Bukannya pulang ke rumah, Abian malah mengajak Ayana ke sebuah pasar malam yang kebetulan lokasinya tidak terlalu jauh dari tempat menonton tadi. Mereka terus berkeliling area pasar malam yang penuh dengan lampu redup dan gemerlap, indah sekali rasanya.
"Bian, bunda bilang jangan kemalaman. Ini udah jam 11 lebih loh." Ayana tentu masih ingat pesan wanita bernama Ica siang tadi.
"Biarin aja, gak bakal marah bunda mah tinggal beliin minyak goreng sekilo aja diem."
"Haha, Lo yah dasar!" Ayana tertawa mendengarnya. Abian benar-benar anak nakal, masih sama seperti Abian kecil yang ia kenal bertahun-tahun lalu.
"Tunggu sini bentar!"
"Mau kem---" percuma saja Ayana bertanya, Abian sudah lebih dulu berlari.
Ayana tersenyum simpul karena masih bisa melihat Abian yang sedang membeli permen kapas dari tempatnya berdiri. Ayana benar-benar berfikir kalo Abian ini masih tetap bocah laki-laki tengil yang menggemaskan. Andai masa-masa seperti itu tidak bisa tumbuh, tetap sama dan tidak bisa berubah. Namun semua hanya bisa diandai-andai, waktu tetaplah waktu yang akan terus berjalan. Tidak peduli meskipun Ayana nekat menghancurkan jam yang ada di seluruh dunia. Waktu akan terus berjalan.
"Heh, senyum aja loh ngapain si?" Abian sudah kembali membawa dua buah permen kapas berwarna merah muda. Memberikannya satu untuk Ayana.
"Yeuu, kenapa emang gak boleh?"
"Boleh sih, daripada nangis terus kayak si cicak temen gue dulu."
"Emang sekarang bukan temen Lo?"
"Masih dong, always."
Abian memajukan wajahnya, memakan permen kapas yang sedang Ayana makan. Membuat permen tersebut terdorong ke wajah Ayana karena Abian yang mendorong terlalu keras dengan mulutnya.
"Tarzan Lo kan punya sendiri!" Omel Ayana tidak terima. Abian punya permen kapas yang sama, lalu untuk apa dia memakan milik Ayana?
"Ya nyobain siapa tau gak enak."
"Sama aja rasanya, tuh kan muka gue jadi ceremotan gini." Ayana kesal karena wajahnya yang ceremotan karena permen kapas yang mengoyak paksa akibat dari ulah sahabatnya.
"Ya deh maaf, sini gue bersihin." Abian mendekat, membersihkan wajah Ayana dengan ibu jarinya.
Posisinya terlalu dekat, Ayana bahkan sampai berhenti bernafas. Jantungnya lagi-lagi memicu lebih cepat. Sedangkan matanya tidak bisa beralih dari wajah tampan makhluk yang ada dihadapannya. Ayana terbiasa dengan kedekatan seperti ini, sejak kecil hal seperti ini sudah sangat kerap terjadi. Namun perasaan seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya.
"Udah bersih, apa Lo liat liat? Suka?"
"Eh? Ya kali, enggak lah. Makasih." Selalu saja tertangkap basah. Ayolah Ayana, jangan terlihat bodoh. Ayana terus saja mengutuk dirinya yang lancang sekali memandangi Abian seperti tadi. Bahkan sudah beberapa kali terjadi akhir-akhir ini.
"Duduk situ yuk!" ajak Abian menunjuk bangku panjang yang ada dekat mereka berdiri.
Mereka hanya duduk dan menikmati permen kapas yang baru saja mereka beli. Menikmati gemerlapnya lampu yang menambah kesan romantis. Memandangi bianglala dan beberapa wahana ringan yang ada di area pasar malam tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Down
Teen Fiction"Lihat, aku butuh tempat untuk bersandar, bahu yang menerima tangisku, dan pelukan yang mendengarkan keluhku. Tapi dimana kamu?" . . . . . . Boleh follow dulu lah sebelum baca, biar lebih akrab sisss (◍•ᴗ•◍)❤ Boleh komentar tapi gak jahat. Dilarang...