37- Kosong

36 5 0
                                    

Sesampai di depan pagar aku lalu turun dari motor Sharen.

"Mampir dulu, Ren!" tawarku.

"Nggak usah Sha. Langsung pulang aja udah malam."

"Yaudah hati-hati."

"Oke," jawab Sharen sambil mulai melajukan motornya pelan.

Aku lalu memasuki halaman rumahku. Aneh, pintu rumah tertutup, biasanya jam segini pintu masih di buka, karena ini masih bisa dibilang sore, jam tujuh pun belum genap. Aku lalu hendak membuka pintu, ternyata pintu dikunci. Aku lalu mengambil kunci ditempat persembunyiannya yaitu dibawah keset dan langsung membukanya dan masuk begitu saja.

"Kemana mereka pergi kok nggak bilang-bilang dulu sih. Apa ke supermarket beli kebutuhan pokok? Ah sudahlah nanti juga mereka pulang lagi," monolog ku.

Aku lalu duduk di sofa ruang tengah dan menyalakan televisi. Aku lalu mengambil ponselku dari dalam sling bag, berniat mengecek pesan masuk, namun ponselku sudah mati, kehabisan daya, akhirnya aku memutuskan untuk men-charge terlebih dahulu.

Sambil menunggu baterai ponsel sedikit terisi aku menuju ke meja makan untuk mengisi perut ku yang sudah mulai kosong. Di sana masih ada sayur sop dan tempe goreng, pas sekali untuk porsi makan ku, mungkin bapak, ibu dan adikku sudah makan.

Selesai makan aku mencoba menghidupkan ponsel ku yang sudah terisi dua puluh tujuh persen.
Sudah banyak notifikasi seperti biasa.

Bapak ( 8 missed call)
Ibu ( 3 missed call)

Aku merasa aneh tak biasanya mereka menelfon ku sebanyak itu padahal aku sudah jelas pergi bersama Sharen.

Bapak :

Kamu dimana, Sha?

Cepetan pulang! Dari pagi kelayapan terus.

Ditelpon nggak bisa di WhatsApp nggak bisa, apa gunanya bapak beliin kamu HP?

Ya sudah kamu ditinggal. Simbah sakit, kita semua berangkat ke Gunungkidul. Terserah kamu mau nyusul kesini atau enggak. Jadi anak kelayapan terus nggak tau simbah lagi sakit.

Itu uang buat ongkos kamu kalau mau nyusul kesini tak taruh di atas kulkas.

Jleeb.. hatiku sakit membaca pesan itu, aku merasa bersalah seharian tidak dirumah dan malah kelayapan nonton liga pelajar. Bapak pasti sangat marah.

Ibu :

Nak, kamu pulangnya masih lama? Cepat pulang kita ke Gunungkidul simbah sakit.

Bapak, Ibu duluan ke Gunungkidul ya. Kamu kalau besuk mau nyusul naik bus aja itu tadi bapak kasih uang tinggalan di atas kulkas. Kalau kamu nggak mau nyusul ya nggak apa-apa itu uangnya buat beli makan aja. Ibu belum tau di Gunungkidul sampai kapan.

Yang sakit siapa Bu? Yang Kung apa Yang Ti?

Veesha nggak bisa naik bus, bu.

Pesan itu tidak terkirim hanya ada tanda centang satu, mungkin Ibu sudah sampai di rumah simbah jadi susah sinyal. Aku mencari kontak di ponselku untuk mengetahui kabar dari Gunungkidul.

Calling Ganis...

Hallo mbak kenapa?

Simbah sakit apa nis?

Tadi yang kung ke serempet bus mbak.

Ilusi Cinta [Selesai] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang