Bab 1 [Revisi]

88 33 28
                                    

      Sial! Umpat Mysha pelan setelah melihat jam dinding di kamarnya yang menunjukkan pukul 6.39. Dengan cepat, ia bangkit dari tempat tidur lalu mengambil handuk serta handphone nya kemudian berlari masuk ke kamar mandi.

Dengan tergesa ia menghidupkan layar ponsel kemudian membuka aplikasi whatsapp dan menekan tombol panggil pada salah satu kontak di sana. Mysha menggigiti kuku jari tangannya dengan cemas menanti panggilan terhubung.

Tepat pada dering kedua, sebuah suara menginterupsi pendengarannya membuat Mysha menarik napas lega.

"Ada apa?" tanya seseorang diseberang telepon.

"Jemput aku. Yayaya. Aku kesiangan, jam segini pasti udah nggak ada angkutan yang lewat depan kompleks."

Tanpa menunggu respon dari lawan bicaranya, Mysha langsung menekan tombol merah untuk mengakhiri panggilan. Ia menyimpan handphonenya kembali lalu memulai kegiatan mandi kilatnya.

Tidak sampai 10 menit, Mysha berhasil menuntaskan kegiatan mandinya juga mempersiapkan diri untuk berangkat ke sekolah. Setelah mematut diri sebentar di depan cermin, Mysha segera mengambil tas sekolahnya di meja belajar kemudian berlari menuruni tangga menuju ruang tamu.

"Ini nih, anak gadis malu-maluin banget. Kerjaannya kesiangan mulu tiap hari. Untung Arvino baik, kalo enggak udah lumutan kamu nungguin angkot jam segini." Baru saja menginjakkan kaki di ruang tamu, Mysha sudah terkena omelan bundanya.

"Bunda sih nggak ngebanguni Mysha dari tadi," sahut Mysha cemberut.

"Kamunya aja yang kebo. Susah banget dibangunin. Sudah sana cepat berangkat. Kasihan Arvino jadi ikutan telat kalo sama kamu," balas Sarah, Bunda Mysha.

"Yaudah te, Arvin berangkat dulu ya. Assalamualaikum," sahut Arvino sembari mengulurkan tangannya untuk berpamitan dengan Bunda Mysha, yang kemudian diikuti oleh Mysha.

"Berangkat ya bun, jangan marah-marah loh. Assalamualaikum bunda sayang."

"Iyaa udah sana. Waalaikumsalam. Hati-hati."

Perjalanan dari rumah Mysha menuju sekolah membutuhkan waktu setidaknya 10 menit, itupun kalau Arvino menaiki motornya dengan kecepatan di atas rata-rata.

Namun pada kenyataannya, lelaki itu justru melajukan motornya dengan pelan. Mysha melepaskan pegangan tangannya dari pinggang lelaki itu untuk melihat jam yang ada di pergelangan tangan kanannya.

"Sha, pegangan," ucap Arvino ketika merasakan pergerakan tangan mungil Mysha di kain bagian pinggangnya.

Mysha hanya menganggap lalu ucapan Arvino, dia mencoba memfokuskan pandangan matanya terhadap titik yang ditunjuk oleh jarum jam di jam tangannya, namun gagal. Guncangan dari sepeda motor yang dikendarai Arvino membuat pergelangannya terus bergoyang, dan itu membuatnya kesulitan untuk memfokuskan pandangan.

Tckk. Mysha berdecih pelan, salahkan kepada Arvino yang kurang ahli dalam membawa sepeda motornya juga kepada jam tangannya yang sangat sangat kecil.

"Sha." Suara Arvino terdengar lagi, kali ini dengan nada sedikit menuntut.

"Ih iya entaran, ini jam gimana si? Ini jam 7 kurang 4 menit, bener nggak sih vin?" Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Arvino.

"Vinn, telat nih. Cepetan dikit dong." Ucap Mysha yang mulai cemas.

Ia tidak bisa membayangkan bagaimana wajah Bu Siska, guru ketertiban, ketika nanti melihatnya terlambat, lagi. Ya, tahun ini entah kenapa dirinya setiap pagi hampir selalu berhadapan dengan Bu Siska. Mungkin namanya sudah berulang kali tercatat di buku keterlambatan milik Bu Siska itu. Menyeramkan.

Mysha bergidik ngeri membayangkan hukuman apalagi yang akan dia terima nanti. Lamunannya terhenti ketika merasa tangan kanannya tertarik pelan ke depan.

Kepalanya tertunduk, dan matanya menangkap pergelangan tangan kanannya digenggam dan ditarik pelan oleh Arvino yang kemudian dia tempelkan di pinggang sebelah kanan cowok itu. Diikuti pergelangan tangannya kirinya.

Mysha tersenyum kecil melihat perlakuan Arvino kepadanya. Dadanya terasa menghangat. Dalam hatinya, Mysha tau jika Arvino selalu menjaganya. Selalu.

"Santai aja. Kalo nanti telat dan dihukum, berarti emang udah takdir kamu dihukum tiap hari."

Lagi-lagi lamunannya buyar ketika mendengar suara lelaki di depannya. Namun kali ini bukannya membuat Mysha mengulum senyum seperti tadi, melainkan membuatnya mengangkat tangan kemudian menonyor pelan kepala Arvino yang dibalut oleh helm.

"Sial," umpat Mysha yang seketika membuat Arvino terkekeh pelan.

Seperti dugaan Mysha, mereka benar-benar berhadapan dengan Bu Siska pagi itu. 

Bahkan Bu Siska dengan lantangnya berteriak, "Lagi-lagi kamu Mysha! Udah kelas 12, nggak malu apa tiap hari namamu tercantum di buku keterlambatan? Saya saja sudah bosan mencatat nama yang sama tiap hari." Ucapan Bu Siska sukses membuatnya malu bukan main. 

Bagaimana tidak, sebagian besar murid yang terlambat adalah adik tingkatnya.

"Kalian silahkan berdiri menghadap tiang bendera dengan posisi hormat."

Ucapan Bu Siska sontak membuat para siswa-siswi yang terlambat mengerang kesal. Satu-persatu dari mereka mulai berjalan dan mengambil posisi hormat di depan tiang bendera.

Mysha terus merutuk dalam hati, menyalahkan kesialannya kali ini kepada Arvino. Matanya sesekali melirik ke arah cowok itu dan mendelik kesal melihat wajah santainya.

"Apa?" tanya Arvino sambil lalu.

Mysha mendelik kesal, kali ini terang-terangan menatap Arvino. "Gara-gara kamu sih."

Tak tahan dengan kecuekan lelaki di sampingnya, Mysha memukulkan tangannya ke punggung Arvino. Bunyi tamparan terdengar lumayan keras, membuat Arvino meringis pelan merasakan sengatan di punggungnya.

"Sumpah. Sakit woi."

"Makanya jangan bikin kesel."

"Mysha Arvino, sekali lagi kalian ribut, ibu tambah hukumannya." Dan ucapan Bu Siska sukses menjadi pembicaraan terakhir di lapangan bendera pagi hari itu, karena setelahnya hening seketika.

                                                              


MIS-UNDERSTANDING [REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang