Setelah dia pergi baruku tahu rasanya kehilangan.
***
Siang berganti malam. Sesuai pertanyaan Elvin tadi siang tentang perasaannya, dia sudah mengambil keputusan sebulat ikan buntal. Hatinya memilih Dira, entah mengapa ketika Dira menghindarinya selama beberapa hari ada rasa aneh menyergap hatinya. Dan siang tadi puncaknya. Dia sadar kalau perasaan itu adalah perasaan takut kehilangan. Apalagi saat Dira mengatakan akan pergi, perasaan takut semakin besar dirasanya.
Milo keluar kamar saat telinganya mendengar suara motor yang biasa dipakai Vero. Menuju dapur yang berada di dekat ruang keluarga. Membongkar isi lemari untuk mencari apa yang ingin dibuatnya. Setelah menggeledah hampir separuh dapur, akhirnya didapatnya bubuk kopi yang masih dalam kemasan. Segera diambilnya cangkir dan membuka kemasan tersebut. Menuangkan air panas yang menyebabkan cangkir berasap bagai gunung merapi yang ingin meletus. Saat tangannya asyik mengaduk kopi tersebut, tidak sengaja kopi menciprat keluar mengenai tangannya yang memegang sendok. Membuatnya mengaduh kesakitan.
"AWW... PANAS KAMPRET!" teriak Milo kepada sibiang kerok yang hanya diam memutar mengikuti arah adukan sendok.
Milo mengangkat tangannya mendekati mulut lalu meniupnya pelan hingga rasa panasnya hilang. Dengan kesal Milo membawa cangkir yang sudah berisi kopi tadi ke halaman belakang rumah yang berdiri Vero dengan umpan ikan ditangannya. Milo menaruh kopi tadi diatas meja lalu duduk sambil mengamati Vero dalam diam.
"Kopi woy!" panggil Milo membuat Vero menoleh kebelakang.
"Maaf ya mas, gue maunya teh. Salah pesanan kayaknya, meja sebelah kali."
"Kampret! sini lo, hargai buatan abang lo nih," perintah Milo tidak mau dibantah. Dengan malas Vero mendekat lalu melempar umpan ikan tadi ke paha Milo yang nganggur.
"Lo kan kurus kering, kali aja habis makan itu badanlo bisa kayak badan guppy." Iya, ikan peliharaan Vero yang perutnya besar kayak ibu hamil.
Lah gue disamain sama ikan bantat itu. Maksudnya perut gue harus kayak ibu hamil?! Batin Milo kesal.
"Terus besok disurat koran muncul gambar jasad gue dengan judul tewas mengenaskan sehabis makan umpan ikan, gitu?!" ucap Milo sambil natap Vero sangar. Vero hanya mengendikkan bahunya lalu meminum kopi yang masih mengepul tersebut.
"Iya, betul sekali."
Keadaan kembali hening. Milo lalu mengutarakan maksudnya duduk disini. Sambil berdehem Milo memegang cangkir yang berisi sama seperti punya Vero. Iya tadi dia bikin dua cangkir dengan rasa sama, kopi hitam pahit. Biarkan saja kopi rasanya pahit, asalkan hidupnya saja tidak sepahit rasa kopi yang dihirup.
"Ekhem."
"Ekhem," Milo berdehem kedua kalinya.
"Ekhem yang ketiga dapat cangkir cantik," ucap Vero jengah.
"Sabar ini juga mau ngomong."
"Lo persis seperti cewek yang malu didepan cowoknya saat ingin mengutarakan sesuatu," ejek Vero.
"Ekhem. Jadi gini. Gue mau minta maaf," ucap Milo akhirnya.
"Buat?"
"Kalau gue jadi abang yang enggak tau diri. Sudah tau Tiara itu pacar adeknya sendiri eh malah didekatin. Gue sadar gue salah tapi gue tetap lakuin. Dan siang tadi gue sadar kalau gue sebenarnya sayang sama Dira bukan sama Tiara," jelas Milo sambil melihat reaksi Vero. "Tadi siang gue sudah bilang maaf juga sama Tiara."
"Bagus deh kalau sadar. Jangan main embat sembarangan lagi," ucap Vero sambil terkekeh.
"Akhirnya lo enggak marah lagi sama abang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Escape (Completed)
Teen FictionSakit ... Sakit itu kalau kita di sia-siakan oleh orang terdekat kita yang paling kita sayangi padahal kita sudah terlalu percaya dengan mereka tapi mereka malah menjadikan kita sebuah pelarian.