10 : Ice Cream

364 50 18
                                    

Kata orang kamu sedingin es, tapi setahu ku kamu semanis es krim. Bahkan terlalu manis, hingga mampu membuat ku 'sakit.

-Bintang

***

Ini adalah kondisi dimana dunia seakan menjadi sunyi, sepi, tak bersuara. Canggung sangat terasa diantara kami berdua, hanya suara deru mesin motor dan suasana jalan raya di sore hari yang terdengar saat ini. Aku diam, ingin memulai namun tak bisa, entah mengapa seolah mekanisme otak ku terhenti sesaat untuk bisa berpikir, karena tergantikan oleh kerasnya dentuman detak jantung yang berdetak tak beraturan.

“Bi?” akhirnya satu kata itu keluar dari mulut nya.

“Iya Kak?” Jawabku spontan.

“Lain kali pulang nya jangan kesorean kalo kamu tau gak akan ada yang jemput, aku khawatir tau.” Celoteh nya, yang sontak membuat ku tertawa, aku tidak peduli apa yang dia pikirkan tentang ku yang tertawa lepas. habisnya dia so care gitu cocweet, jadi terharu aku.

Eh.

“Lho, kok ketawa? Ada yang lucu?” Tanya nya polos.

“Enggak Kak, abisnya kakak kayak papa sih suka khawatir khawatir gitu, padahal aku udah besar tau.” Jawab ku dengan sisa sisa tawa ku tadi.

“Ya maksud aku, naluri cowok ku bilang, masa cewek sore sore gini udah mau malem malah, masih nongkrong sendiri nunggu angkot, mending kalo ada, kalo gak ada gimana?”

“Iya iya paham, tapi kan jadwal pulang aku emang jam segini kak, jadi gimana lagi.” Jawab ku seadanya, lagi pula biasanya ada papa yang jemput atau Dafa yang anterin.

“Kok gitu? masa beda, kita kan sejurusan.”

“Kita?” batin ku, perut ku mulai merasakan geli yang sangat dahsyat dan membuat ku berusaha menahan sekuat tenaga agar tawa ku tidak meledak.

“Gak tau, tapi dikelas aku ada pelajaran yang tiga hari berturut turut ada dijam terakhir, dan guru nya suka telat keluar gitu.”

“Guru siapa?”

"Siapa ya nama nya? Aku lupa. Aku gak ngapalin semua nama guru Kak.”

“Ya ampun, setidaknya kamu harus tau semua nama guru yang ngajar dikelas kamu dong.” Ucap nya sambil sesekali menengok ke belakang.

“Iya Kak, nanti aku coba hapalin.”

“kamu aneh,” ucap nya dengan nada datar.

“Aku unik,” jawab ku percaya diri. Eh ralat sangat percaya diri.

Kak Algi terkekeh sejenak. Aku hanya menyunggingkan gigi ku yang tersusun dengan satu gingsul di samping kiri atas, yang mungkin tidak terlihat oleh kak Algi.

Untuk beberapa saat tidak ada percakapan diantara kami, ia hanya fokus mengendarai sepeda motor nya untuk mengantar ku pulang sampai ke rumah dengan aman dan selamat. Ku edarkan pandangan ku ke kiri dan kanan, ku perhatikan setiap hal yang kulihat dijalan yang kami lalui.
Apa yang kulihat membuat ku merasa bersyukur, ternyata masih banyak orang bahkan anak anak yang kurang beruntung diluar sana, mereka kelaparan, kehujanan, kepanasan mereka tidak punya orang tua yang memberikan perhatian nya dengan tulus. Sedangkan aku, aku masih punya mama papa, dan adik ku yang selalu menjaga dan sayang kepadaku, meskipun aku seorang yang penyakitan.

“Kasian ya anak anak itu, mereka sama kayak aku.” Ucap ku membuyarkan keheningan yang terjadi beberapa saat tadi.

“Sama gimana? Mereka itu beda sama kamu.”

SOMEDAY [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang