Dan ada pemandangan indah namun tiada yang bisa melihat nya karena semua orang di pulau sedang berkata; Lihat aku! Lihat aku! --Laurie Anderson.
❌❌
Cameron's POV
Bahkan sehaus apapun aku ketika gugup kopi di hadapan ku tidak punya daya tarik lagi. Semua mahasiswa Alcippe di introgasi dan di gledah. Bernasib buruklah mereka yang satu gedung asrama dengan ku karena jam bebas mereka terpakai habis untuk mengantri masuk ruang tanya jawab Curtis.
Curtis kembali dari acara 'jalan-jalan santai' nya dan masuk ke dalam ruangan lalu menepuk pundak ku dari belakang, "Cameron?"
Aku menoleh, tidak berkata apapun lalu Curtis duduk di hadapan ku.
"Kau baik-baik saja?" dia bertanya.
"Itu yang ku mau." aku membalas.
"Hei," Curtis melanjutkan, "Siapa yang meninggalkan ruangan terakhir, kau atau Nash?"
"Nash."
"Kalian berdua punya kunci masing-masing?"
"Kami di beri 1 kunci cadangan yang aku pegang sekarang, dia memegang kunci yang lain."
"Coba lihat," Curtis menyodorkan lagi foto yang nomor aneh itu kirim, "Apa kau ingat sudah menutup jendela?"
"Ya," aku mengangguk, di foto itu jendela tertutup rapat karena kemarin pagi aku maupun Nash tidak membuka nya. "Aku membiarkan nya tertutup."
"Itu berarti, orang ini punya kunci. Sayang nya yang memegang kedua kunci adalah kalian. Boleh ku lihat kunci mu?"
"Ada di dalam tas ku,"
Curtis berjongkok dengan kedua sarung tangan menyelimuti jemari nya, ia mengorek isi tas ku beberapa menit lalu terdiam, dan memandang ku. Itu bukan suatu pertanda baik. Dia menatap ku lalu menggeleng.
❌
Karena dituduh menjatuhkan kunci, aku sekarang meratapi setiap inci rerumputan untuk mendapatkan nya kembali. Nash masih dalam perjalanan dari-- entah dari mana menuju kesini agar mereka dapat masuk ke kamar kami tanpa merusak fasilitas kampus.
"Hei, bung," Aku mengangkat kepala, itu Kian, "Kalau teman mu sudah kembali, sebaiknya ia segera temui Curtis."
Aku memutar kepala ku kebelakang, "Dia sudah disini, kok."
Nash datang di giring seorang polisi, dan seorang perempuan muda dengan piyama dan topi biru, kalau aku benar namanya masih Ernest.
Kian langsung mengenakan sarung tangan karet nya dan menangkap kunci dari Nash dan berkata, "Terimakasih sudah tepat waktu." dan berlalu bersama polisi di belakang Nash.
"Hai Cameron, apa kabar?" Senyum Nash, dan aku hanya memutar bola mata.
"Apa kau melihat nya?" Sambar Ernest, perhatian kami tertuju pada gadis yang mata nya merah dan sembab ini. Aku mengerutkan dahi,
"Apa maksud--"
"Ibu ku, mereka juga membawa nya kesana, apa kau melihat nya?" dia memotong.
Aku tidak yakin wanita yang kulihat beberapa jam lalu itu ibu nya ketika mengingat apa yang Curtis katakan tentang mayat ibu Ernest, tapi pertanyaan Ernest seolah membuat kesimpulan di otak ku dengan cepat, bahkan aku mengatakan kesimpulan itu,
"Dia bukan ibu mu."
Mata Ernest menyipit, begitu pula Nash. Ernest menatap ku tajam, bingung, dan sedih, semua jadi satu dalam satu tatapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Opposites 2 [c.d]
FanfictionErnest seharusnya berhutang budi pada Cameron, cowok yang menyelamatkan nya dipantai dan mati-matian melindungi nya. Bukan nya malah pergi dengan senyuman lebar dan meninggalkan Cameron dengan ancaman bahaya teror telfon yang mengubah diri nya sendi...