11 - Analisa Nash

3.9K 373 5
                                    

Kau berdoa untuk hujan, Kau harus berurusan dengan lumpur nya juga --Denzel Washington

Ernest's POV

"Besok adalah final, aku sangat berharap kau datang,"

"Um... Begitu, ya?"

"Bagaimana? Kumohon datanglah, Kau bisa menjadi anggota koran sekolah yang paling top nantinya!"

"Ah.." Aku tertawa, "Aku bicarakan pada Ibu dan Ayah dulu, karena ayah biasa nya mengajak kami berlibur di hari Minggu,"

"Aku mau dengar kabar baik, sampai nanti!"

Aku mengakhiri panggilan, yang tadi itu Erena. Sebenarnya, aku tidak enak hati dengan nya karena tidak datang ke pertandingan nya, tapi dia belum terlalu dekat dengan ku, tidak seperti Isha. Walau memang Erena adalah cewek yang supel, tapi aku bakal merasa tidak nyaman kalau hanya berdua dengan nya.

Lalu aku diminta ibu ku untuk makan malam bersama ayah ku di lantai bawah. Ayah (baru) ku belum begitu dekat dengan ku. Jadi terkadang agak canggung dan point penting nya; Aku belum pernah merasakan kasih sayang seorang Ayah.

Dia punya rambut pirang yang terang dan potongan nya rapih dan tipis. Mata nya berwarna hijau gelap. Postur tubuh nya tidak jauh berbeda dengan Will. Mungkin itu daya tarik utama yang Ibu ku sukai dari seorang pria. Yan aku tau, dia kerja di bank.

Seperti biasa, aku hanya diam di setiap makan malam mendengarkan obrolan kedua orang tua ku. Belum lagi soal tadi sore, ketika Ibu ku berkomentar tentang Jack.

Aku memperhatikan perut ibu ku, ini hanya aku atau memang perut nya besar? Lalu iPhone ku berdering, sebuah pesan dari Jack. Dan disitu aku baru sadar, Jack sudah menjadi pacar ku.

Aku sendiri juga tidak tau kenapa, saat itu aku seperti disihir oleh kata-kata manis Jack dan tanpa ragu aku bilang 'ya' pada nya. Kenapa aku melakukan nya? Itu kan sangat terburu-buru.

"ekhm," gumam ibu ku saat aku menulis balasan dari pesan Jack. Aku terhenti. Tanpa mengangkat kepala, aku melirik ibu ku yang sudah menatap ku tajam. Ayah ku juga ikut melirik.

"Lihat dia, seharian pergi jauh bersama seorang cowok dan sekarang mencuri-curi waktu saat makan malam," kata ibu ku cepat.

Aku malas berdebat, jadi aku mengalihkan pembicaraan. "Kau gendutan, ya bu? Tapi hanya perut mu saja entah kenapa. Tapi pipi mu tetap tirus kok," kata ku datar. Lalu ayah ku tertawa, aku melirik nya bingung.

"Bajingan itu memang mengajari anaknya dengan buruk," kata Ibu ku menghela nafas, "Aku kan pernah katakan padamu, kalau aku sedang hamil,"

Aku mengedipkan mata beribu kali dan melotot, "Hah?" Dan ayah ku masih tertawa sambil menggeleng. "Rupa nya kau tidak mendengarkan ku, ya"

"Ya ampun, aku benar-benar tidak ingat hal itu," kata ku kaget. "Aku akan punya adik?"

Ayah ku mengangguk, "Enam bulan lagi, oke?" katanya.

Aku mengerjapkan mata tidak percaya dan Ibu ku hanya menggeleng kecewa.

"Ernie," Kata ibu ku semenit kemudian, setelah piring nya kosong. Aku menoleh sambil meminum air putih ku, "Gina memberimu nomor yang salah, ternyata Cameron sudah mengganti nomornya--,"

Aku menyemburkan minum ku dan seperti nya hidung ku kemasukan air, itu sakit sekali. Ayah ku langsung mengusap punggung ku sambil berseru "Ya tuhan!" Lalu aku terbatuk dengan hidung yang merah, "Dia melakukanya?"

Ibu ku megoper selembar tisu pada ku, dan mengangguk, "Ya, sayang. Kau ingin nomor nya?"

Aku mengusap hidung dan mulut ku dengan tisu. Cameron mengganti nomornya, padahal dia berjanji TIDAK AKAN mengganti nomor nya sampai aku menghubungi nya. Hati ku sedikit panas akan itu. Dia benar-benar melupakan ku.

Opposites 2 [c.d]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang