Mengundangmu lewat diam

125 12 0
                                    


Aku tidak tahu kenapa kita benar-benar bisa seasing ini. Aku yang mencoba merangkulmu dan kau yang bersikeras memindahkan pundakmu. Aku tak pernah sadar bahwa kau sudah jauh dari dekapanku. Akhir-akhir ini, aku telah buta oleh perasaanku sendiri. Dahulu, kita pernah sedekat tanda petik dan pada kenyataannya kita benar-benar berakhir dalam sebuah tanda titik.

Tidak ada pengecualian selain pengakhiran. Bahkan sampai saat ini aku terus mencoba memulainya lagi dari awal, memintamu penjelasan. Namun bukan seperti memohon, pintaku sudah melebihi memelas kasih terhadapmu.

Kau tetap bungkam saat aku bertanya, kau lebih memilih menatap jantung kota daripada menemukan rasa yang masih tersembunyi rapi di dada. Aku ingin menjerit sekuatnya, menumpahkan semua pikiran yang sampai saat ini masih kurasa, bahkan jika diperbolehkan akan kubelah dadaku dan kukeluarkan semua isi yang telah hancur.

Mengapa kau begitu bengis soal rasa? Bukankah dahulu kau yang mengais tentang Cinta?
Kini aku sadar, seseorang yang benar-benar masih kupertahankan memilih pergi untuk mematahkan. Aku kembali diam saat kau beralih muka.
Kita benar-benar beradu pandang. Kau ikut diam. Suasana kembali kaku. Hingga bibirku terlampau membisu. Padahal sebenarnya tenggorokanku ingin mengeluarkan topik pembicaraan, tetapi masih kuberi jeda untukmu.

(Bersambung. Huuuuhh, gimana? Masih belum bagus juga? Tidak apa. Aku butuh masukan nih. Kritik dan saran juga)

Mengenangmu SeperlunyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang