Hatiku harus tetap bersabar, untuk menanti sebuah kabar. Kabar yang kabur entah kemana. Setelah kedatangannya, Aku belum terbiasa hidup sehari saja tanpa kabarnya. Dia tak seperti biasanya yang selalu menyapa meski hanya satu atau dua kata. Kini, sudah dua hari ini aku hidup seperti sayur yang kekurangan garam, hambar. Itulah aku saat ini, yang bolak balik mengecek ponsel milikku dan nyatanya tak ada satupun kabar darimu. Entah, separuh semangatku seperti hilang bila tanpamu. Kau sudah seperti candu dalam diriku.
"Kaevan, apa yang terjadi pada dirimu? Kamu baik baik saja kan? Apa kamu sesibuk itu hingga tak menghubungiku? Apa kau tak merasakan rindu sama sepertiku?" Berbagai kata tanya muncul di benakku. Aku takut kejadian di masalaluku akan terulang kembali. Aku takut kau akan meninggalkanku saat aku sudah sangat menyayangimu dan saat aku telah menjatuhkan hatiku padamu sejatuh jatuhnya.
***
Hatiku berkata keras memintaku untuk menghubungimu terlebih dahulu. Namun, otakku menolaknya ia memikirkan harga diriku. Aku tak mau dianggap sebagai wanita yang murahan dan tak tahu malu mengejarmu. Aku juga tak mau kau merasa terganggu jika aku mengirimkan pesan pesan singkatku untukmu. Maka dari itu aku memilih berdiam di sini menyimpan rinduku padamu. Sungguh dua hari tanpamu benar benar menyiksaku.
***
Tak henti henti aku memantau terakhir dilihat dalam akun Whatsappmu. Sesekali aku melihat kata online di bawah nama kontakmu. Ketika itu rasa cemasku sedikit reda, setidaknya kau baik baik saja. Di hatiku kadang muncul kalimat tanya, sebenarnya online mu untuk siapa? Apakah aku itu satu satunya? Apa aku hanya salah satunya?
Suatu saat Aku pernah menulis kata kata untuk bertanya mengenai kabarnya. Menuliskan ucapan selamat pagi, siang, sore, bahkan malam. Aku hendak memencet timbol kirim di pojok kanan HPku. Namun, aku selalu mengurungkannya dan akhirnya aku hanya memencet tombol delete di atasnya. Lagi - lagi, akhirnya pesan - pesan untukmu hanya menjadi penunggu papan clip ku.
***
Hari ini lebih parah. Kau membuatku lebih tak tentu arah. Kata online atau terakhir dilihatmu tak lagi dapat ku lihat di bawah nama kontakmu. Foto profilmu yang selalu bisa membuatku terpaku tiba tiba berubah dengan ikon orang berbackground abu - abu. Saat ini aku baru berani mengirimkan chat untukmu. Bukan apa - apa, aku hanya ingin memastikan apakah benar kau memblokir kontakku.
"Kaevan." Tulisku.
Harapanku setelah aku menekan tombol kirim di pojok kanan bawah HPku, akan muncul centang dua berwarna abu - abu. Ah.. sial yang muncul hanya centang satu. Ternyata benar dugaanku, Kau benar benar memblokirku.
Hatiku makin tak menentu. Ketakutanku akan terulangnya masalalu benar terjadi. Kenapa kau tega melakukan itu Kaevan? Kau adalah semestaku dan kini semestaku telah hilang di telan waktu. Setelah itu aku mengecek akun BBMku apakah kau juga mendelete conttacku dan untungnya tidak. Namamu masih tertulis indah di sana dengan fotomu yang rupawan itu. Setidaknya diriku sedikit lega melihat namamu masih tertulis di sana, walau kau tak menulis kabar untukku.
***
Suatu sore aku sedang menikmati senja kesukaanku di teras rumah bersama orang tuaku. Tak lama kemudian ada motor yang masuk ke halaman rumahku, orang tua Renald. Ya, bapakku dan bapaknya Renald memang rekan bisnis, jadi mereka memang sering saling mengunjungi.
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumussalam Wr.Wb. Silakan masuk," jawab ibu.
"Iya."
Bapak dan bapaknya Renald lalu masuk ke ruang tamu. Aku, ibu, dan ibunya Renald tetap duduk di teras karena takut mengganggu urusan bisnis mereka.
"Taveesha." Panggil ibunya Renald.
"Dalem, Tante."
"Kok nggak pernah main ke rumahku."
"Sibuk, Tante. Jadi nggak pernah ke mana mana. Hehe..."
"Iya selama SMK pulang sore terus." Tambah Ibu.
"Iya sama. Renald juga pulang sore terus. Bentar lagi mau kunjungan industri juga."
