"Makasih yaa, semoga persahabatan kita tetap kaya gini. Meskipun nanti kita udah tua."
Entah mengapa Ayana tidak senang ketika Abian mengatakan kata sahabat untuk mereka. Padahal sejak dulu Ayana sangat senang dianggap sahabat terbaik oleh Abian. Namun ada rasa ingin lebih dari sekedar sahabat dalam diri Ayana. Ayana tidak tau mengapa akhir-akhir ini dirinya menjadi sangat sensitif mendengar kata sahabat.
Abian melepas pelukannya setelah cukup lama.
"Oh iya ada yang mau gue omongin sama Lo, tapi gue bingung gimana ngomongnya." Abian setengah menggigit bibir bawahnya ragu.
"Ngomong a-apa?"
Jujur saja Ayana sedikit takut dengan apa yang akan Abian katakan. Sahabatnya ini bukanlah orang yang sungkan saat bicara, namun saat ini seperti ada keraguan yang ia rasakan. Seolah membutuhkan persiapan mental untuk merangkaikan kata-katanya.
"Gak jadi deh."
"K-kok gitu? Ngomong aja gak papa." Ayana semakin deg-degan mengunggu apa yang akan Abian katakan.
Sesuatu apa yang Abian maksud si? Apa dia juga sama ngerasain apa yang gue rasain?
Bukan sebuah kesalahan sama sekali jika Ayana berfikiran seperti itu. Mengingat kedekatan mereka memang tidak bisa dibilang hanya sekedar sahabat. Meskipun diantara mereka tidak pernah ingin mengatakan sesuatu yang lebih.
Tapi salahkah Ayana berharap lebih? Ayana mulai mencintai Abian. Dia tidak bisa berbohong dengan hatinya sendiri.
"Sebenernya gue---" Abian nampak ragu, bahkan tangannya sempat menggaruk tengkuknya yang Aya yakini tidak gatal sama sekali.
"Udah dua hari ini gue jadian sama Gaura. Maaf gue baru jujur soal ini sama lo."
Kalimat ini memang tidak tajam dan tidak terlihat. Tidak juga mengerikan. Namun entah mengapa kalimat yang Abian katakan ini sukses mematikan reaksi dari Ayana. Dirinya bergeming ditempat.
Nafasnya seperti terhenti, untuk menelan saliva saja seakan tidak berdaya. Tidak bisa diartikan bagaimana rasanya. Namun hatinya sangat sakit, seperti ada kapas yang menyumpal di dalam dadanya.
"S-siapa?" Sesakit dan se-shock apapun Ayana, ia tidak boleh terlihat sedih. Jangan sampai Abian menyadari perasaan yang sebenarnya Ayana rasakan.
"Lo gak marah kan? Cewek yang pernah gue tolongin di parkiran bioskop itu. Oh iya sebenernya gue juga gak enak ngomong ini. Tapi, Gaura bilang dia cemburu liat persahabatan kita. Jadi-- kita, eh gak maksud gue sahabatan terus cuma sewajarnya. Serius gue gak enak ngomong ini sama lo."
Jika saja hati Aya terlihat, mungkin sudah melebur saat ini juga. Seperti sesuatu yang sangat tajam dan berat menumbuk hatinya secara kejam. Matanya memanas, ingin sekali menumpahkan air yang berusaha keras ia sembunyikan.
"M-marah? Y-ya gak lah ngapain." Ayana tersenyum semanis mungkin. Meskipun tetap saja tidak terlihat manis, dia tidak bisa menyembunyikan sakit hatinya meski sekeras apapun ia memaksa.
"Huft, syukur deh. Gue takut aja Lo marah."
"Gue lupa mau bantuin bunda, gue turun dulu ya."
![](https://img.wattpad.com/cover/151682299-288-k896877.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Down
Jugendliteratur"Lihat, aku butuh tempat untuk bersandar, bahu yang menerima tangisku, dan pelukan yang mendengarkan keluhku. Tapi dimana kamu?" . . . . . . Boleh follow dulu lah sebelum baca, biar lebih akrab sisss (◍•ᴗ•◍)❤ Boleh komentar tapi gak jahat. Dilarang...