Segelas air mineral panas, tidak hangat
Menggenggamnya pun membuat tangan tersengat
Pedih memang layaknya menggenggammu dari kejauhan
Memandangmu dari tembok kamar tanpa jendela bagai di perasingan
Segelas air mineral panas, bukan kobokan
Aku bicara padamu melalui asap dengan gumpalan
Juga uap, tanda dengan sekali sentilan, gelas diretakkan
Saking panasnya kau rela kehausan, menahan
Segelas air mineral panas, sebuah pilihan
Saat tiba di depan dispenser kecil, berhadapan
Kau bisa memilih air biasa, bahkan yang dingin menyegarkan
Tapi kau memilih yang panas, kau bilang menyehatkan
Sembari berpuisi, menyeruput sepi perlahan
Sambil mengenang dia yang kau tinggalkan
Achmad Aditya Avery
(Pandeglang, 16 Juni 2018)
Author note:
"Sambil mengenang dia yang kau tinggalkan" adalah kata terpedih yang pernah kutuliskan hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Sepi, Posesif, dan Pikiran Kotorku
PoetryTulisan ini, diawali dengan dia, dibumbui oleh cinta yang berlebihan, dilindungi oleh asa yang semu akan masa depan bersamanya. Tulisan ini, tidak hanya menceritakan dia, aku tahu itu, tapi karena dia, puisi -puisi ini bermula. Beberapa di antaranya...