Pertemuan yang tidak sengaja antara Abian dengan Ayana siang tadi benar-benar membuat Abian sakit kepala. Bagaimana tidak? Dirinya terus saja memikirkan hal tersebut bahkan sampai di rumah. Belum lagi bundanya yang terus saja bertanya keadaan gadis itu.
Wajahnya nampak frustasi dengan kelakuannya yang tidak terkontrol. Kadang meremat handphone yang ada ditangannya dengan kasar, duduk di sofa, kemudian berdiri. Berjalan sedikit lantas duduk kembali. Mengusap wajah dan rambutnya kasar.
Bahkan ayahnya yang sedang duduk di meja makan sampai keheranan melihat tingkah putranya. Ia tahu ada sesuatu yang sedang Abian pikirkan, namun dirinya lebih memilih diam karena mungkin saja itu adalah hal pribadinya. Bukankah orang tua juga sebaiknya tidak terlalu mencampuri masalah anak? Ayolah-- lagi pula Abian ini sudah besar. Dia bukan lagi bocah cilik yang selalu memintainya ice cream.
Namun sialnya pria bernama Pranjasa ini tidak bisa diam saja seperti itu. Dirinya berteriak begitu Abian ingin melempar ponselnya setelah sebelumnya berusaha menelpon seseorang namun tidak ada jawaban.
"ABIAN!!!"
Dan berakhir dengan Abian yang hanya meremat kasar handphonenya kemudian melenggang pergi meninggalkan pria itu dan masuk ke kamarnya.
"Anak itu kenapa si?" Ayahnya hanya bergumam tidak mengerti.
"Kamu kenapa neriakin Abian kayak gitu?" Tanya wanita bernama Ica yang baru saja datang dan duduk di sebelahnya.
"Dia pikir hp itu murah apa maen lempar-lempar aja. Anak kamu kenapa? Lagi ada masalah?" Pranjasa sepertinya memang tidak bisa percaya sepenuhnya bahwa Abian sudah cukup dewasa menghadapi masalahnya. Dirinya merasa harus ikut mencari tahu dan membantu bila perlu.
"Anak kamu juga, yah."
"Iya anak kita maksudnya."
"Bunda sendiri jadi bingung deh ngomongnya, ayah inget kan tadi Bian bilang apa, di bilang rumahnya Ayana dijual sama Ana. Makanya itu dia stres."
"Iya aku tau itu, tapi Bian bukan anak yang cuma gitu aja udah stres. Lagian kalo khawatir sama Aya dia sendiri yang bilang kalo Aya tinggal sama temennya."
"Gak nyangka sahabat aku itu udah kayak iblis, tapi yah bukan itu juga. Abian itu kayak orang yang lagi kebingungan twu gak si. Coba deh kamu inget lagi, aku pernah bilang kan Ayana nangis pas di dapur pas Bian bilang Gaura mau dateng kesini. Menurut bunda Ayana suka deh sama Bian, terus Bian juga gak pengin Ayana pergi. Cuma masalahnya ada si Gaura."
"Huft, susah juga jadi Bian"
"Bunda juga khawatir sama Ayana, takutnya dia malah depresi, masalahnya banyak banget."
"Kamu ajak dia tinggalkan di sini aja lagi."
"Penginnya sih gitu yahh, udah bilang tapi dia nolak. Kasian juga Aya di sini, kamu liat sendiri kan si Gaura itu sering banget ke sininya."
"Jadi inget jaman kita pacaran dulu deh." mendengar ceritanya ini berat dan menarik, membawanya ingin bernostalgia ke dalam masa dimana dirinya juga pernah memiliki kisah cinta yang tidak kalah menarik.
"Gak peduli!" Ica yang malu-malu langsung saja pergi meninggalkan suaminya itu.
......
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Down
Teen Fiction"Lihat, aku butuh tempat untuk bersandar, bahu yang menerima tangisku, dan pelukan yang mendengarkan keluhku. Tapi dimana kamu?" . . . . . . Boleh follow dulu lah sebelum baca, biar lebih akrab sisss (◍•ᴗ•◍)❤ Boleh komentar tapi gak jahat. Dilarang...