"Kemana?" Tanya Ibu
"Ke Jakarta dan Bandung. Besuk seminggu lagi"
"O gitu."
"Dulu itu Renald pernah bawa temen ceweknya kerumah. Tapi Aku nggak suka."
"Lho kenapa, Tante?" tanyaku.
"Ya habisnya orangnya itu cerewet gitu. Terus aku bilang sama Renald kalau cari cewek itu yang pendiam gitu kayak Taveesha. Dianya malah bilang kalau apa apa Taveesha terus sih, Bu. Hahaha" Cerita ibunya Renald.
"Ah.. enggak kok, Bu. Aku itu nggak pendiam." Kataku.
"Iya ih.. Taveesha mah diamnya kalau lagi tidur. Hehe.." tambah ibu.Entah apa maksud Ibu Suryani (Ibunya Renald) menceritakan semua itu. Bu Suryani terkesan seperti menjodoh - jodohkan aku dengan Renald. Rasanya aku pengen bilang kalau aku itu 'suka' sama Kaevan teman Renald, bukan sama Renald. Toh, aku hanya menganggap Renald itu teman biasa begitupun dia. Renald juga lagi dekat sama Syaffa dan sepertinya mereka saling suka. Kami sudah memiliki pilihan masing - masing meski sekarang kabar Kaevan masih tak karuan.
Sedikit kabar dari Bu Suryani Renald akan melakukan kunjungan industri, bersama Kaevan tentunya.***
Lusa mereka berangkat. Namun, hingga kini kabar darinya tak kunjung ku dapat. Entah dia tidak sempat, atau memang aku tak mendapat tempat. Aku tak berani mengechat Kaevan lebih dahulu hingga aku memutuskan untuk mencari kabar dari Renald.
"Nald" tulisku pada pesan whatsaap.
"Ada apa Sha? Kangen ya?" Jawab Renald bercanda.
"Iya. Tapi bohong. Hehe.. Denger denger dari ibumu kamu mau kunjungan ke Bandung ya?" Tanyaku basa basi.
"Iya. Mau kasih aku uang saku ya?"
"Nggak lah. Aku tu mau minta oleh-oleh gitu."
"Ya besok tak kasih oleh oleh. Aku selamat sampai rumah."
"Masa cuma itu?"
"Mau banyak? Minta sama Kaevan sana!"
"Mintain dong"
"Dianya nggak mau kasih lah. Aku kan udah Bandung sendiri masa minta oleh-oleh sama Kaevan."
"Bilang Veesha yang suruh."
"Dia nggak percaya lah." Renald terus mengelak.
"Yaudah ku minta sendiri."kataku.
"Gitu dong."
***
Clung... terdengar notif BBM dari HPku. Ku raih HPku dengan malas. Mataku sudah kantuk. Ku baca dengan mata hanya sedikit terbuka kulihat Sebuah naman Kaevan. Aku lalu berusaha membuka mataku lebih lebar. Ternyata benar pesan itu dari Kaevan.
"PING!!!"
"PING!!!" Balasku.
"Apa kabar Sha? Lama tak berjumpa di udara."
"Baik, Van. Kamu sendiri gimana? 😊"
"Alhamdulillah, Sha. Kangen ya? Senyumnya manis banget."
"PD ya? Nggak kangen tuh biasa aja."
"Ya udah deh. Sendiri juga nggak apa."
"Apa yang sendiri?" tanyaku tak paham.
"Nggak kok. Bukan apa-apa. Hehe.."
"Ku dengar lusa kamu ke Bandung ya?"
"Iya. Kok tau?"
"Iya. Renald yang bilang."
"Oh gitu. Udah malam belum ngantuk, Sha?"
"Belum, Van."
"Aku mau tidur dulu Sha. Kamu gek tidur besok kesiangan lho."
"Iya, Van. Bentar lagi."
***
Lega. Akhirnya aku tahu kabarnya hari ini. Lama tidak bicara tapi setelah bicara tidak lama. Namun, semua harus di syukuri adanya. Kau bertanya urusan rindu padaku dan aku malu berucap rindu padamu. Sebab, aku tak merasa berhak mengutarakan rindu itu. Rindu itu sejak lama ku tabung, bahkan sudah menggunung. Andai kau tahu selama ini aku telah menunggu pesanmu, dan selalu memantau online mu. Andai kau tau Van, aku mencemaskanmu selama ini.Maaf baru upload lagi 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Ilusi Cinta [Selesai] ✓
Teen Fiction[REVISI] Ini bukan kisah cinta 2 remaja yang berada si satu sekolah yang sama. Bukan pula kisah cinta yang selalu berangkat dan pulang sekolah bersama. Ini kisah cinta yang sedikit berbeda, namun ternyata ada pula yang mengalami nya. Semua yang ku p...