[COMPLETED]
Ini cerita tentang mereka yang mencoba menjadi tokoh antagonis. Tentang mereka yang mencoba menjadi egois. Tentang mereka yang mencoba menjadi sempurna.
Jadi jangan benci Jongin untuk menjadi egois.
Jadi jangan benci Chanyeol untuk berhe...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Katanya, semua yang abadi hanya bualan belaka, yang ada didunia ini adalah sementara.
Emosi. Perasaan. Orang-orang.
Ketika marah, akan ada saatnya untuk berhenti marah.
Lalu apa yang abadi?
Yang abadi adalah ingatan.
Bisa berbentuk apa pun, seperti foto, rekaman suara, dan benda-benda yang selalu berhasil membuat kita kembali teringat dengannya.
Hanya ada dua foto yang tersimpan didalam dompet Jongin. Pertama foto yang diambil saat dia tengah berusia lima tahun bersama ayah dan ibunya. Kedua adalah foto Kyungsoo yang tengah terlelap dalam tidur, yang dulu dia ambil secara diam-diam.
Jongin mengamati gelapnya langit yang bersinar dengan cahaya bulan. Dia membiarkan angin malam ini menyapa tubuhnya. Membiarkan kesendirian ini memeluknya.
Katanya lagi, people change and forget to tell each other.
Sama seperti ayahnya, yang berubah hingga kadang Jongin bertanya-tanya, apa benar ayahnya ini adalah ayahnya yang dulu sangat dia segani?
Ayahnya berubah begitu juga dengan keadaan disekitarnya.
Jongin sangat beruntung bisa lahir dari keluarga terhormat dan bercukupan dari segi keuangan. Tapi sejujurnya Jongin sungguh iri dengan kehidupan teman-temannya yang bisa dibilang berasal dari keluarga biasa-biasa saja. Karena Jongin iri dengan apa yang mereka punya dan dengan apa yang tidak Jongin punya.
Cinta dan kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Mungkin jika selama ini Jongin selalu bilang bahwa dia sudah sangat bahagia mendapat cinta dan kasih sayang dari ibunya saja. Tapi justru kalimat itu dia gunakan untuk menyakinkan dirinya sendiri. Jika dia bahagia.
Bahagia dengan ibunya saja. Tanpa tahu penyebab dari perubahan sikap ayahnya.
Dulu ada Kyungsoo selalu bilang, "Tidak apa-apa untuk punya perasaan iri kepada orang lain."
Karena katanya, tidak ada hidup yang sempurna.
Ketika orang lain melihat dan menilai betapa sempurnanya hidup yang kita miliki. Kita justru merasa hidup yang kita punyai tidak sesempurna hidup mereka.
Karena sekali lagi, tidak ada hidup yang sempurna.
Yang sempurna adalah definisi sempurna yang dipunya.
