Panas matahari terasa membakar kulit siapa saja yang sedang berkeliaran di luar rumah walaupun menggunakan pakaian yang tertutup, begitu pula dengan Dira dan ketiga sahabatnya. Pagi ini pelajaran olahraga yang mengharuskan muridnya pamanasan dan berlatih di tengah lapangan terbuka. Materi hari ini adalah berlatih bola kasti. Dira berlari dengan sangat cepat untuk menghindari lemparan bola dari lawan setelah memukul bola tersebut. Keringat sudah tidak terhiraukan lagi, baju basah seperti baru saja disiram dengan air tidak membuat semangat para murid pudar malah semakin membuat mereka bersemangat.
Suara bel istirahat membuat pelajaran terhenti mendadak. Para murid yang sudah terlalu lelah segera pergi ke kantin untuk membeli minum. Dira dan ketiga sahabatnya memilih duduk sejenak di bawah pohon yang kata anak disini angker. Vita berdiri sambil menarik tangan Violet.
"Ngapain?" tanya Violet sedikit kesal karena dia terlalu mager untuk berdiri.
"Kantin. Haus."
"Astaga gue capek sama Kira aja!" ucap Violet sambil menunjuk Kira yang duduk anteng dengan kipas angin mini di depan wajahnya yang berkeringat.
"Gue lagi ngeringin muka gue nih. Kalo bedak gue luntur gimana? bisa jadi monster gue," kata Kira masih dengan posisinya tadi menghiraukan tatapan ketiga sahabatnya pasalnya Kira sedikit benci dengan yang namanya make up.
"Sejak kapan lo bisa make up?" sahut Dira dengan nada terkejut.
"Sejak gue lahir. Kenapa sih kaget banget dengar gue pake bedak?!"
"Keajaiban dunia aja gitu," celetuk Vita dengan muka acuhnya.
"Lebay lo semua! sama Dira aja gih."
"Mau ya Dir," mohon Vita dengan puppy eyesnya.
"Hmm."
"Nah gitu kan cantik."
Dira dan Vita pun menuju kantin sekolah untuk membeli minum sedangkan Violet dan Kira memilih menunggu di kelas. Tadinya Dira ingin segera ke kelas dan tidur sebentar karena malam tadi dia sedikit begadang habis pulang dari pesta yang diselenggarakan orangtua Milo. Dira menunggu Violet yang sedang mengantri membeli minum sambil berdiri. Dira tidak menyadari ada seseorang yang berdiri dibelakangnya menyengit bingung melihat kearah badan bagian belakang Dira. Milo, seseorang tadi melepas jaket yang melingkari pinggangnya sedari tadi lalu melingkarkannya ke pinggang Dira membuat Dira terlonjak kaget.
"Milo!" Dira menatap Milo horor. Kemudian berganti dengan merah di pipinya ketika teringat kalimat Milo malam tadi.
"Iya."
"Lo bikin gue jantungan! ngapain lo ngasih jaket lo?"
"Gue enggak mau lo malu," balas Milo membuat Dira salah tingkah sendiri melihat senyumnya.
"Kenapa?" Dira mulai memikirkan kemungkinan apa saja yang membuatnya malu tapi tidak ada yang terlintas di kepalanya.
"Kayaknya lo haid," ucap Milo tenang bagaikan petir di pagi bolong bagi Dira. Tiga kata yang mewakili segala rasa malu. Dira melepaskan jaket Milo dan menengok untuk melihat ke belakang badannya. Benar saja ada bercak darah di sana. Walaupun kain celana olahraga Dira tebal tetap saja darah tersebut ingin menampakkan dirinya. Dira merasa sangat malu dan ingin menenggelamkan badannya ke saluran air depan rumah saja.
Dira meringis sedikit dan semakin merona karena itu. Dengan malu Dira menutup mukanya dengan kedua telapak tangannya, malu yang tiada tara apalagi sejak tadi dia berjalan di tengah keramaian murid yang ingin mengisi perutnya. Dira berpikir apakah mereka memperhatikannya saat dia lewat di depan mereka, kalau iya itu sangat memalukan.
"Gue malu."
Milo yang mendengar ucapan Dira tadi walaupun pelan merasa gemas. Dia kemudian mengacak rambut Dira membuatnya yang sudah berantakan menjadi lebih berantakan. Dira mengerucutkan bibirnya saat menerima perlakuan jahil dari Milo.
"Lo menambah kesan buruk rupa semakin erat sama gue!" ucap Dira kesal sambil membetulkan rambutnya.
"Lo lucu."
"Iya gue tau, enggak usah di ingatin juga."
"Nyokap lo sepertinya salah ngidam deh. Pedenya tinggi banget."
"Enggak usah salahin ngidamnya nyokap gue!"
Vita yang melihat perlakuan Milo kepada Dira terkekeh geli. Dira jadi kalem yang benar saja, pikir Vita sambil menahan tawanya. Vita mendekati dua sejoli tadi dengan air mineral di kedua tangannya, dia sengaja membelikan minuman untuk Dira.
"Waduh... ada yang lagi mesra nih," goda Vita dengan tengilnya.
"Siapa yang mesra?" elak Dira yang bertambah blushing.
"Lo, siapa lagi."
"Enggak tuh."
"Sudah jangan membicarakan orang ganteng di depan kalian ini. Gue tau gue ganteng jadi jangan rebutan oke," canda Milo yang mendapat tatapan malas dari Dira dan Vita.
"Pede banget!"
"Sinting akut!" lanjut Dira membuat Milo tertawa geli.
"Gue balik ke kelas dulu. Dir, jangan kangen ya!"
"Unfaedah kangen sama lo. Sana lo jauh-jauh!"
Sepeninggalnya Milo tadi Vita tidak henti hentinya menggoda Dira yang sudah terlebih dahulu blushing. Kesenangan tersendiri bisa membuat Dira blushing. Sepertinya ada sesuatu antara sahabatnya ini dengan Milo, apa mereka saling suka? semoga saja harap Vita di dalam hati.
"Ciee jaket Milo sudah meluk lo di pinggang, terus orang yang punya jeket kapan?" Dira sedikit lama mencerna candaan Vita, setelah tahu maksud Vita Dira memukul lengan sahabatnya itu dengan antusias membuat Vita kesakitan.
"Sakit woy."
"Maaf."
"Jangan dimasukkan museum ya jaketnya. Dikembalikan!"
"Lo kira barang antik. Pastinya."
"Kali aja, kan bersejarah buat lo jadi pantes aja gitu masuk museum."
"Sembarang kalo ngomong."
"Ehmm... yayang Milonya Dira. Ucul deh sama kalian berdua," ucap Vita sambil menarik pipi tembem Dira saking gemesnya.
"Sakit Vit."
"Iya iya, tayangnya Milo."
"Vita!"
Vita segera berlari setelah menggoda sahabatnya itu. Wajah Dira merah padam dan ikut berlari setelah mendengar candaan yang dilontarkan Vita. Dira ingin sekali memasukkan Vita ke Rumah Sakit kali aja ada obat untuk meredakan jahil seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Escape (Completed)
Teen FictionSakit ... Sakit itu kalau kita di sia-siakan oleh orang terdekat kita yang paling kita sayangi padahal kita sudah terlalu percaya dengan mereka tapi mereka malah menjadikan kita sebuah pelarian.