18

6.1K 495 1
                                    

Lalita melangkah santai dikoridor sekolah seorang diri banyak pasang mata yang melihat kearahnya dengan pandangan memuja, biasanya gadis itu akan ditemani oleh Dangke ataupun Afgar tetapi saat ini kedua Lelaki itu sedang sibuk latihan basket di lapangan.

"Hoi Lalita."

Panggilan seseorang dari belakang membuat Lalita menghentikan langkahnya lalu memutar badannya menghadap pemanggil tersebut.

"Tessa?" Tessa menyengir kuda kearah Lalita.

"Gue nyariin lo Lalita dari kantin ke perpustakaan balik lagi ke kelas sampe gye carinya ke lubang hidung Pak Dadang gue nyariin lo juga, tapi nggak ketemu." Cerocos Tessa dengan lebay nya. Lalita hanya tersenyum tipis mendengar ucapan Tessa.

"Kantin kuy lapar gue." Tessa langsung menarik tangan Lalita tanpa menunggu persetujuan dari si empu yang mempunyai tangan.

•••

Tessa dan Lalita mengedarkan pandangan nya diseluruh penjuru kantin yang terlihat ramai untuk mencari tempat duduk untuk mereka berdua yang sepertinya sudah penuh.

"Woy Tessa, Lalita sini."

Kedua gadis itu yang merasa namanya di panggil menoleh secara bersamaan melihat Dangke dan Afgar yang melambaikan tangan kearah mereka berdua.

Lalita menyerngit heran, setaunya keduanya tadi sedang berada di lapangan kenapa sudah berada di kantin saja.

"Ayo Lita kesana."

Lalita dan Tessa berjalan beriringin menuju tempat kedua Lelaki tadi yang memanggil nya, Lalu setelah itu mereka mendudukkan dirinya dikursi yang masih kosong.

"Mau pesan apa Lalita?" Tanya Afgar kearah Lalita.

"Gue nggak lo tanyain Gar? Kejam sangat dirimu." Ujar Tessa kepada Afgar sedangkan Dangke hanya tertawa saja.

"Ck! Iye. Lo mau pesan apa para gadis cantik?" Tanya Afgar sekali lagi.

"Nasi goreng sama jus jeruk aja Gar." Sahut Lalita lembut.

"Kalo gue samaan aja deh sama Lita." Ucap Tessa yang masih fokus kepada hp miliknya.

Afgar menggangguk lalu beranjak memesan makanan untuk kedua gadis itu sedangkan dirinya dan Dangke sudah memesan dan sudah habis terlahap dalam perut keduanya.

"Dangke." Panggil Lalita pelan.

Dangke mendongak menatap Lalita, lalu menaruh hp nya di kantong dan memfokuskan diri kepada gadis di hadapannga.

"Kenapa Lita?"

"Jeje gimana apa udah ada kabar?" Tanya Lalita pelan.

"Jeffrey nggak papa kok, lo tenang aja lo nggak usah khawatir. Jeffrey bilang malam ini udah ngantar kok." Jelas Dangke memelankan suaranya.

Lalita mengangguk meski dirinya masih terlihat sangat khawatir kepada Lelaki itu.

"Eh Lita gue mau nanya deh." Tessa menatap Prilly serius begitu pun Dangke yang penasaran.

"Iya boleh Tess?"

"Lo itu pacaran nggak sih sama Jeffrey?"

Lalita menggeleng dengan polos nya terhadap pertanyaan Tessa.

"Lah? Terus kalo kagak pacaran apa dong Lita? Jeffrey tuh ya Lita, lembut banget sama lo kalo sama cewek lain boro-boro di lembutin senggol dikit aja Jeffrey langsung kayak berubah jadi monster gitu." Ujar Tessa panjang lebar sambil bergidik ngeri membayangkan wajah tampan Jeffrey yang sangat datar dan dingin itu.

"Aku nggak pacaran kok Tessa, Tapi aku sama Jeffrey udah tunangan eh maksudnya seperti komitmen tapi pasti akan jelas kok hubungannya." Ucap Lalita lembut.

"Lo nggak cemburu gitu waktu Jeffrey sama Maura pacaran?" Ujar Tessa heran.

"Gini yah Tessa. Aku tuh nggak mau ngekang Jeje toh biar Jeje mau pacaran sana sini nggak papa kok aku nggak ngelarang yang penting dia nggak lupain kalau udah punya aku, terus yang penting Jeje nggak nanam benih aja ke cewek lain Lalita pasti akan nerima Jeje."

Tessa bergedik mendengar penjelasan Lalita, komitmen macam apa yang Lalita Jalani ini.

"Kepo banget deh sama hubungan orang." Celutuk Dangke tiba-tiba.

"Diam deh lo kutu beras." Sembur Tessa sambil melotot kearah Dangke sedangkan Dangke hanya memutar bola mata malas.

"Makanan is coming." Pekik Afgar sambil meletakkan nampan makanan.

"Wait wait tegang amat muka anda sodara." Tanya Afgar heran.

"Diammmm!." Sentak Dangke dan Tessa bersamaan kepada Dimas yang langsung melongo.

Loh salah afgar apa? ia hanya bertanya.

•••

Los Angeles, 02.05 AM

"Semua udah siap? Lo di belakang gue, tetap fokus sama sekitar. Kita hanya punya 3 menit, sebelum 3 menit kita harus segera masuk sampai ke ruang tunggu. Gak boleh gagal" Kata Jeffrey menatap Grey pasti, sambil membenarkan topi hitamnya dan memasang earphone di telinganya.

Grey mengangguk mantap, kemudian mereka berdua mulai berjalan memasuki pintu masuk. Sedangkan paket kecil itu masuk ke dalam bag sport milik nya.

"Bang Alex, 2 meter lagi kita akan sampai di depan pintu masuk. Over." Jeffrey berbicara lewat earphone sambil menatap lurus jalanan dengan tajam, setajam mata elang.

"Oke. Untuk sampai ke ruang tunggu, harus lewat 2 alat pendeteksi yang masing-masing jaraknya lumayan jauh. Yang satunya di ground floor, dan satunya di lantai selanjutnya. Bandara tidak terlalu ramai. Over." Ujar suara di sebelah sana menjawab ucapan Jeffrey.

Paket itu berisi peluru pistol yang belum ada di Los Angeles, impor dari Rusia. Namun, di Rusia pun belum perjual belikan, peluru ini bersifat meracun, walaupun tertembak bukan di tempat mematikan, dapat membunuh korban kurang dari 5 menit tanpa mengeluarkan darah. Mereka menyebutnya RX-517.

"Begitu lewat alat scan pertama, paketnya lo yang bawa, gue yang bakal jaga dari belakang." Jelas Jeffrey datar.

"Copy."

Jeffrey dan Grey kemudian berjalan menuju scanner, kira-kira 3 orang lagi sebelum Jeffrey, Jeffrey memegang earphonenya.

"3... 2... 1... Nyalain, Bang."

Jeffrey dan ke 2 temannya berhasil melewati 1 scanner. Jeffrey melempar paketnya kebelakang, Grey menangkapnya dengan gesit, kemudian setengah berlari kini Grey sudah berada di depan Ardan dan mulai menaiki elevator, masih dengan setengah berlari. Dari kejauhan, Jeffrey melihat clientnya mengenakan topi tosca adidas sedang duduk menatap mereka, seseorang masih jauh di ujung di sana.

Hingga tiba-tiba.....

Brukkk

"Sial sial sial." Makinya.

***

JEFFLA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang