Di persimpangan jalan
Antara Hutan Sepi dan Jurang Ketidakpastian
Shaneila berdiri, menatapku, penuh kekecewaan
"Aku selalu tahu apa yang kau pikirkan," ucapnya pelan
Dia mengalihkan pandangan
Lalu berjalan
Menuju Jurang Ketidakpastian
Dan kulihat, semua makhluk menatap kami heran
Kucing bertelinga kelinci yang sedang bermain catur
Awan setengah baya yang sedang menikmati kopi pagi
Pepohonan yang sedang bermain petak umpet
Semua kembali menghadapi hampa, bengong tiba-tiba
Sepasang sepatu yang kembali kasmaran
Karena sebulan lalu salah satunya terjatuh di empang
Hingga seorang kupu-kupu bersayap kelelawar datang menemukan
Mereka kembali lupa setiap kenang
Senandung katak dan tarian buaya taring lunak, pelipur lara
Kini, sang katak mati diterkam buaya, tak bersuara
Boneka beruang raksasa yang biasa memeluk lembut dan suka menyapa
Kini melukai pun memakan setiap makhluk di hadapannya
Buku tentang ruang imaji
Yang dipeluk Shaneila kini
Terbakar seiring embus napas yang semakin berat lalu berhenti
Seiring kulihat, dadanya tertancap kayu runcing yang dipegang tangan ini
Dia (Shaneila) tersenyum tenang
Hanya tersenyum tenang
Menatap langit magenta yang perlahan menghilang
Ruang imaji, kembali menjadi kamar sepi tanpa tenang
Achmad Aditya Avery
(Kamar Sepi Tanpa Tenang, 16 Juli 2018)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Sepi, Posesif, dan Pikiran Kotorku
PoésieTulisan ini, diawali dengan dia, dibumbui oleh cinta yang berlebihan, dilindungi oleh asa yang semu akan masa depan bersamanya. Tulisan ini, tidak hanya menceritakan dia, aku tahu itu, tapi karena dia, puisi -puisi ini bermula. Beberapa di antaranya...