Bab 10[Revisi]

17 10 6
                                    

"Mau kemana?" Mysha menghentikan langkahnya begitu mendengar pertanyaan Lia.

"Ke kelas Arvino. Aku nggak ngantin dulu, bilangin temen-temen. Sorry."

Mysha melihat Lia berdecak tidak suka namun ia memilih untuk mengabaikannya. Ia kembali melangkahkan kaki menuju ruang kelas Arvino. Sesampainya di sana, Mysha mulai menggerakkan matanya untuk mencari, matanya berkeliling menatap satu persatu siswa yang ada di dalam kelas namun belum juga mendapati batang hidung lelaki itu.

"Cari Arvino, Mys?"

Mysha tersentak kemudian membalikkan badannya mendapati Adit tengah berdiri santai di belakangnya dengan kedua tangan di masukkan ke dalam saku celana.

"Iya, kemana dia?"

"Lapangan. Ada masalah ya? Arvino diam terus dari pagi."

Mysha menghela napas. "Kayaknya Arvino beneran marah sama aku." Ucapnya lirih.

"Mau ke lapangan? Yuk sekalian aku juga mau balik ke sana."

Mysha mengangguk seraya menggumam sebagai jawaban. Mereka berjalan beriringan menuju lapangan futsal. Mysha menyipitkan matanya mencoba mencari sosok Arvino di tengah keramaian lapangan futsal. Pergerakan dari para murid yang sedang asyik bermain bola membuatnya sedikit kesusahan untuk memfokuskan pandangan.

Adit menatap Mysha yang terus melongokkan kepala mencari keberadaan Arvino. Laki-laki itu kemudian tertawa kecil lalu memutuskan untuk menarik lengan Mysha dan membawanya ke tempat Arvino.

"Nih Vin, semoga moodmu bisa lebih baik setelah ini." Mysha masih terdiam dengan lengan yang menggantung setelah Adit baru saja melepasnya. "Aku tinggal, jangan berantem, jangan bermesraan." Setelah itu Adit membalikkan badan lalu pergi begitu saja.

Mysha mengernyit mendengar ucapan Adit, ia menatap aneh pungguh lelaki itu sebelum kembali sadar tujuan awalnya kemari.

Mysha menatap Arvino dengan hati-hati. Lelaki itu terlihat lelah dengan peluh membahasi sebagian besar kemejanya. Rupanya Arvino tengah mengistirahatkan badan setelah bermain futsal.

Mau tak mau Mysha sedikit menyunggingkan senyumnya melihat raut kelelahan dan puas secara bersamaan di wajah lelaki itu. Arvino dan bola, satu hal yang tidak dapat dipisahkan, kekeh Mysha.

"Capek?" Mysha menekuk kakinya dan berjongkok di hadapan Arvino.

"Masih nanya?" jawab Arvino tanpa menatapnya.

Mysha menatap Arvino yang masih menundukkan kepalanya. Punggung lelaki itu bersandar di batang pohon yang ada di belakangnya, salah satu kakinya tertekuk di depan dada untuk menyangga untaian tangannya, sedang kepalanya terkulai ke bawah di samping lengan tangannya.

Helaian rambut depannya menjuntai turun menutupi dahi Arvino, membuat Mysha tak kuasa menahan tangannya yang terulur untuk menyibaknya. Arvino tersentak kemudian dengan cepat menahan gerak Mysha dengan menangkap pergelangan tangannya. Tatapan mata tajam Arvino menghujam tepat ke arah Mysha. Lelaki itu menatapnya datar dengan tangan yang masih bertengger di atas tangan Mysha, memeganganya.

"Kamu keringetan." Ucap Mysha gugup. Ia berusaha menarik lepas pergelangan tangannya dari cengkeraman tangan Arvino namun tidak berhasil. Mysha berusaha kuat menekan detak jantungnya yang terus berdetak kencang di bawah tatapan tajam lelaki itu.

"Aku..ambilkan minum dulu deh ya" Mysha mengerutkan matanya mencoba memasang raut wajah memelas yang sayangnya tidak digubris sedikitpun oleh lelaki itu. Arvino masih dengan posisinya tanpa merasa risih dengan segala protes yang diajukan Mysha.

"Marah ya? Maaf deh, tapi lepasin dulu." Rengek Mysha, terus mendesak Arvino untuk melepaskannya. Arvino menghela napas lalu menuruti permintaan Mysha dengan melepaskan cengkeramannya di pergelangan Mysha. Laki-laki itu bergerak bangkit lalu menepuk celana bagian belakangnya, kemudian kembali membungkuk untuk mencengkeram lengan atas Mysha dan menariknya berdiri.

"Kenapa nyariin?" Tanya Arvino setelah melepaskan cengkeramannya di kedua lengan Mysha.

"Mau..minta maaf. Jangan marah lagi." Mysha mengerucutkan bibirnya dan memasang raut wajah bersalah. Melihat keerdiaman Arvino, Mysha kembali membuka mulut. "Kemarin kamu salah paham. Aku beneran keluar sama Lia, Dinda, dan Anya, tapi tiba-tiba saja Raka bergabung saat kita mau pergi ke bioskop." Jelas Mysha.

"Terus pulang bareng?"

"Itu juga aku nggak ada niatan. Anya tiba-tiba tidak bisa mengantar dan Raka menawariku tumpangan." Desah Mysha.

"Kenapa nggak minta jemput aku?"

"Mana bisa, yang ada kamu cuma habisin waktu dan bensin." Mysha menghela napas pelan. "Lagian dengan itu aku bisa meminta Raka untuk berhenti mengirimiku pesan. Aku bilang padanya bahwa kita..berpacaran. Jadi yah, mungkin dengan itu dia akan berhenti."

Arvino menyeringai tipis lalu menarik pipi kanan Mysha pelan. "Itu membuatku sedikit lega, memang seharusnya Raka tahu itu." Kemudian Arvino memindahkan jempolnya ke pipi sebelah kiri Mysha lalu tangannya bergerak menekan kedua pipi Mysha dengan gemas.

"Dan aku nggak menerima alasan hemat waktu ataupun bensin. Kalau-kalau itu terjadi lagi, telpon aku." Mysha mengangguk dan tersenyum kecil setelah akhirnya tangan Arvino terlepas dari pipinya.

"Jadi, kita baikan?" Ucap Mysha ceria sedangkan Arvino menatapnya geli namun tak urung menganggukkan kepalanya menjawab Mysha.  

MIS-UNDERSTANDING [REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang