31. Kala Itu

18K 549 10
                                    

"Sinar biar Ami aja, kamu tolong bangunin Teduh, ya" pinta Ami yang sedang menyusun piring di atas meja.

Pagi ini Sinar dan Ami yang membuat sarapan. Tak heran jika keduanya sudah di dapur di saat yang lain belum keluar dari kamar.

"Oke, Mi."

Sinar menurut, dia berjalan ke arah kamar Teduh. Sinar sempat mengetuk pintu kamar itu, tapi tidak ada sahutan dari sang pemilik kamar. Jadi, Sinar memutuskan untuk masuk ke dalam.

Dilihatnya Teduh yang masih terlelap. Sinar membuka gorden yang masih tertutup rapat. Sinar matahari yang masuk ke kamar sama sekali tidak membangunkan Teduh, seperti biasanya.

Sinar mendekat, menepuk pelan bahu Teduh. "Teduh, bangun, sarapan ayo."

"Hmmm, lima menit lagi."

Teduh mengangkat selimutnya hingga menutupi wajahnya. Membuat Sinar terkekeh pelan. Teduh menggemaskan. "Ayo, Teduhhh sarapan, udah pada di dapur," ujar Sinar lagi, yang kini duduk di samping Teduh dan menggoyangkan pelan tubuh Teduh.

Teduh membuka selimutnya. Matanya yang sayu sebab baru bangun itu menatap Sinar. Bibirnya mengerucut, gemas. "Lima menit lagi, ya ya ya?"

"Yaudah deh, lima menit."

Teduh tersenyum lantas tangannya melingkari perut Sinar, dan kembali menutup matanya. Sinar mengelus pelan kepala Teduh. Menatap sendu Teduh yang kini kembali terlelap. Sinar jadi mengingat kejadian ketika mereka masih duduk di kelas 11.

Sinar, Teduh dan Jelita sedang mengerjakan tugas kelompok di rumah Teduh. Jelita sedari tadi tidak lepas menyenderkan kepalanya ke pindah Teduh seraya membaca buku.

Sedangkan, Teduh fokus dengan laptopnya yang kebetulan kebagian untuk mendesain poster, begitupula dengan Sinar yang mencari materi dari google.

"Sayang, kamu wangi banget, aku suka."

Teduh hanya terkekeh saja menanggapi ucapan Jelita yang tiba-tiba.

Biasalah pasangan baru, baru jadian bulan lalu.

Tatapan Teduh tak lepas dari Yafie yang baru saja masuk ke dalam rumah. "Ayah!" panggil Teduh yang sekarang berdiri, menyambut kepulangan ayahnya.

Teduh berjalan mendekati Yafie, mengulurkannya tanya, berniat untuk salim. Begitupula dengan Jelita dan Sinar.

Bukannya menerima uluran tangan Teduh, Yafie justru menampar pipi Teduh dengan keras. Membuat dua orang gadis yang bukan anggota keluarganya terkejut bukan main.

Tak hanya itu, Yafie menendang tubuh Teduh hingga tubuh Teduh terjatuh ke lantai.

"Jel, panggil Ami," bisik Sinar pada Jelita yang sudah bergetar ketakutan. Jelita mengedipkan matanya sebentar, sebelum akhirnya pergi.

Wajar jika Jelita ketakutan Samapi tangannya bergetar, ini pengalaman pertama bagi Jelita. Sedangkan, Sinar sudah melihat kejadian ini lebih dari dua kali.

Yafie menonjok Teduh tanpa ampun. Membuat Sinar tidak tahan lagi. Sinar menarik tangan Yafie agar tidak melayangkan pukulan lagi untuk Teduh yang sudah terkapar lemah dilantai. Teduh sama sekali tidak melakukan perlawanan.

"Om!" pekik Sinar.

"Sinar, gapapa!" sahut Teduh. Teduh takut Sinar ikut terkena pukulan ayahnya seperti bulan lalu.

Sinar dengan amarahnya, berdiri di depan Yafie yang sudah seperti orang gila. Sinar meneguk salivanya, bohong kalau Sinar bilang dia tidak ketakutan.

Sanjak TeduhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang