Tepi Desa - Moriyama Yoshitaka x Reader

241 19 5
                                    

"*baca naskah* Kok gua bangsat bat ya? Pebinor tingkat tinggi,"

"Kenyataan, Bang."

"UDAH, KE POSISI,"

Anime Fanfiction Indonesia

Butterflies
Oleh AomineRin1410

Request oleh... Kulupa, ih. Komen entar, yak

KnB milik Fujimaki Tadatoshi

.
.
.

Tepi Desa - Moriyama Yoshitaka x Reader

Di sebuah hutan yang sunyi, tepatnya di sebuah gubuk persegi reot dari anyaman bambu dan rotan, nampaklah seorang gadis berambut putih panjang. Tangannya sibuk memotong sayur mayur dengan berlandaskan pada talenan. Bunyi peraduan pisau besarnya dengan talenan landai dari kayu itu tersamarkan oleh deru angin.

Tok. Tok. Tok. Begitu seterusnya hingga beberapa helai sawi terpotong dan tergolek lemah di atas talenan.

Gadis itu, (Name), mengembuskan napas. Pisau diletakkan ke dekat talenan, tangannya menarik kursi dan duduk di sana.

Saat ia melihat helai daun maple yang berguguran dari balik jendela, teringatlah ia akan kejadian beberapa hari lalu. Dan seketika napsu menggebu untuk membuat menu makan malamnya menguap bersama angin musim panas.

Dirinya seorang penyihir. Dianggap berbahaya dan mengancam kedamaian desa tempatnya tinggal. Alhasil dirinya diusir dan diasingkan ke hutan ini.

Teringat olehnya sebuah senyum lady killer. Terngiang di telinga gombalan receh si pemuda desa yang tak tahu apa-apa.

"Padahal wanita cantik begini, tapi kenapa warga desa mengusirmu?"

(Name) tersenyum kecut, menatapi tangannya yang mulai memucat seiring bergantinya musim. Baju terusan hitamnya yang robek di bagian bawah tak cukup baik menahan hawa dingin malam hari di musim panas. Mungkin itu yang menyebabkan kulitnya makin hari kian memucat.

"Kalau begini aku bisa mati muda," gumam (Name) gemas. Diraihnya pisau, kemudian dibelai lembut.

Bayangan wajahnya dari mata pisau memancing senyumnya sendiri.

"Kalau aku sudah bisa mencari pekerjaan sendiri, sudah pasti wanita cantik sepertimu kuperistri, Nona."

"Baiklah, mari kita buktikan," gumam (Name). Pisau dilempar hingga menancap tepat ke dekat jendela, dengan langkah cepat dirinya melangkah meninggalkan pondoknya.

***

"Baiklah, kerja bagus, Moriyama," Kasamatsu mengacungkan ibu jari setelah memastikan laju air dari keran. Pemuda itu menuruni tangga besi lalu melompat ke samping Moriyama yang membereskan perkakasnya.

"Panas begini, aku heran bagaimana bisa kelep keran rusak," komentar Moriyama sembari mengelap keringat.

Kasamatsu mengangguk mengiyakan, mengambil duduk di samping Moriyama lalu mengulurkan botol mineral dingin pada rekannya itu. Sementara dirinya membuka botol mineral yang menjadi jatahnya.

"Harusnya tadi minta lebih," gerutu Moriyama setelah menenggak air dalam botol, "mineral begini tidak meredakan haus."

Kasamatsu mendecih jengkel, "Sudah untung diberi konsumsi," tegasnya garang. Ia menatap rumah yang ia gunakan bersandar kini, "Katanya di sini dulu tempat tinggal penyihir," gumam Kasamatsu.

Moriyama tertawa mengejek, melempar botolnya ke tempat sampah jauh di depan lalu menyeringai pada Kasamatsu di samping, "Aku tak percaya kautermakan dengan tipuan anak-anak seperti itu."

Hening.

"Bisa kudengar keributan dari ujung sana," gumam Kasamatsu.

Moriyama mendengus geli, mengira ucapan Kasamatsu barusan sebuah sarkasme, membalas dengan kejengkelan yang tersamarkan oleh nada manisnya, "Ya, aku juga mendengarnya. Oi, Kasamatsu, bukankah itu hatimu?"

Kasamatsu menyeringai sebal, "Bukan itu," sahutnya dongkol, "sepertinya ada yang terjadi di sana!" tangannya yang masih memegang botol terarah ke tikungan di depan.

"Lucu sekali, aku tak dengar apapun," sahut Moriyama.

[Buagh! Gubrak!]

"Usir dia!"

"Baiklah, itu cukup ramai."

*

Sebuah keramaian terlihat memenuhi gang itu. Moriyama menabok tangan Kasamatsu, membuat botol di tangan pria itu terlempar melewati kerumunan.

Dan jatuh mengenai sesuatu dengan keras. Faktanya jatuh di atas kepala seseorang. Terbukti dari ringisan yang terdengar keras. Dan sepertinya wanita.

"Siapa yang melemparkan botol konyol ini padaku?" raungan terdengar.

Kasamatsu menatap Moriyama jengkel, "Mampus," desisnya, "kauyang lempar lewat perantara tanganku," bisiknya.

Kerumunan itu terbelah oleh sesosok wanita bertubuh semampai. Rambut putih panjangnya berkibar bersama baju terusan hitam kucelnya yang memiliki bekas robekan di ujung bawah. Manik merah dalam sklera hitam menatap penuh dengki.

"Dia yang lempar," Kasamatsu langsun menuding Moriyama.

Moriyama menengok kaget, "BU-bukan aku!" protesnya tak mau disalahkan.

Sosok wanita itu berjalan dengan perlahan mendekati Moriyama. Tanduk melengkung di sisi kepalanya menguarkan api keunguan, membuat Moriyama meneguk ludah takut.

"Kau Moriyama Yoshitaka?" sosok itu bersuara.

Moriyama mengerjap, "Darimana kautahu?" tanyanya ragu, "dan sepertinya aku pernah melihatmu."

[Drap-Drap-Drap-BRUK!]

"Ugh."

"Akhirnya kutemukan dirimu, pujaan hatiku," wanita itu menyeru, terus mengeratkan dekapan pada Moriyama.

Moriyama sesak. Menatap melas pada Kasamatsu, minta bantuan, tapi diabaikan.

"Sepertinya kausudah punya pekerjaan," ujar wanita itu, "jadi, ayo kita menikah! Dan hidup bahagia selama-lamanya~!"

Lalu keduanya menghilang dalam kepulan asap.


.
.
.
.

Ingatkan Moriyama agar tak main gombal lagi lain kali.

***
!UDAH!

10 Juni '18

Rin

ButterfliesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang