(Sambungan)

110 14 0
                                    

Kuharap kau yang memulai percakapan atau malah akhirnya kau memulai untuk mengakhiri pertemuan. Kita duduk di meja yang sama, tempat yang sama, bahkan suasana yang sama. Tetapi pikiran kita berlarian jauh dari posisi. Hari ini aku memaksamu untuk datang ke tempat kita biasa bertemu, kuharap kau masih menemukan kenangan-kenangan di sudut ruangan atau di tepi-tepi vas bunga. Dan yang kutunggu tak kunjung sampai, tidak ada sedikitpun pengampunan yang keluar dari bibir indahmu.

Aku tahu kau hanya merasa tak enak kuajak bertemu.

Tanpa berbicarapun aku sudah paham. Secara diam-diam kau mendorongku pelan-pelan agar aku menjauh darimu. Dan membuat penegasan bahwa kau sebenarnya sudah ada hati yang tertambat di dekat jantungmu.

Baiklah, sembilan puluh sembilan persen sudah kumaklumkan kenapa kau tiba-tiba seperti ini. Tetapi, satu persen lagi yang ingin kupertanyakan padamu sayang. Ah, itu panggilan yang sangat Indah untukmu. Penghianat sepertimu tak pantas diberi sebutan seperti itu. Penghianat tetap penghianat sebutannya. Kau benar-benar merasa murka saat kusebut penghianat.

Dan aku.. Kenapa tiba-tiba bahagia melihatmu terluka dengan sebutan itu? Setiap percakapan kumulai dengan sebutan barumu. Hingga akhirnya kau berani menjelaskan pertanyaan satu persen yang kutunggu-tunggu.

"Kenapa kau seperti penghianat yang tiba-tiba menjatuhkanku ke jurang lalu meninggalkanku dengan senyuman? "

Jawabanmu sungguh menyesakkan dada. Bahagiaku perlahan mulai turun level. Senyumku pelan-pelan mulai mundur. Hingga kakiku tepat ingin terduduk seperti kehilangan nyawa. Dadaku benar-benar remuk.

"Kau tak semenarik dulu" Katamu meninggalkanku.

Dan pada akhirnya rusukku terbelah menjadi beberapa arah.

________________________________
Pada kenyataannya beberapa manusia memang hakikatnya untuk saling mengikat, namun akhirnya di takdirkan untuk saling melepas.
________________________________

Mengenangmu SeperlunyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang