Sesuatu yang Nyata

250 17 1
                                    

Sebagai seorang penulis, salah satu pekerjaan Yumeno Gentarou adalah mengamati kondisi lingkungannya. Si pria cantik nan anggun ini sadar benar kondisi di sekitar dapat memicu timbulnya inspirasi. Tapi nyatanya, untuk hari ini pria yang akrab disapa Genta oleh cecunguk kecil TDD yang ngakunya leader ini tidak ingin lama-lama memandangi yang ada di depannya.

Melihat seorang Arisugawa Dice yang hanya berbokser dan meringkuk di dekat mesin minuman otomatis benar-benar hal terakhir yang diinginkan Gentaro untuk terjadi hari ini.

Ngenes sekali kondisi si biru gembel itu. Ia menggigil kedinginan.

"Makanya jangan judi terus," umpat Gentaro sambil tersenyum manis. Untungnya ia sempat bawa cucian yang ia ambil dari laundry-an tadi. Diambilnya satu stel baju santai dari kantong plastik di tangan, lalu tanpa berperi-ke-Daisu-an melemparkan setelan pakaian itu ke Arisugawa yang tepar karena kehabisan uang demi 3 seven incarannya.

Dice ingin sekali nyengir. Tapi tenaganya sudah habis untuk menamengi diri dari dingin. "Makasih, Gen!" gumamnya bersemangat sambil cepat-cepat berpakaian.

Seketika kehangatan Yumeno Gentaro meliputi pejudi berambut panjang ini. Diam-diam sambil menyimpan senyum, Dice menyisipkan sebuah ciuman jarak jauh pada Gentaro yang sibuk menata ulang isi kantungnya.

"Ngapain monyong-monyong?" tanya Gentaro jengkel saat mendapati Dice masih menghujani ciuman-lewat-udara padanya (yang tidak ia sadari). "Mau minta cipok?" tanya si penulis sekenanya.

Dice terkaget. Terheran-heran sampai tubuhnya mendadak menggigil lagi. Melihat Gentaro dengan polosnya menanyakan hal tersebut tanpa sebuah senyum sok manis di wajahnya yang memang manis itu rasanya sebuah keanehan yang jauh mengerikan daripada marahnya dokter duta p*ntene dari Shinjuku.

"Boleh, nih?" tanya Dice semangat. Saking bersemangatnya sampai ia meninggikan nada bicara.

Gentaro menatap Dice dengan pandangan jijik untuk sesaat. Kemudian tersenyum manis. "Boleh, nanti kukasih," katanya kalem.

"Wih, beneran?" tanya Dice lagi. Dengan cepat ia sudah ada di depan Gentaro, bersiap-siap mengadu bibirnya yang kering kedinginan dengan bibir indah Gentaro.

Yumeno Gentaro juga seolah bahagia-bahagia saja membiarkan bibirnya dijamah.






Seolah, lho, seolah.




Tentunya semua masih ingat penulis yang satu ini pandai sekali merangkai kata dalam selembar kertas.

Dice sudah benar-benar memonyongkan bibir siap meraup Gentaro, tapi tiba-tiba saja saat membuka mata--Dice sudah sukses berciuman dengan notes saku yang selalu dibawa Gentaro ke mana-mana.

"Demo mochiron, uso desu yo," kata Gentaro dengan manisnya--melelehkan hati Dice yang retak.

Dengan centil Gentaro berbalik. Rambutnya yang diikat sekilas menampar pipi Dice. Seolah mengingatkan bahwa sebuah ciuman gratis di tempat umum dari Gentaro tercinta adalah khayalan yang menjadi nyata.



Ngenes, astaga, ratap Dice sambil meremat jantung dari balik jaket Gentaro yang ia kenakan.

"Genta jahat, ih, sama abang," rajuk Dice sambil manyun-manyun tidak terima. Ia menghentakkan kaki, hendak berbalik, tapi seutas tangan mencekal tangannya--menahan pergerakan sekaligus memutar paksa tubuhnya--dan bibir lembut nan manis Gentaro sudah menyambut Dice ketika si biru berbalik.










Katanya ciuman Gentaro di tempat umum adalah khayalan yang menjadi nyata, tapi barusan ... Dice mendapatkannya, tuh!

Uhuk.


!the end!




Ngeeeeeeeng uhrhfm

18 Maret 2019

ButterfliesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang