"cinta adalah penyakit jiwa yang parah" ---Plato
❌❌
Cameron’s POV
Hari ini, itu terjadi lagi.
Ketika Nash asyik melatih otot kaki nya, aku terburu-buru keluar kamar dengan iPhone ditangan ku yang berbunyi karena sebuah panggilan, dari nomor aneh itu lagi.
Aku bersandar di dinding lorong asrama, menatap layar. Sebuah panggilan dari nomor yang sama, 7512. Aku mengeluarkan selembaran kertas dari saku jins ku, membuka nya dan mengecek nya.
Nomor ini sudah 7 kali melenfon ku, sampai saat ini. Aku tidak mengangkat nya. Terakhir kali kuangkat, hanya ada suara hembusan nafas, atau teriakan seorang gadis yang sangat nyaring, lalu suara tawa seseorang, dan nyanyian yang berisi tentang diriku.
Sejujurnya aku tidak lagi bisa menahan nya. Tapi semua orang sudah menyimpan nomor ku di handphone mereka dengan nomor yang ini, jadi akan menjadi super sulit kalau aku mengganti nya walaupun aku tinggal mengirim pesan boardcast ke semua kontak ku tapi aku sekarang anak kuliahan, aku harus bisa berhemat.
Jadi, aku mengangkat panggilan itu. “kali ini aku bicara baik-baik padamu, apa yang kau mau dari ku? Kumohon jangan bermain-main. Kau sangat mengganggu ku. Kalau tidak ingin ku laporkan, tolong berhenti menelfon ku seperti ini.”
“Dia akan mati, Mr.Dallas.”
Dan sambungan nya terputus lagi. Aku menatap ngeri layar iPhone ku. Suara itu, lagi-lagi dia memalsukan suaranya. Siapa yang akan mati? Sejauh ini tidak ada hal aneh yang terjadi padaku selain teror telfon gelap ini. Seperti dia hanya menakut-nakuti ku, seolah ini cuma permainan. Aku tidak yakin dia serius.
“Berhentilah mengatakan seseorang akan mati!” teriak ku sambil memukul dinding, tidak pada siapapun lagi pula telfon nya sudah diputus. Aku mengatur nafas karena dipenuhi amarah yang menggejolak. Kepala ku tertunduk pada dinding.
“kau oke, bro?”
Aku menoleh, dia si kapten football pirang tadi pagi. Aku menjadi sangat malu karena dia melihat tingkah ku yang aneh barusan, aku mengatur nafas sambil menatap nya, “yah.. Aku, aku baik-baik saja,”
Dia menatap ku bingung, lalu perlahan mengangguk, “oke..” dan berlalu.
“sial.”
**
Seseorang mengetuk pintu.
Barulah aku sadar kalau aku tersadar dari tidur, mata ku terbuka cepat dan langsung mengarah kepada Nash yang pulas di ranjang nya. Ketukan itu datang lagi. “Nash,” panggil ku, “coba kau lihat itu siapa,”
Tapi Nash tidak bangun juga. Aku mengumpulkan energi untuk bangkit dari kasur yang selalu menjadi benda yang paling kalian cintai setelah malam sambutan mahasiswa baru yang melelahkan. Aku berjalan setengah sadar untuk mengecek siapa yang datang. Keika aku membukanya, Dia kapten football itu, “wah, kenapa kau belum juga siap?”
“siap untuk apa?”
“latihan untuk seleksi? Memang nya kau sudah sejago apa?”
“Ya ampun,” gumam ku, “aku bangunkan Nash dulu,”
Ernest’s POV
“Jadi kau suka sejarah?” Isabelle lagi-lagi mengajak ku bicara setelah aku meletakan buku kisah Anne Frank yang diangkat dari buku harian nya yang ditulis semasa Perang Dunia II. Aku tersenyum padanya, “tidak juga.”
“Saudara kembar ku tergila-gila pada sejarah, dia dikelas sebelah.” katanya.
Yah, aku tidak bertanya, Isabelle. Aku cuma tersenyum lalu berpura-pura menulis sesuatu di kertas lembar padahal aku cuma mencoret-coret.
KAMU SEDANG MEMBACA
Opposites 2 [c.d]
FanfictionErnest seharusnya berhutang budi pada Cameron, cowok yang menyelamatkan nya dipantai dan mati-matian melindungi nya. Bukan nya malah pergi dengan senyuman lebar dan meninggalkan Cameron dengan ancaman bahaya teror telfon yang mengubah diri nya sendi...