Abian sangat lelah setelah seharian penuh mencari Ayana, tidak mencari sebenarnya karena Abian sudah tahu Ayana bersama Ken. bahkan sampai saat ini dia masih terus berusaha menghubunginya dan menanyakan posisi serta keadaannya. Namun jawabannya tetap sama.
'Gue sama Ken, gak papa lo tenang aja.'
Memuakkan!
Pikiran Abian yang sedang tidak terkontrol ini membutuhkan pelarian. Sejak kemarin Ayana sangat berubah, entah apa yang merasukinya. Namun sungguh Abian bisa gila lama kelamaan jika terus seperti ini. Itu sebabnya ia lari ke gedung basket, sama seperti biasa bukan? Tempat pelarian dari masalahnya adalah gedung olahraga yang sudah tua dan juga bola basket. Namun siapa sangka, di tempat itu terdapat Baskara di sana. Dia sedang duduk dan tidak memainkan apapun.
Abian yang baru saja datang tidak mempedulikannya, dirinya tetap bermain sendiri. Permainan penuh emosi. Tidak perlu dipertanyakan lagi kemampuannya dalam melakukan shooting bola ke dalam ring. Namun kali ini dia memainkannya dengan sangat kasar sampai-sampai tak satupun shooting yang berhasil. Ada sesuatu yang sangat ingin ia lampiaskan. Tidak peduli lagi, persetan ia yang mengacuhkan sahabatnya--- Baskara. Lagi pula ia datang bukan untuk bertemu dengannya tapi basket.
Namun juga tidak bisa berjalan seperti itu rupanya. Karena bagaimanapun Baskara akan mendekat, menepuk pundak Abian dan merebut bola yang sedang Abian gunakan sebagai pelampiasan. Sahabatnya ini terlihat sangat arogan dan penuh emosional saat bermain. Baskara bisa mengerti apa yang ia pikirkan, namun tidak bisa juga menyadarkannya.
"Lo marah?" Tanya Baskara secara langsung. Namun sahabatnya itu hanya diam dengan nafasnya yang masih memburu cepat.
"Marah ke siapa?"
Abian masih tetap diam. Jujur dirinya sendiri tidak tahu kepada siapa dia marah. Hanya saja dia menjadi sedikit frustasi dengan perubahan sikap Aya tiba-tiba.
Baskara mengoper bola basket yang ia pegang kembali kepada Abian.
"Kalo marah sama orang, lemparin bolanya ke orangnya langsung. Kecuali kalo lo marah sama diri lo sendiri, lemparlah tu bola ke kepala lo sendiri coba. Bukan ke ring." Sindir Baskara.
"Gue gak suka Aya deket sama Ken."
"Jadi lo cemburu?"
"Nggak juga. Gue-- ck, gue cuma gak mau sahabat gue sama orang yang salah. Ken itu brengsek dia gak pantes buat Aya."
"Terus siapa yang pantes buat Aya, lo? ya kalo gitu lo ambil lah Aya. Jagain dia, bahagiain dia, jadiin dia satu-satunya. Kalo lo gak bisa ya lepasin tu cewek."
Mendengar kalimat Baskara barusan, Abian langsung bungkam seribu bahasa.
Baskara melangkah sedikit lebih dekat ke arah Abian dan menepuk pundaknya secara tiba-tiba. "Gue gak mau menggurui. Tapi sebagai gue saranin lo untuk mengerti diri lo sendiri. Soalnya kalo gue liat si masalah ada di lo. Lo bingung sama perasaan lo sendiri."
Setidaknya itulah yang Baskara katakan setelah menghembuskan nafasnya kasar. Kemudian pergi meninggalkan Abian. Berharap adik kelas sekaligus sahabatnya itu sedikit mengerti dan sadar setelah ia berikan arahan.
Tapi sial, semua itu justru membuat Abian semakin frustasi. Teka-teki dan penuh keabu-abuan. Abian benci keadaan yang seperti ini. Kenapa seolah-olah dirinya yang dipojokkan, dan seolah-olah titik kesalahan ada pada dirinya. Apa yang ia lakukan? Salah apa dirinya?
Abian melempar bola yang ia pegang secara asal, ia tidak tahu kemana perginya om Santa yang tidak muncul batang hidungnya sama sekali. Sudahlah, berhenti memikirkan itu.
Seharusnya dia pulang dan tidur saja, mungkin akan lebih menenangkan. Abian keluar dan melajukan motor sport miliknya kembali ke rumah. Ya ke rumah--- maksudnya adalah setelah menjemput Gaura dari rumahnya, kemudian mengajaknya ke mall. Kekasihnya ini sedang ingin diantarkan berbelanja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Down
Ficção Adolescente"Lihat, aku butuh tempat untuk bersandar, bahu yang menerima tangisku, dan pelukan yang mendengarkan keluhku. Tapi dimana kamu?" . . . . . . Boleh follow dulu lah sebelum baca, biar lebih akrab sisss (◍•ᴗ•◍)❤ Boleh komentar tapi gak jahat. Dilarang...