"Kamu hilang tanpa kabar
Membuatku khawatir tak karuan."***
Dunia bukannya tidak mengerti perasaanmu. Dia hanya memberi tahu, sewaktu kamu menangis, Tuhan siap mendengarkan isakan dan doamu.
SANJAK TEDUHJelita sedari tadi celangak-celinguk, melihat sekitarnya berkali-kali, padahal dia berada di pintu belakang rumah sendiri. Setelah mengadakan party keluarga Sinar, Jelita kembali ke rumah hanya untuk mengambil beberapa buku kuliahnya.
Jelita memilih untuk masuk ke dalam rumah lewat pintu belakang. Sebab, biasanya mama tirinya suka duduk di ruang tamu depan.
Jelita membuka kunci pintu secara perlahan. Setelah berhasil masuk, Jelita berjalan tanpa mengeluarkan suara jejak kaki sebisa mungkin.
Jelita membuka pintu kamarnya setelah menghela napas lega karena bisa masuk tanpa diketahui siapa pun. Namun, sesaat kemudian tenggorokannya tercekat sewaktu melihat Kasih, mama tirinya sedang duduk di kasur seraya tersenyum ke arahnya. Senyum yang paling Jelita takuti.
"Mama tau kamu pasti pulang."
Jelita merinding mendengar satu kalimat yang baru saja Kasih ucapkan. Segera Jelita lari menuju pintu belakang lagi.
"Jelita, mau ke mana? Mama kangen. Ayo kita lakuin lagi!"
Degub jantung Jelita berpacu lebih cepat dari biasanya. Kasih mengejarnya sambil terus berteriak kalimat yang sama dan berulang. Jelita berhasil keluar dari rumah, dia tetap berlari menyusuri jalan komplek.
"JELITA JANGAN PERGI LAGI! MAMA BELUM PUAS."
"GAK MAU!"
Kaki Jelita lemas saat Kasih berhasil menarik baju belakangnya. Deru napasnya pun terdengar jelas. Jelita ketakutan.
"Tante, lepasin!"
"Ikut ke kamar dulu."
"Gak mau!"
Saat Jelita berbalik, tangan Kasih berpindah memegang kedua bahu Jelita yang terbuka karena Jelita sedang memakai model baju Sabrina kerut. Mata Kasih menatap Jelita dari ujung kepala hingga ujung kaki. Lalu berhenti di bagian erotis.
Jelita yang ditatap seperti itu semakin ketakutan sendiri, kedua matanya memanas. Memori malam itu benar-benar membuat Jelita trauma.
"Gak usah liat-liat!"
"Badan kamu makin bagus. Mama suka. Ayo, pulang," kata Kasih seraya menyeret Jelita yang kini memberontak karena enggan pergi.
Jelita terus berusaha melepaskan cekalan Kasih. Air matanya mengalir bak sungai yang sedang dialiri hujan.
"Kenapa harus gue? Bapak gue yang lo nikahin. Bukan gue. Sadar, lo cewek!"
Kasih menghentikan langkahnya. "Yang sopan sayang. Mama nikahin bapak kamu karena ya sebenernya Mama sukanya sama anaknya. Jelita. Kamu."
Tangis Jelita semakin meledak ketika Kasih menyeka air matanya. Jelita menggeleng. "Please, gue gak mau. Jangan gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sanjak Teduh
Teen Fiction[BEBERAPA PART DIPRIVATE, FOLLOW DULU BARU BISA BACA] "Memang benar ya, Sinar selalu menghangatkan hati Teduh meski dengan cara yang paling menyakitkan. Terima kasih Sinar, selepas semua kegelapan yang datang, kujamin bumimu akan tetap aman."