Hari Sabtu lalu, Asa menerima laporan hasil belajarnya satu semester terakhir. Nilainya cukup memuaskan, sangat memuaskan malah, membuatnya sangat bersyukur atas hal itu. Ia bisa mempertahankan posisinya. Namun isi pikirannya berbeda dengan tanggapan tiga orang tersayangnya.
Yaotome Gaku
Pemuda itu mengernyit saat mengamati kertas berisi catatan nilai Asa. Dari sofa di depan pemuda berambut silver itu Asa menatap was-was. Takut-takut nanti Gaku melemparkan vas berisi bunga anggrek setengah layu di atas meja beralaskan kain berenda di hadapan.
"Nilai IPA dan Matematikamu turun," ujar Gaku tenang.
Bahu Asa spontan menegang, "Ak-u kurang teliti," ujarnya lalu buru-buru menunduk saat pandangan Gaku menyorot langsung padanya.
Gaku menatap lagi kertas di tangannya, "Dan apa-apaan? Sastra modern dan bahasa inggris kauhanya dapat 8?"
"Aku kurang bisa menafsirkan bacaan," elak Asa cepat, "untuk Bahasa Inggris, soalnya memang sulit."
"Kau saja yang kurang belajar," sela Gaku cepat, tegas, kemudian diletakkannya kertas hasil ujian Asa ke meja sembari menghela napas. Maniknya menatap Asa lekat-lekat, "Kalau kauterus seperti ini, kautidak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi."
"Nilaimu masih sangat kurang. Kauharus meningkatkan lagi," ujar Gaku tenang.
Padahal nilainya semuanya nyaris sempurna, lho.
Tiba-tiba Gaku bangkit, meraih jasnya yang ia sampirkan ke sandaran sofa lalu memakainya, "Tapi nilai sejarahmu sudah sangat bagus, jadi sebagai hadiah aku akan mengajakmu jalan-jalan hari ini."
Kujo Tenn
Oke, rasanya sangat canggung. Kujo terus menatapi Asa dari kursinya. Saat ini keduanya sudah ada di sebuah restoran keluarga dengan beberapa santapan mewah tersaji di meja yang menghalangi keduanya berkontak secara langsung.
Beberapa jam lalu Gaku datang ke apartemen Asa, mengajak kencan, dan berakhir pemuda itu harus meninggalkan Asa karena ada panggilan pekerjaan mendadak. Sebelum benar-benar meninggalkan Asa, Gaku memanggil Kujo. Dan di sinilah keduanya.
"Kudengar kaubaru saja terima raport," ujar Kujo menopang dagu.
Asa mengangguk.
"Bagaimana hasilnya?" tanya Kujo.
"Aku bersyukur," sahut Asa.
"Atas apa?"
"Bisa mempertahankan posisiku di puncak," sahut Asa cepat.
Hening.
"Nah! Pilihanku untuk mengajakmu makan di sini tepat, 'kan?! Ayo, makan saja. Jangan canggung. Sebagai perayaan," seru Kujo riang.
Tsunashi Ryunosuke
Setelah diantarkan Kujo ke pemberhentian bus, Asa malah bertemu Tsunashi di dalam bus itu sendiri. Pemuda herambut cokelat itu duduk di kursi ujung, sendirian saja dengan headphone menyumpal telinga dan masker menutup separuh wajahnya. Kondisi bus yang penuh memaksa Asa untuk duduk di samping pemuda itu.
Hening.
Rasanya begitu canggung. Duduk dengan Tsunashi terasa berbeda daripada dengan Gaku, apalagi Kujo. Atmosfer yang tadinya cerah kini terasa berat.
Halte ada di depan. Dan Tsunashi belum mengucapkan sepatah katapun. Tak ubahnya Asa yang lebih memilih diam.
Bus memelan. Asa bangkit dan berjalan meninggalkan Tsunashi dengan rona merah di wajah.
Padahal hanya ucapan "selamat atas peringkat pertamamu" yang sangat pelan, tapi sudah membuat Asa gembira.
!UDAH!
Req oleh ReIrwi
Hweee, maaf baru bisa bikinin, Dhek!! Enjoy, ya!
13 Juni '18
Rin
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterflies
FanfictionKami tak menyinggung cinta. . . . . . Kami tak pernah menyalahkan perasaan. . . . . . Bukan sebuah kesalahan jika ada banyak hal tak terduga dalam diri kami. . . . . . Hanya perasaan meluap yang butuh dilampiaskan. Dan saat kami melakukannya, seo...