10 - Matthew

3.8K 377 6
                                    

Mata mereka penjara kita; Pikiran mereka sangkar kita --Virginia Woolf

[TRAILER ON MULTIMEDIA]

Cameron's POV

Tunggu dulu, kenapa aku memanggil Matt.

Sekarang Matt melirik kebawah dan melambai semangat. Aku melambai lemah karena ingat waktu itu. Nash menyerukan teriakan pada Matt. Setelah pertandingan usai, dan dimenangkan oleh Highland High yang akan masuk final nanti, aku menemui Matt di bangku penonton yang kelamaan jadi sepi.

"Long time no see!" Kami ber-tos dengan senyuman dimasing-masing bibir. Lalu aku duduk disebelah nya. "Bagaimana bisa kau disini?"

"Aku ingin menonton teman lama ku," katanya sambil mengarah ke lapangan, aku tidak mengerti yang dia maksud. "Aku disini bersama kakak nya, itu"

Aku mengikuti arah mata Matt, yang kudapatkan seorang cowok dengan kulit kecoklatan dan rambut gelap mengobrol dengan seseorang yang lain, Aku tau dia, kami berada di kelas yang sama. Cowok itu pasti yang di maksud Nash, karena aku baru sadar.

"Aku tau dia," Kata ku masih tidak percaya, "Dan adik nya mirip sekali dengan junior ku di Houston."

"Ya, itu memang dia. Aku tau." Matt tersenyumsenang.

Aku melotot, "No. Way."

"Dia sendiri yang bilang padaku,"

"Dia bilang padamu?!" Suara ku mulai mengencang dan menekan. Matt mengangguk.

"Kenapa?" tanya Matt.

Tolong jangan katakan, ini bukan mimpi.

"Ti-tidak, um, Tidak apa-apa," Aku menggeleng.

"Benarkah?"

"Tentu, oh," Aku mengalihkan pembicaraan, "Waktu itu, kalau boleh tau, um, sebelum nya, tolong jangan katakan siapapun aku bertanya soal ini, dan ini tidak bermaksud macam-macam,"

Matt mengangguk.

Aku mengatur nafas, "Apa yang kau bicarakan pada Ernest?"

Matt lalu memandang ku dengan geli dan mulai terbahak-bahak, "Kau sungguh menyukainya,"

"Tidak,tidak, aku tidak ada maksud seperti itu,"

"Santai saja, Cam. Aku bukan ingin memacari nya, lagi pula, aku... Jatuh kepada yang lain dan itu yang kubicarakan padanya waktu itu."

"Apa?!" aku tersentak kaget, "Kenapa kau ini?! Sudah jelas dia pernah punya rasa pada mu, Matt!"

Matt melotot, "ah, apa?"

"Apa?! Kau tidak tau?!" Aku mulai berteriak kesal. Lalu aku menunduk sambil menyentuh hidung sesaat dan menatap Matt yang masih syok. "Dia bilang kau dan dia sangat dekat."

"Ya memang, kami selalu bersama dulu. Tapi aku tidak pernah berfikir dia menyukai ku,"

"Dan kau mengatakan kalau kau suka gadis lain?" Aku menggeleng, "Dia pasti sakit hati, Matt,"

"Hah?" Matt mengangkat alisnya.

Ernest's POV

"Sampai jumpa!" Jack berteriak sambil berlalu, aku melambai padanya di beranda rumah sambil tersenyum.

Hari ini luar biasa, tidak biasa.

Setelah Jack sudah tidak jelas untuk dilihat mata, aku barulah masuk kedalam rumah dengan wajah berseri-seri dan melepas boots ku. Ibu sedang menonton TV ketika aku lewat untuk menaiki tangga kayu menuju kamar ku, lalu dia memanggil ku, "Ernie,"

Langkah ku terhenti, "Ya?"

Dia menoleh kearah ku, "Sini sebentar," katanya.

Aku mulai curiga dia akan memarahi ku karena pulang terlalu sore atau apa, tapi aku menurut dan duduk di sofa di sebelahnya.

"Apa yang kau lakukan seharian?" Wajah ibu ku menjadi sangat keras, tidak ada senyuman seperti biasa nya. Dan itu mulai membuat ku risih.

"Pergi ke Central Park dan makan makanan gratis sebanyak-banyak nya," jawab ku.

"Bersama?" Dia menekankan kalimatnya sambil melototi ku. Aku mendecak,

"Jack."

"Hanya Jack?"

Aku memutar bola mata ku dan menyender di sofa, "Kita hanya berteman. Dia tidak menyentuh ku."

"Aku tau sulit bagimu untuk menolak, apalagi ini masa remaja mu. Ernest, dengarkan aku, Aku tidak ingin kau kembali gila seperti dulu kalau-kalau kau sakit hati suatu saat,"

Aku tertawa kesal, "Kita hanya berteman, oke?"

"Bagaimana kalau malah menjadi? Aku tidak rela kau menjadi stres lagi suatu saat, aku tidak akan mengurusi mu."

"Oh, baiklah!" seru ku, "Itu jauh lebih baik,"

Lalu aku pergi mengabaikan panggilan Ibu ku yang mulai marah sambil membanting dan mengunci pintu kamar ku.

Lalu aku menjatuhkan diri di kasur, dan menatap langit-langit. Yang tiba-tiba muncul di benak ku adalah,

Bodoh. Apa yang ku lakukan?

Cameron's POV

Dia disini, dia tidak boleh mengetahui aku disini.

Aku langsung masuk ke kamar dan mengunci nya, padahal Ariana mungkin masih membutuhkan ku.

Aku berfikir sejenak apa yang harus kulakukan disini, padahal di luar sangat seru. Lalu aku melihat buku catatan yang Ernest berikan, dan aku langsung menulis apa yang terjadi hari ini.

Aku hanya menulis tentang betapa keren nya acara hari ini. Itu saja. Lalu handphone ku berdering. Aku melirik, itu Ibu ku. Tanpa pikir panjang, aku langsung mengangkat nya, khawatir dia sedang dalam masalah.

"Halo, nak. Bagaimana kabar mu?"

Baguslah, Ibu ku tidak terdengar terisak.

"Cool. Bagaimana dengan mu bu? Semua baik-baik saja?"

"Um,"

Begitu mendengarnya, aku tau sesuatu terjadi. Aku hanya berharap dia atau Sierra tidak kenapa-kenapa.

"Ibu sedang di kantor polisi--"

"Hah?! Kasus baru, atau peramporak minggu lalu?"

"Um, Kasus baru,"

Aku menghela nafas, bukan menghela karena lega. Justru sebaliknya, "Katakan padaku, bu."

"Fernando meninggal."

"Tunggu, siapa Fernando?"

"Keamanan yang ibu pekerjakan setelah perusak itu datang, aku belum tau akibat nya. Yang jelas tidak ada tanda-tanda kekerasan,"[ ]

❌❌

Hope you enjoy, don't forget to vote and comments! I do feedback sometimes hehe, have a nice day!

Opposites 2 [c.d]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang