31- Sebuah Akhir

36 6 2
                                    

"Lelaki tadi siapa?" Bapak memulai pembicaraannya.

Gawat, ceramah akan segera dimulai.

"A..anu, Pak. Kakak kelas Veesha."

"Kamu ada hubungan apa sama dia?" nada bicara bapak mulai meninggi.

"Nggak, ada Pak. Cuma teman."

"Oh.. udah berani bohong sama bapak sekarang??"

"Sabar, Pak. Jangan marah, kasihan Veesha masih sakit," Ibu mencoba menenangkan Bapak.

"Nggak mungkin kalau kamu nggak ada hubungan istimewa sama dia. Dia aja sampai belain ke sini buat jenguk kamu. Kamu putusin dia atau jangan panggil aku Bapak lagi!"

Kali ini aku sudah tidak bisa menahan air mataku, aku biarkan saja jatuh sesukanya.

"Veesha sayang Bapak, Bapak jangan marah.. hiks.. Kalau itu mau Bapak, Veesha akan turuti tapi Bapak jangan marah lagi," aku memohon sambil terus meneteskan air mata.

"Oke Bapak pegang omongan kamu."

"Pak, mbok ya jangan terlalu keras mendidik anak. Biarlah Veesha berteman sama kakak kelasnya itu. Sepertinya dia orang baik kok," Ibu mulai angkat bicara

"Enggak, Bu. Aku nggak mau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada anak kita. Pokoknya kali ini keputusan Bapak nggak bisa ditawar."

"Tap.."

"Udah, Bu. Sebelumnya maaf Veesha motong omongan Ibu. Veesha nurut sama Bapak."

"Bagus," kata bapak sambil beranjak dari kamar.

Ibu masih disini memelukku, Ibu tahu aku berada diposisi yang berat kali ini.

"Kamu yang sabar ya, Bapakmu memang kaya gitu. Sudah sering Ibu bilang sama Bapakmu tapi tetep nggak pernah di dengerin."

Aku hanya diam.

"Kamu sayang sama dia?" tanya Ibu.

Aku mengangguk pelan.

"Ya sudah, kamu nggak usah tinggalin dia biar ibu coba kasih pengertian ke Bapak pelan-pelan."

Aku menggeleng, "Jangan, Bu. Memang Veesha sayang Mas Aldo, tapi Veesha lebih sayang Bapak. Jadi Veesha pilih Bapak," kata ku.

"Ya sudah, kalau itu menurutmu yang terbaik, Ibu dukung kamu."

"Makasih Bu."

***

Pagi harinya Aku sudah bersiap untuk ke sekolah seperti biasa karena badanku sudah tidak sakit lagi. Kali ini aku berangkat bersama Sharen, dia memaksaku untuk berangkat bareng katanya biar bisa jagain aku. Sosweet banget nggak sih. Jam 06.40 sepeda motor Honda Vario nya berhenti di depan pagar rumahku, aku lalu menghampirinya.

"Tumben udah datang?"

"Yaampun, Sha, kan sekarang berangkat bareng kamu. Kamu juga baru sembuh masa aku ajak telat entar suruh bersihin taman."

"Yaudah buruan banyak ngobrol telat juga entar."

Sharen lalu melajukan motornya pelan, menembus jalanan kota Jogja yang tak bisa dibilang sepi. Untung saja kami tidak telat, kami sampai disekolah tepat 7 menit sebelum bel dibunyikan.

"Huu... si Sharen udah bawa pasukan telat, padahal kan Veesha sekarang rajin," Nova menyambut kedatangan kami dengan omelan.

"Nggak telat kita mah. Belum juga bel," sahut Sharen membela diri.

Ilusi Cinta [Selesai] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang