Bab 14

10 3 0
                                    

Akhir pekan dilalui Arvino hanya dengan bersantai di rumah, berbeda dengan pekan-pekan sebelumnya yang selalu ia habiskan dengan Mysha dan keluarganya.

Saat ini ia sedang asyik bermain ps, sebelum satu ketukan di pintu menghentikan keseruannya. Arvino bangkit lalu berjalan menuju pintu depan dan membukanya. Raut terkejut menghiasi wajah Arvino begitu melihat siapa yang ada di sana.

Seorang wanita paruh baya dengan model rambut bob sebahu, mata tajam namun indah, serta wajah cantiknya meski beberapa keriput nampak terselip di sana memenuhi penglihatan Arvino. Ia terpaku menatap sosok di depannya, tidak ada satu patah kata pun mampu terucap dari bibirnya.

"Arvino..sayang?"

Seakan tersadar dari keterjutannya, Arvino segera memasang wajah dingin andalannya berusaha mengabaikan gurat kesakitan yang nampak di mata wanita itu.

"Maaf, mama—"

"Anda salah alamat." Sela Arvino cepat. Ia segera berbalik namun tertahan saat tangannya dicengkeram kuat-kuat oleh wanita itu.

"Kamu..tidak melupakan mama kan nak?" Ujar wanita itu lirih.

Arvino mengeraskan rahang, berusaha mengendalikan emosi yang mulai muncul saat kata "mama" terucap dari bibir wanita itu.

"Anda—" Arvino meneguk ludah keras-keras, mencoba mengembalikan suaranya yang tiba-tiba menghilang. "Sebaiknya pergi. Saya..tidak ada urusan lagi dengan anda."

"Arvino, dengarkan penjelasan mama dulu."

"Tidak, saya tidak membutuhkannya. Katakan itu pada Arvino 6 tahun lalu."

"Dengar, mama menyesal Arvino. Mama—"

Arvino mengangkat tangan menghentikan setiap kata yang akan terlontar dari bibir wanita di depannya. "Anda bahkan dengan tidak malunya menyebut diri anda sendiri mama? Setelah semua ini? Anda bercanda?"

Arvino tahu perkataannya keterlaluan, dilihat dari reaksi wanita itu yang melebarkan mata terkejut dengan tangan terangkat menutup mulut, tapi Arvino tidak bisa lagi mengontrol emosinya saat wanita itu dengan santainya berkata menyesal setelah semua penderitaan yang Arvino lalui.

"Arvino!" Rupanya wanita itu juga nampak tidak bisa mengontrol emosinya. "Perkataanmu sungguh melukai hati mama. Kamu tidak bisa memperlakukan mama seperti ini, itu tidak adil."

Ketika Arvino hendak menyela, wanita itu kembali membuka mulutnya. "Bertahun-tahun kamu membenci mama tanpa berusaha mendengarkan alasan di balik itu, tapi kamu bahkan tidak melakukan apapun terhadap ayahmu. Dia, lelaki itu, seharusnya pantas dibenci olehmu! Bukan aku!"

Arvino tertawa dengan begitu kerasnya kemudian menatap wanita yang seharusnya ia panggil mama itu dengan tajam.

"Tidakkah anda merasa malu atas semua perkataan anda saat ini? Perlukah saya ingatkan, 6 tahun lalu anda meninggalkan aku-kami-tanpa penjelasan apapun. Aku, Arvino kecil, tidak pernah tahu apa alasan anda untuk tega meninggalkan kami. Sampai akhirnya mereka, saudara ayah, mulai menyalahkan ayah atas apa yang menimpa kehidupan kami. Mereka mengungkit segala kegilaan yang anda lakukan yang menjadi alasan anda untuk pergi dari kami. Anda ingin karier dan keluarga mapan? Kukira anda sudah mendapatkannya, lalu mengapa sekarang anda kembali ke sini dan merusak segalanya?"

Arvino terengah, matanya bergerak liar berusaha menahan keinginan untuk lebih menyakiti wanita di depannya. Tangannya terkepal di sisi tubuhnya yang kaku.

"Aku—tidak, itu—" Wanita itu bergerak frustasi, seolah tertohok dengan segala ucapan Arvino.

"Baiklah, jika anda tidak mau pergi. Saya akan pergi." Arvino bergerak melewati tubuh wanita itu. Saat kakinya hampir mencapai tangga, sebuah suara menghentikannya.

"Tidak bisakah kamu..memaafkan mama? Ucapanmu tadi, benar-benar menyakiti mama."

Arvino merasakan denyutan nyeri di dadanya. Ia tersenyum getir sebelum memutuskan untuk berbalik dan memandang wanita itu lelah.

"Maaf itu mudah. Aku sudah memaafkan mama bahkan saat kehancuran hidupku dimulai. Tapi maaf, luka memang bisa disembuhkan, tapi tidak dengan bekasnya. Saat mama lebih memilih untuk pergi dari kehidupanku, saat itulah kepercayaanku turut hilang bersamaan dengan kepergian mama." Arvino mendesah sebelum melanjutkan.

"Tidak semua apa yang kita inginkan ada di depan matakita. Hanya yang terbaiklah yang akan terpenuhi. Bertahun-tahun aku berharapkedatangan mama, tapi rupanya harapanku tidak sebaik itu bukan?"     

MIS-UNDERSTANDING [REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang