

"Iya," jawab Mysha sekedarnya.

"Kamu marah?"

Mysha menggelengkan kepala sebagai jawaban. "Kenapa diem terus dari tadi?" lanjut Raka.

"Perasaanmu saja."

Kemudian Mysha memejamkan matanya, mencoba memberitahu Raka bahwa dirinya sedang tidak ingin mengobrol.

Lima belas menit perjalanan dihiasi dengan keheningan keduanya. Mysha masih tetap pada posisinya dengan mata terpejam berusaha mengabaikan lelaki di sampingnya, sedangkan Raka berulang kali mencuri pandang ke arah Mysha.

"Udah sampai."

Mysha membuka mata dan mengerjabkannya pelan. Ia meringis merasakan pegal di punggungnya ketika menahan diri untuk berpura-pura tidur tadi. Ia menoleh ke arah Raka sebentar untuk mengucapkan terimakasih, kemudian dengan cepat membuka pintu dan melangkah turun.

"Mysh."

"Ya?" Mysha menghentikan langkahnya lalu membalikkan badan.

"Bisakah aku..mampir sebentar? Sudah lama aku nggak lihat tante, itupun kalau kamu nggak keberatan."

Bimbang. Itulah yang Mysha rasakan saat ini. Pandangan teduh Raka membuatnya tak kuasa untuk menolak niatan baik laki-laki itu.

"Mys? Kok bengong?"

"Eh, maaf tapi ini juga udah malem. Dan sekedar memberitahumu saja, saat ini aku..berpacaran dengan Arvino. Jadi tolong, berhenti untuk mengirimiku pesan."

Kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulut Mysha. Hal itu membuatnya mendesah lega dan berharap Raka tidak nekat untuk tetap masuk ke rumahnya. Karena Mysha sendri merasa tidak nyaman jika harus menghabiskan waktu bersama Raka lebih banyak lagi.

Tapi rupanya Raka cukup mengerti dengan usaha penolakan yang ia tunjukkan. Laki-laki itu kemudian tersenyum kecut sambil menganggukkan kepala pelan.

"Baiklah, maaf jika itu mengganggumu. Aku pergi dulu. Bye."

Mysha hanya mengangguk dan balas melambaikan tangannya kaku. Setelah memastikan mobil Raka menghilang di balik tikungan, Mysha memutar tubuhnya dan betapa terkejutnya ia ketika menemukan sepasang mata tajam menatapnya dengan berbagai emosi yang nampak jelas di sana. Mysha membeku seketika.

MIS-UNDERSTANDING [REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang