Sebelum datang delapan Juli, dua ribu delapan belas
Aku mengunjungi batu tempatmu dulu duduk termangu
Sambil menatap hujan kopi hitam yang telah menjadi ampas
Shaneila duduk di samping batu, seolah duduk bersamamu
Kau harus membawanya kembali
Atau jika tidak, pastikan kau hancurkan ruang imaji dan semua
Aku tidak suka langit menumpahkan kopi
Tanpa pernah tanah menyiapkan cangkir untuk menampungnya
Shaneila masih mengoceh tanpa sedikit pun beranjak dari tempatnya
Suara bersahutan dari balik semak di sekitar kita
Sekawanan kucing liar menatap tajam, tak beretika
Menyampaikan pesan, bahwa rindu harus segera dipeluk atau dikubur begitu saja
Mereka mengeong dan entah kenapa aku mengerti apa yang dikatakan
Aku diminta untuk membalas pesan rindu darinya
Lautan yang dulu aku cinta, dan kini pun masih demikian
Meski sulit, aku coba percaya pesan rindu itu dibuat khusus untukku saja
Aku membalas, semacam sinyal SOS melalui kucing-kucing itu
Bersama mereka kusampaikan pesan ke udara
Kucing-kucing itu menghilang dalam sebuah lagu
Yang dinyanyikan katak pemain drama
Buaya bergigi lunak pun datang
Memanjakan kepala ini dengan pijat gigitnya
Shaneila tersenyum girang,
"Akhirnya, kau melakukan hal yang semestinya."
Achmad Aditya Avery
(Ruang Imaji, 9 Juli 2018)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Sepi, Posesif, dan Pikiran Kotorku
PoetryTulisan ini, diawali dengan dia, dibumbui oleh cinta yang berlebihan, dilindungi oleh asa yang semu akan masa depan bersamanya. Tulisan ini, tidak hanya menceritakan dia, aku tahu itu, tapi karena dia, puisi -puisi ini bermula. Beberapa di antaranya...