7 - Suspicious

3.9K 417 5
                                    

"ini akan sangat lama.. Aku tak tahan lagi memikirkan apakah kau mengerti aku hanya perlu sentuhan tangan mu di balik pintu yang tertutup" ---Vince Clark






Cameron's POV

"Halo, bu?"

Ibu ku menelfon tepat pada pukul 4 pagi, awalnya aku sangat senang karena ku pikir dia akan memberiku nomor Ernest tapi dia malah terdengar terisak dan nafas nya sangat tidak beraturan dan berkali-kali mengatakan "Ya tuhan, ya tuhan,"

"Kau baik-baik saja?"

"Sama sekali tidak,"

"Bu, ada apa?"

"Entahlah, Cameron ibu mungkin kerampokan atau apa aku tidak mengerti. Rumah sangat berantakan--- Ya tuhan,"

Ibu ku terisak untuk keseribu kali nya, "Bu? Bu?" ulang ku panik.

"Ibu sangat frustasi," Itu suara Sierra yang kali ini terdengar lemah.

"Sierra, ada apa disana?"

"Ibu berteriak pagi buta lalu aku bangun dan rumah sudah hancur berantakan, kau tau, lampu meja pecah, isi kulkas bertebaran, laci-laci bergeletak, kamar mu terbuka dan kasur mu berantakan, kamar Ernest berantakan, masih banyak lagi. Aku tidak tau ini harus disebut apa, tapi tidak satupun barang berharga hilang."

"Tidak mungkin."

"Kau baik-baik saja disana?"

"Ya aku baik-baik saja, Panggil polisi, Sierra. Mereka akan membantu,"

"Ya mereka mungkin akan disini beberapa jam lagi, aku mungkin akan mempekerjakan keamanan. Karena rumah akan sangat kosong setiap hari kerja."

"Oke, Oke. Apa pintu nya di jebol? Dari mana si perusak itu masuk?"

"Aku masih tidak paham, sepertinya lewat pintu dapur atau loteng. Tidak ada tanda-tanda,"

"Ya ampun."

"Cam, apa kau sudah bertemu Ernest?"

Aku menghela nafas lalu bersender di dinding tempat tidur ku. "Belum,"

"Padahal dia juga di Bronx, kata ibu. Menurut mu ini berkaitan dengan nya?"

"Aku masih belum paham, kalau mereka tidak mencuri harta kita berarti dia mencari sesuatu yang lain,"

"Tidak Cam,"

"Apa maksud mu?"

"Dia mencari seseorang,"

Ernest's POV

[after school]

Isha adalah anak baik, tapi akhir-akhir ini dia menjengkelkan, dia menjadi tidak pernah berhenti membicarakan Jack.

Itu agak menyebalkan, tapi dia satu-satunya yang menjadi teman bicara ku, perempuan antar perempuan.

Isha dan aku berbaring di kasur nya sepulang sekolah, kami mengobrol, tertawa, makan pizza, dan bergosip seperti anak perempuan pada umumnya. Dan aku merasa dia cukup baik memahami ku, untuk pertama kali nya aku, kurasa, punya teman baik perempuan.

"Jack bilang kau patah hati," secata tiba-tiba Isha berkata begitu, "Dengan cowok di mall? Katakan pada ku Jack salah,"

"Kau kan seharusnya tau aku tidak akan suka membicarakan nya," balas ku. "Tapi baiklah, Jack benar. Entah kenapa dia bisa begitu benar, Sha."

"Siapa cowok mall itu?"

"cowok mall? kau memanggilnya begitu?" aku tertawa, "um, aku tidak akan sebut nama. Dia.. adalah.. teman ku. Waktu masih di New Jersey. Kami cukup dekat, tapi aku sadar aku bukan tipenya."

Opposites 2 [c.d]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang