Nobody dies a virgin. Life fucks us all -- Kurt Cobain
❌
Cameron’s POVSaat aku bangun, hidung ku langsung di sengat bau tidak sedap. Aku bangun dengan kepala yang terasa sangat sakit. Dan aku juga tidak ingat kalau aku tidak membuka sepatu saat tidur. Aku melirik ranjang Nash, dia tidak disana.
Mata ku sangat berkunang-kunang. Seperti banyak kotoran putih yang menghalangi pandangan ku. Beberapa kali aku mengedipkan mata dan berusaha fokus.
Bau tidak sedap itu, sepertinya berasal dari diriku sendiri. Aku duduk di pinggir kasur, lalu melepas dan melempar sepatu ku ke sudut ruangan. Lalu aku mengecek jam di iPhone ku yang masih ada di dalam saku celana jins. Bagus, aku akan ikut kelas malam. Karena tidak mungkin aku datang ke kelas pada pukul 12 siang.
Aku masih bingung kenapa aku bangun dengan pakaian seperti ini. Yang kuingat aku bermimpi bertemu Ernest, tapi mimpi itu sangat nyata.
Pintu terbuka, Nash masuk dengan tas di punggung nya, dia melihat ku sambil menutup pintu, “Sudah bangun ternyata,”
“Kenapa alaram ku tidak bunyi? Kenapa kau tidak bangunkan aku?” kata ku kesal.
Nash menatap ku tajam, lalu menoleh ke kiri menunjukan pipi kanan nya yang sedikit membiru. “Kau menendang ku, aku sih tidak mau ambil resiko,”
Aku malah tertawa keras, “Oh, Maaf, dude. Tapi itu--” aku tertawa lagi. “Maaf,”
“Cepat telfon dia,” kata Nash sambil membuka sepatu, dan meletakan sepatu ku yang berserakan di lantai ke tempat nya.
Aku menatapnya, “Telfon siapa?”
“Tentu saja Ernest,” Nash membuat ku terkejut, “Kalau kemarin malam kau tidak sedang mabuk dan tidak terlalu malam, kita bisa membicarakan teror itu pada nya langsung, pilihan mu benar-benar payah,”
“Ernest? Aku bertemu dia saat sedang mabuk?” Kini aku mulai kecewa dengan diri sendiri. “Oke, itu gila. Jadi itu bukan mimpi? Sialan. Aku tidak ingat hal itu. Dimana nomor nya?”
“tentu saja di handphone mu,” Nash duduk di samping ku, “ayo, cepat.”
Aku tidak percaya kami bertemu dan aku punya nomor nya. Aku langsung mencari-cari di kontak telfon ku dan aku dapat. Tanpa pikir panjang, aku menelfon nya.
Lama, tidak di angkat.
Tiba-tiba Nash tertawa geli. Aku menatapi nya bingung, aku berharap ini bukan jebakan lelucon basi Nash yang suka menukar-nukar nama di kontak telfon seseorang dan membuat nya bingung.
“Dia kan masih SMA, pasti masih di sekolah.” kata Nash. “Setau ku Highland High bubar jam satu,”
“Jam satu, bagus.” aku pasrah, “klub mulai jam satu,”
Ernest’s POV
Sambil keluar dari kelas, aku berjalan dengan mata tertuju pada layar iPhone ku, Cameron baru saja menelfon setengah jam yang lalu. Kalau ibu tidak memberiku nomor Cam saat itu, mungkin aku tidak akan peduli sekarang. Tapi Cam, kukira dia lupa karena mabuk, tapi dia menelfon.
Ini sangat.. Membuat ku pusing.
“Ada apa?” Isha muncul di punggung ku sambil berusaha mengintip ada yang ada di layar iPhone ku, aku menggeleng sambil tersenyum, “Tidak,”
“Oke, ayo.” Ajak nya, baru saja aku mulai melangkah aku mendapati telefon masuk, aku berhenti dan rasanya jantung ku juga berhenti ketika melihat namanya di layar iPhone ku, aku mengatur nafas dan membiarkan suhu badan ku meningkat begitu saja karena gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Opposites 2 [c.d]
FanfictionErnest seharusnya berhutang budi pada Cameron, cowok yang menyelamatkan nya dipantai dan mati-matian melindungi nya. Bukan nya malah pergi dengan senyuman lebar dan meninggalkan Cameron dengan ancaman bahaya teror telfon yang mengubah diri nya sendi...