Memilih Puisi dari Sebuah Cerita

56 9 10
                                    


Mereka bertanya, mengapa aku memilih puisi

Padahal cerita, entah cerpen pun novel lebih enak dibaca

Kebanyakan lebih mahal pula harganya

Lebih mudah juga terkenalnya


Aku duduk, meminum kopi

Sembari menahan mulas yang kian mengelus pelan

Sudah berulang kali diingatkan untuk tidak meminum kopi

Sebelum melahap sarapan


Mari menjawabnya

Pertama, karena aku malas menuliskan cerita

Malas berpikir latar, plot, atau apapun namanya

Malas terjun menjadi salah satu tokoh di dalamnya


Tambahan jawaban

Tiada bisa melanjutkan cerita yang kubuat

Seolah tersesat ketika lama tak kulihat

Lalu memilih diam, berselancar di internet, tenggelam mengenaskan


Tidak, aku bercanda

Mengapa untuk saat ini aku lebih memilih puisi dibanding cerita

Kalian sama terhormatnya, kalian sama luar biasa

Kalian sama-sama pejuang, yang rela begadang demi menelurkan kata

Yang sehat lagi menyehatkan

Baik jiwa pun pikiran


Aku memilih puisi

Aku tidak perlu memotong diksi

Aku tidak perlu menentukan kapan waktu

Untuk sedih, gembira, terluka, sinis, bahaya

Aku bisa memiliki kepribadian lebih dari lima

Tanpa perlu menjadi penjahat

Aku sudah jahat

Tanpa perlu menerima honor dengan pedang di bahu tersemat

Aku sudah memanggul beban yang berat


Aku memilih puisi

Karena di sini aku bisa bercerita

Dalam empat kalimat

Dalam satu sajak

Lalu menggantinya pada sajak berikutnya

Jadi, apa bedanya dengan cerita?


Aku memilih puisi

Karena di sini tempat yang cukup bebas

Sampai kau habis dikritik masa

Tentang bagaimana kau merusak aturan perundang-undangan

Yang dibuat oleh para ahli

Dan kau akan dipaksa terlihat bodoh di hadapan mereka


Aku meminum kopi kembali

Setelah lega kubuang semua di toilet

Mereka terlihat bingung, melihatku geli

Melihatku bicara sendiri, di kursi tempat penjaga toilet


Achmad Aditya Avery

(Pandeglang, 16 Juni 2018)

Tentang Sepi, Posesif, dan Pikiran KotorkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang