Dahulu ketika kucing liar beranjak dari persembunyian
Dan dirawat baik penuh perasaan
Dilihat tingkah laku manja dan berani berkorban
Saat itulah kau hadirkan kopi dan sebuah jam tangan
Jam tangan yang kebesaran, mungkin juga hasil patungan
Namun, jam ini membawa kamu, sebagai kenangan
Sayangnya, aku masih memiliki jam tangan
Pemberian Papa yang tak kalah penuh dengan kenangan
Lalu, aku mengabaikan jam tangan itu
Sama seperti aku dulu, berusaha mengabaikanmu
Karena kupikir, kau tak lagi menjadikanku
Sebagai satu-satunya yang kau tunggu
Aku menjadikannya barang pajangan
Yang semakin tak sengaja melihat, semakin perih dirasakan
Yang selalu memutar kenang, yang tiada sanggup dilupakan
Lelah, beragam pelarian tiada bisa mengalihkan
Aku adalah penyumbang perih terbesar dalam hidupmu, bukan?
Aku menyesalinya, tolong jangan kau balas demikian
Sekarang, aku mencoba percaya bahwa kita bisa bersama, berdampingan
Saat pertemuan terakhir kita, saat kita memulai kembali perjuangan
Tepat hari ini, jam tangan itu akhirnya kukenakan
Mengecilkannya ternyata tak sesulit dibayangkan
Jam tangan ini, adalah pengingat dari waktu singkat yang diberikan
Kesempatan terakhir, yang memberikan ketakutan
Aku men... anu...
Apa boleh kuungkapkan?
Aku mencintaimu, menyayangimu
Terserah, apa yang akan kau katakan
Achmad Aditya Avery
(Kamar Penuh Kekhawatiran, 16 Juli 2018)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Sepi, Posesif, dan Pikiran Kotorku
PuisiTulisan ini, diawali dengan dia, dibumbui oleh cinta yang berlebihan, dilindungi oleh asa yang semu akan masa depan bersamanya. Tulisan ini, tidak hanya menceritakan dia, aku tahu itu, tapi karena dia, puisi -puisi ini bermula. Beberapa di antaranya...