Suasana sedih mendominasi ruang inap sebuah rumah sakit. Tak luput dengan air mata yang membanjiri. Dimana Aya, Bian, Ken, Laskar, dan seorang gadis pucat yang terbaring tanpa nyawa. Arin.
Aya terus menenangkan Ken yang terlihat panik dan tidak bisa merelakan kepergiannya. Sesekali Ken mengguncang keras tubuh yang sudah tak bernyawa itu dan meneriaki namanya.
"Rin, jawab gue... Lo denger kan?" Ken mengguncangkan lagi dan lagi tubuh pucat Arin.
"Ken, kamu tenang dulu." Aya lebih tidak tega melihat Ken yang sangat terpukul dengan kepergian Arin.
"Rin, Lo bercanda kan? L-lo gak bisa gitu aja ninggalin gue." Ken masih bersikeras membangunkan jasad yang sudah jelas tak bernyawa itu.
"Lo tega liat gue dimarahin kalo bokap gue pulang? Rin gue sayang sama Lo, b-buka, buka mata Lo!"
Tentu tidak ada respon apapun lagi, Arin tidak akan menjawab apapun lagi. Mulai sekarang dia tidak akan mengatakan, 'Gue gak papa kok Ken.' atau bahkan, 'Lo santai aja kali orang gue biasa aja.'
Ken tidak akan lagi mendengar kata-kata seperti itu dari mulut cewek yang dia jaga selama ini. Sahabat yang sangat dia sayangi.
"ARIN!! LO DENGER GUE GAK SI!!" intonasi Ken meninggi, mungkin karena sudah cukup lama membangunkan Arin, namun dengan hasil yang tetap sama, dan memang akan tetap sama.
"Udah Ken, tenangin du--"
Aya berusaha mengusap pundak Ken, berniat menenangkannya dan memintanya untuk lebih ikhlas. Namun tangannya justru dihempas dengan kasarnya oleh Ken. Kata-katanya bahkan tersekat karena terkejut dengan apa yang baru saja dilakukan Ken. Sangat kasar, tidak sama seperti Ken yang setiap hari ingin menjaganya.
"Lo buta? Lo pikir apa? Kenapa Lo gak bisa ngerti sih? Kalo Arin segalanya buat gue. Dia butuh gue selama ini."
"K-ken---"
Entah mengapa setiap penekanan kata dari Ken begitu menyakitkan. Seperti bukan Ken yang lembut, kata-katanya bahkan terdengar kasar dan tajam. Sangat melukai permukaan hati Aya tentunya.
"Sekarang liat diri Lo sendiri--- Lo bahkan gak peduli. Setiap hari yang Lo pikirin cuma temenin Lo ini itu, tapi Lo gak pernah mikir kalo Arin juga butuh gue."
Perkataan Ken tentu membuat Laskar dan Biqn tercengang. Memang apa salah Ayana? Wajar jika ia membutuhkannya, Aya adalah pacarnya. Tidak terkecuali dengan Bian yang sudah jelas tidak terima dengan sikap Ken terhadap Aya. Bagaimana bisa sahabatnya dituduh seperti itu?
"Lo bahkan gak ada bedanya sama cewek murahan yang ngemis buat dipacarin sama cowok."
Dari sekian panjang bentakan dari Ken, entah mengapa yang satu ini terasa begitu melukai hati Aya. Membuat air matanya mencelos begitu saja tanpa berkata-kata apapun. Ada hinaan dan cacian yang begitu menggores dadanya.
Bukan hanya Aya, kata-kata dari Ken yang ini bahkan mencoretkan amarah dalam diri Bian yang kini sudah mencengkram kerah baju Ken, mengunci pergerakannya di dalam tembok. Berani sekali menghina sahabatnya. Setidaknya alasan itu yang menggugah emosinya.
"Lo bilang apa tadi?" Bian tak memberi ruang untuk Ken yang terus ia beri tonjokan tanpa penolakan. Atau memang Ken sendiri yang tidak berniat untuk membela dirinya.
"Kokoh udah ko, udah. Selesein nanti bisa kan? Ini rumah sakit." Laskar terus menahan dan menarik Bian yang terlihat sangat murka. Berusaha melerai.
Biam berhenti, dia menarik tangan Aya yang masih mematung dengan air matanya. Sejak perkataan Ken tadi dia hanya bergeming ditempat, tanpa mempedulikan perkelahiannya tadi. Bian tahu kalau Aya pasti sangat shock dengan kata-kata kasar Ken, hatinya sudah pasti terasa seperti teriris belati yang kian panas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Down
Teen Fiction"Lihat, aku butuh tempat untuk bersandar, bahu yang menerima tangisku, dan pelukan yang mendengarkan keluhku. Tapi dimana kamu?" . . . . . . Boleh follow dulu lah sebelum baca, biar lebih akrab sisss (◍•ᴗ•◍)❤ Boleh komentar tapi gak jahat. Dilarang...