17 : Keputusan

156 24 1
                                    

Akhirnya aku sampai di kelas ku, setelah tadi melewati kemacetan yang lumayan parah. Tapi tetap saja, aku belum bisa benafas segar rasa nya, karena baru saja aku duduk di meja ku, segerombolan orang orang kepo yang sayang nya aku sayangi datang tanpa rasa peduli sahabatnya sudah kelelahan melewati rintangan kemacetan dijalanan.

Mereka memaksa ku menceritakan semua yang terjadi antara aku dan kak Al. Pertanyaan silih bergantian, tentang perasaan ku, tentang kronologis penembakan, tentang TKP, dan lain lain.

Aku menceritakan sedetail mungkin, termasuk cerita tentang aku yang harus menjawab pertanyaan, pernyataan dan ancaman nya dalam kurun waktu 1x24 jam, kalau aku tidak menjawab atau telat artinya sama dengan aku terima. Kampret dasar.

Namun, seorang pria yang biasanya sangat antusias dengan segala hal yang berhubungan dengan ku, kini tampak berbeda, dia hanya diam di meja yang masih kosong di sebelah ku karena penghuni nya belum datang, tanpa pertanyaan dan tanpa sepatah kata pun. Aku jadi berfikir, apa mungkin benar kata Stela, Dafa sekarang tengah cemburu. Ah ini semua membuat ku hampir gila.

"Oh ... jadi kalo Cuma 1x24 jam lo harus jawab hari ini dong?" Ucap Stela sambil mengetuk ngetuk jari telunjuk nya di pipi.

"Iya, wajib hari ini. Sekitar jam 1 siang nanti." Kusandarkan kepala ku ke kursi, lalu ku pejamkan mataku sejenak mencoba menetralisir rasa bimbang dan jantung yang bedegup tak beraturan.

"Lo, udah nyiapin jawaban nya?" Tanya Caca

"Udah, tapi ... gue belum yakin."

Caca menghembuskan nafas nya pelan. "Lo pikirin aja baik nya gimana Bi, kita sih Cuma bisa dukung apapun keputusan lo."

"Iya Bi," ujar Stela, Elma berbarengan. Sedangkan Dafa hanya diam dengan memperlihatkan senyum tipis nya yang hampir tak terlihat.

***

Bel istirahat sudah berbunyi, aroma aroma kebahagian begitu semerbak tercium karena ini adalah salah satu, waktu yang ditunggu tunggu setiap siswa. Mereka akan melupakan sejenak beban tugas berat yang terkadang memang ditanggung bersama sama. Haha setiakawan dan solidaritas dalih nya.

Aku keluar terburu buru, setelah tadi sempat meminta restu kepada ke empat sahabat ku untuk pergi menemui kak Algi di kelas nya. Awalnya Dafa memang meminta ku untuk mengizinkan nya ikut, tapi aku dengan tegas menolak nya. Untuk saat ini aku benar benar butuh privasi. Dafa akhirnya membiarkan ku untuk pergi sendiri, walau terlihat terpaksa. Emang nya aku mau ketemu psikopat apa pake di jagain segala.

Aku segera menuju kelas kak Algi, karena tidak mau terlalu mepet dengan batas waktu yang ia berikan. Mengingat pemintaan, pernyataan, dan ancaman nya yang begitu tidak adil bagiku, telat dan tidak menjawab sama dengan menerima, tembakan macam apa itu. Benar benar membuat ku mati perlahan.

Aku memutuskan untuk menemuinya di jam istirahat pertama, sebelumnya aku lupa untuk menghubungi nya terlebih dahulu, untuk memastikan apa dia sedang berada di kelas atau tidak. Tapi karena pikiran ku sedang setengah kacau, aku pun langsung menuju kelas nya.

Ku lihat ada tiga orang pria yang tengah berdiri di depan kelas nya, salah satu dari mereka tidak terlalu asing bagi ku, dia orang yang membawakan jaket kak Algi dulu. Tanpa pikir panjang, menurun dan menanjak aku segera menghampiri mereka.

"Permisi Kak, boleh nanya gak?" Tanya ku hati hati, pada ketiga senior ku itu.

"Oh boleh, mau nanya apa?" jawab salah satu pria yang memiliki rambut depan berjambul layak nya jambul khatulistiwa syahrini dan bulu mata anti badai, asli tanpa pengawet dan pemanis buatan. Terlihat tampan dan lumayan enak dilihat.

SOMEDAY [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang