Teman bagaikan bintang di langit, kau tidak selalu bisa melihat mereka, namun kau tau bahwa mereka ada ---Tonya Hurley
❌❌
Ernest's POV
"Aku tidak takut,"
Aku menoleh, Erena Hood memasang wajah tegas dan mengintimidasi menatap kami, tidak, ia menatap Isha marah, "Aku tidak takut dengan mu."
Isha menoleh kearah ku bingung, lalu kearah Erena. ia tertawa pendek dan sempat ingin berkata sesuatu tapi Erena menyelak, "Kau tak usah pura-pura bodoh," Ia bilang,
"Dan kau," katanya lagi sambil melirik kearah ku dan mengangkat jemarinya kearah ku, "Tertipu olehnya. Bagimana bisa kau sebodoh itu?"
Nada bicara nya, seperti api. Tenang, seirama, tapi panas dan berbahaya. "watch this" Lanjutnya.
Erena melangkah cepat menuju seorang pria tinggi dengan rambut keemasan yang berdiri membelakangi kami di depan loker sebrang. Cowok itu tersentak ketika Erena melingkarkan lengan nya keperut si cowok, ia menoleh kebelakang dan wajahnya memerah. Super merah.
"Apa.." Bisik ku tanpa menoleh pada Isha, "Yang ia lakukan?"
Isha tidak menjawab cuma tertawa pendek kebingungan sambil menggeleng.
"Apa yang--" kata cowok itu gugup.
Dan yang aku dengar setelah itu adalah tawa dari seluruh anak-anak yang entah dari kapan menontoni kami. Aku benci jadi tontonan, walau tawa itu ditujukan pada Erena dan cowok yang ia peluk.
"Oh, Jadi itu dia jadian dengan cowok bisu?"
"Wajah nya merah!"
"Jelas saja dia kan belum pernah di peluk perempuan."
"Memang siapa yang mau memeluk nya?"
"Sialan," Erena melepas pelukan nya, tapi ia tau meneriaki kumpulan anak tidak akan ada artinya, "Mau apa? Rahasia nya sudah terbongkar."
Isha mengedipkan mata beberapa kali, "Untuk apa kau memeluk cowok itu kapten? Dan kenapa--"
"Aku tidak tahan lagi oke?! Berhenti menjadi bisikan sesat! Hentikan apapun yang kau rencanakan pada anak ini!"
Erena menunjuk ku ketika mengucapkan 'anak ini'. Aku tidak mengerti apapun yang ia katakan, seolah ia menuduh Isha merencanakan sesuatu pada ku. Otot ku menegang, Aku jadi ketakukan saat ini.
"Kau pasti sudah tau ini," ia melempar sebuah koran ke wajah Isha, Aku menjulurkan leher mendekat dan membaca. Rasanya aku kenal gadis di koran itu, tapi siapa? "Teman mu kan? Ulah mu kan? Seharusnya kau sadar setelah aku berhenti mengikuti geng mu itu yang sangat terobsesi dengan Cameron!"
"Hah?"
Erena melirik ku, aku juga tidak sadar aku berkata 'hah' tepat ketika mendengar nama Cameron di sebut-sebut.
Geng? Obsesi? Cameron?
Aku melirik Isha untuk menghindari kontak mata dengan gadis yang murka ini, raut wajah nya di tekuk, dan pipinya memerah. Selain itu tubuhnya bergetar.
"Kau boleh tanya apa yang ku maksud padanya sekarang," perintah Erena, "Ayo. Kau pasti mengerti maksud ku kan, Isha?"
"Aku melakukan itu untuk mu, pengecut!" Teriak Isha, "Lalu kau meninggalkan kami, kau itu sialan!"
Aku menoleh pada Erena yang memasang wajah merendahkan sambil tertawa pendek, "Aku ga--"
"Kau menyukai Cameron!" teriak Isha, jantung ku berdetak hebat, tidak percaya dan takut, "Aku melakukan ini untuk mu! Kau pengecut karena tidak berani mengakui sendiri perasaan mu dan aku membanti mu, juga perempuan di koran ini!"
"Lantas kenapa ia masuk koran? Kau yang pengecut! Kau cuma bisa menyuruh teman-teman mu untuk menguntit Cameron ya kan?!" Isha membisu sambil terisak kesal, Erena melirik ku kembali, aku mulai berkeringat, ia sangat seram. "Anak ini sengaja memisahkan dirimu dengan nya dengan membuat mu jadian dengan cowok lain."
"Permisi, nona. Tapi itu seratus persen kemauan Jack, oke? Jack menyukai Ernest sepenuh hati. Aku tidak pernah ikut campur." Sela Isha cepat sambil melangkah mengintimidasi Erena, Isha melirik cowok pirang di belakang Erena yang wajah nya masih memerah, "Urusi sana, korban mu."
Raut wajah Erena mencair menjadi tampang bersalah.
Dan parahnya, beberapa anak menertawai Erena dengan keras. Aku bisa merasakan kemarahan yang berkobar hanya dengan melihat raut wajahnya.
"Kalau boleh bilang," Kami semua menoleh pada suara yang tidak asing dari sekumpulan anak yang tertawa, tapi aku tidak bisa menemukan si pemilik suara. Lalu secara bergantian, anak-anak dari barisan belakang mundur untuk memberi seseorang jalan hingga orang itu menampakan dirinya, Jack. Wajahnya tegas, kedua tangan nya di masukan ke dalam kantung celana jins. Dan kacamata hitam bergantung di hidungnya, ia bergumam, "Aku sudah tidak tahan bersandiwara untuk mu, saudari ku."
Erena menjentikan jari senang, "Aku nggak kenal dia jadi kita tidak sekongkol."
Isha meminmjat ringan pelipis nya dengan ujung jemari dan aku baru sadar ia mengecat hitam kuku nya.
"Isha?" suara ku menyerak, aku ingin menangis ketika melihatnya menangis, Lalu Isha melangkah cepat meninggalkan ku, kemudian ia berlari. Aku mengoper pandang ke arah Jack.
Baru saja ingin membentak, Erena menahan lengan ku, "Bukan salah nya. Dia juga korban seperti kita."
"Apa maksud mu? Bicara mu sangat membingungkan." Aku menggeleng.
Belum sempat Erena bicara, Jack sudah mendarat membahu di samping Erena, "Ia menekan ku untuk melakukan ini."
"Untuk membuat hubungan mu dengan Cameron lenyap. Singkat cerita, Isha sangat tergila-gila dengan Cameron, si mahasiswa Alcippe. Kau di bodohi, Ernest. Hati mu sudah di bajak." Tambah Erena.
Aku menyenderkan tubuh ke loker. Tatapan ku kosong dan mulai berpikir macam-macam. Sungguh memalukan, kupikir Jack betul-betul tulus. Aku tidak bisa marah padanya. Aku tidak bisa marah pada siapapun, kecuali diriku yang bodoh. [ ]
❌❌❌
Oke ini ngeselinn.
KAMU SEDANG MEMBACA
Opposites 2 [c.d]
FanfictionErnest seharusnya berhutang budi pada Cameron, cowok yang menyelamatkan nya dipantai dan mati-matian melindungi nya. Bukan nya malah pergi dengan senyuman lebar dan meninggalkan Cameron dengan ancaman bahaya teror telfon yang mengubah diri nya sendi...