4 - Disconnected

4K 418 11
                                    

"You are my getaway, You are my favourite place , We put the world away ,Yeah we're so disconnected"---5 Seconds of Summer

Camron's POV

“Dan dia, pernah menggoda empat gadis sekaligus,”

Kami menjaga suara kami, yang tengah menggosipi pelayan tadi. Ariana menurunkan buku nya aku dan dia masih tertawa geli gara-gara semua gosip itu.

“ugh, Cam,” aku menoleh pada Nash yang berjalan sambil menepuk-nepuk baju nya yang basah dengan wajah kesal, “aku ingin kembali sekarang,”

Aku menoleh pada Ariana, “oke, pacar ku sebentar lagi datang. Kalian bisa duluan,”

“tidak, aku akan menunggu sampai pacar mu datang,” kata ku.

“tidak, tidak.” bantak Ariana. “aku akan baik-baik saja,”

“Ayo, Cam.” Nash menggoyangkan kepala nya, “dia bilang oke.”

Aku mendesah, “oke, sampai nanti.”

“dah,”

Ernest’s POV

“Apa yang kau lakukan sih?” Isha mulai tidak sabar karena aku mengajak nya bersembunyi di balik tiang penyangga di mall.

Aku melirik belekang, seorang cowok keluar dari restoran mexico itu, dan berjalan kearah yang berlawanan dengan posisi ku. Aku menyipitkan mata untuk memandangnya lebih jelas dia berjalan agak jauh lalu berbalik badan menatap pintu masuk restoran itu, benar. Itu Cameron. Kenapa dia disini?

Dan gadis tadi?

Aku tertunduk. Menahan segala emosi dari lubuk hati.

“oke,” kata ku pendek. “ayo pulang,”

Lalu aku berjalan dengan arah yang berlawanan dengan Cameron. Jack dan isha menyusul sambil berlari kecil. “ada masalah?” tanya Jack. Aku menggeleng, “aku salah orang.” Jack ber-oh-kecil.

-

Dirumah Jack, Aku cuma duduk dengan kepala diatas meja dan membiarkan rambut teruarai menutupi wajah ku. Untung saja, Jack dan Isha sangat sibuk dengan buku baru itu sehingga tidak menyadari kesedihan ku.

Tapi, namanya juga jatuh cinta. Tidak ada salahnya, namanya juga jatuh cinta.

Itu seperti jatuh karena terpelest lantai yang licin, cinta bisa membuat mu sakit karena jatuh secara tiba-tiba. Namanya juga, Jatuh cinta. Aku tinggal memilih harus bangkit dan obati luka ku, atau menunggu seseorang datang membantu ku berdiri. Tapi siapa yang akan membantu ku berdiri? Tapi, untuk bangkit itu juga tidak mudah. Kadang, sakit hati lebih kuat dari nyali ku. Mereka juga lebih berani dari aku. Pemikiran dangkal ku ini, membuat ku menangis perlahan. Sulit rasanya untuk tidak bersuara karena dada ku terasa sangat sesak.

“Ernest, kau mau minum apa?” tanya Isha kemudian.

Aku terdiam tidak menjawab, sebenarnya aku sangat butuh minum untuk menghilangkan sesak di dada ku karena ibu selalu menyuruhku untuk minum setiap kali aku menangis dan hasilnya sangat memuaskan. Aku ingin bilang air, air, air, tapi aku takut suara ku membuat mereka tau kalau aku sedang menangis.

“Hei,” Jack mengguncangkan lengan ku, “Hei, bangun,”

“memang nya dia tidur?” ujar Isha.

“Kurasa?”

“Tapi dia bersuara, seperti bernyanyi.”

“A--” kata ku, Aku mengambil nafas dalam-dalam, bersiap untuk mengatakan nya, “Air.”

Dan aku tidak berhasil.

“Ernest? Kau tidak apa?” Jack mengguncangkan lengan ku lagi. Seseorang, mungkin Isha mengelus punggung ku lalu hawa hangat nya datang disekitar leher ku, “Tunggu, sejak kapan kau menangis?”

Aku ingin berteriak, ‘aku tidak menangis’ tapi pasti suara ku pecah. Jadi aku cuma diam.

“Apa terjadi sesuatu?” tanya Isha.

Karena tidak tahan akan emosi ku, aku mengangkat kepala dan kusadari kaca meja mereka dibasahi air mata ku yang menggenang lalu kupeluk Isha, sambil meraung.

“apa?” Jack tidak percaya, “sejak kapan dia..?”

“Baru saja, tapi aku sudah menangis dalam hati sejak di Mall.” kata ku sambil meraung sehingga suara ku tidak jelas.

“Jack, coklat panas, cepat!” seru Isha, Jack pun langsung berjalan cepat ke dapur.

-

“sudah ku bilang aku tidak mau menceritakan pada kalian.” bentak ku. “Aku cuma dimainkan oleh perasaan ku,”

Aku meneguk coklat panas ku lagi.

“coklat buatan mu enak, Jack,” ujar ku sambil meneguk lagi.

“Oke, kalau memang kau tidak apa-apa.” Kata Jack sambil menghela nafas. “Kapan kita akan kerumah Will Dagna?”

Aku nyaris menyemburkan coklat panas ke wajah nya. Aku menelan coklat itu. “jadi kau serius mau ke New Jersey?”

“Serius, kita bisa naik kereta. Sehari saja, lalu kita pulang.” Saat Jack berkata begitu, Bel rumah Jack berbunyi dan Isha berjalan untuk melihat itu siapa.

“oke, kalau itu mau mu.”

“Kapan kita pergi?”

Aku mengerutkan dahi sambil berfikir kapan aku bisa, sebelum aku bicara Jack sudah mengatakan nya, “minggu depan?” Aku menatap nya, lalu mengangguk. “oke.”

Cameron’s POV

“Aku sudah tidak tahan!” Aku melempar iPhone ku ke atas kasur sehingga itu memantul dan akhirnya tersangkut ditumpukan bantal-bantal.

“sudah ku bilang, kau tidak akan tahan,” timpal Nash.

“menurut mu dimana Will menyembunyikan orang ini?”

“Will kah, yang meneror mu?”

“Siapa lagi? Dia pasti tidak akan merelakan kehidupan damai ku setelah menyelamatkan anak nya. Itu pasti Will, bukan gadis-gadis psikopat seperti teori mu,”

“Menurut ku sih, dia disekitar sini.”

“Bagaimana bisa aku mencari nya, aku saja tidak tau orang ini umurnya berapa, perempuan atau pria dan wujud nya seperti apa,”

Panggilan itu kembali datang, dengan nomor yang sama; 7512. Aku mendesah kesal dan langsung mengambil iPhone ku dan menarik jaket ku. Lalu membuka pintu, Nash berteriak “hei, mau kemana kau?”

Dan aku menjawab sambil menutup pintu. “Aku akan ganti nomor ku,” [ ]

Thanks for reading!

Jangan lupa vomments yahh, I need your opinion to keep the story fun, better and better.

Story yang ini, sepertinya bakal lama di update per chapter karena urusan dunia nyata yang makin melelahkan :(

have a nice day!

Opposites 2 [c.d]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang