08. kehujanan

109 54 9
                                        

Mengingat Ayana dan Abian yang saat pergi memang sudah hampir petang. Tentu jam 8 seperti ini mereka belum sampai di rumah. Tadi saat mereka dalam perjalanan pulang, Abian baru teringat akan satu hal.

'Dapur kan kosong semua, besok bunda pulang-- mati gue.'

Setidaknya itulah yang menjadi alasan mengapa saat ini mereka berada di sebuah mall di jakarta. Namun sialnya saat perjalanan mereka terhalang gerimis cukup deras hingga membasahi bagian tertentu tubuh mereka.

Perpaduan yang sangat serasi antara dingin, hujan dan angin kemudian pendingin ruangan yang ada di dalam mall tersebut. Rasanya tulang belulang Ayana membeku di tempat. Namun bukan itu yang menjadi masalah, tapi kaos putih yang ia kenakanlah masalahnya. Terlihat sangat tipis, terlebih dalam keadaan basah seperti ini, bisa terterawang bukan? Aya merasa sangat risih tentunya.

"Zan, Tarzan" panggil Ayana setengah berbisik.

"Hm?"

"Pinjem jaket lo dong, risih gue basah."

Abian sempat melirik sebentar, ia bisa langsung mengerti apa yang dimaksud risih oleh sahabatnya. Sebelum akhirnya benar-benar membuka jaketnya dan memakaikannya sendiri di bahu Ayana.

"Makanya bawa jaket sendiri, besok dicuci tuh ntar balikin sekalian jasanya."

"Itungan banget lo sama gue." Balas Aya sarkastik. Abian ini benar-benar tipe cowok menyebalkan. Tidak bisakah dia seperti di drama-drama? Romantis atau tidak-- tidak perlu seperti itu. Ikhlas saja sudah cukup.

"Yeuu! suka-suka gue dong. Udah sekarang ayo cepetan" Abian berjalan mendahului Ayana, mendorong troli yang sudah dia ambil sebelumnya.

Tidak terlalu repot sebenarnya, tidak ada perkara besar. Tentu saja, karena Abian sudah menyiapkan selembar kertas berisi daftar belanjaan yang sudah bunda Ica siapkan. Bisa dibayangkan jika Abian tidak dibekali nota itu. Pastilah akan kacau. Sangat.

Ayana yang memilih dan mengambil belanjaan dan memegang notanya. Kemudian Abian yang mendorong troli di belakangnya. Tentu saja, karena Abian tidak mungkin mengerti apa itu sarden, mentega, sayur kobis, dan semuanya. Yang ia tahu mungkin hanya air saja. Jadi jangan katakan Abian cerdas, sekalipun nilainya terbilang banyak di sekolah,. Banyak buruknya-- lebih tepatnya mungkin. begitulah asumsi Aya.

Oh mari kita lupakan nilai!

Seperti yang dikatakan tadi, tidak ada masalah dengan berbelanja, semua sudah direncanakan oleh bunda Ica. Sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama, termasuk membuang waktu berdebat. Mungkin saja.

Saat ini mereka berada di kasir, Abian yang membayar, tentu. Aya tidak punya uang bukan?

"Ay, ke atas yuk!" Abian menaruh belanjaan yang sudah dibayar itu ke sebuah penitipan, entah untuk apa Aya tidak terlalu peduli.

"Ngapain lagi? Udah malem ini."

"Sebentar doang ke tempat mainan." Dia sedikit merajuk, berharap sahabatnya menuruti keinginannya.

See, wajahnya terlalu lucu dan menggemaskan untuk ditolak.

Dan benar saja, Aya yang terbaik. Dia berjalan mendahului Abiam pada akhirnya.

Let Me DownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang