"Hal yang paling aku benci adalah membuat harimu menjadi sedih."
SANJAK TEDUHDunia Fantasi, bukan kesatu atau kedua kali mereka mengunjungi tempat ini bersama. Bisa di bilang, setiap ada waktu yang sangat senggang, mereka selalu mengunjungi tempat ini bersama. Jadi, kalau dihitung, sudah ke yang ke enam kali, sepertinya.
Bukan hanya Sinar dan Teduh, jauh lebih banyak dari yang kalian kira. Ada Kama, Jon, Tabah, Dadah, Jufri, Kelana, Jelita dan Windy. Tebak, secanggung apa Sinar ketika harus bermain bersama lagi dengan Kama? Keduanya bahkan sedari awal bertemu di sini hanya saling melempar senyuman singkat seraya menyapa, lalu selesai, tidak ada interaksi lebih.
Wahana yang mereka naiki pertama kali adalah Ice Age, selagi belum ramai yang mengantre. Urutannya begini, paling depan diduduki Tabah, Jelita, Sinar dan Teduh. Di barisan kedua ada Kelana, Windy, Kama dan Jufri. Di barisan ketiga ditempati oleh Dadah, Jon dan dua orang asing lainnnya.
Sejak awal wahana di mulai sampai akhirnya berhenti, Kama yang duduk tepat di belakang Sinar, menatap sedu Sinar dalam diam. Entahlah, mungkin memang Sinar sudah melupakan dirinya. Itu hal yang pertama Kama pikirkan tentang Sinar saat sebelum wahana di mulai Teduh menguncirkan rambut Sinar agar tak berantakan nantinya.
"Salah nih kita naik ini dulu, udah agak basah aja baju gue," gerutu Tabah.
"Kan, apa gue bilang, bandel sih!" umpat Windy yang tadi kekeh mengatakan agar menaiki wahana lain dulu.
Dadah ikut mengutarakan pendapatnya. "Gak masalah, sih, sekalian aja naik yang bikin basah dulu kayak Nia Gara-Gara sama Arum Jeram. Abis ganti baju baru naik yang gak berair."
Windy memutar bola matanya karena kesal. Windy ini pada dasarkan selalu kesal tiap kali harus beradu argumen dengan Dadah, malas saja, karena selalu kalah dan dibantah. "Emang lo kira pada bawa baju ganti, apa?"
"Lah, kan udah disuruh bawa sama Teduh tadi malem di grup," jawab Jon.
"Mangkanya baca, Kak! Orang pinter kok males baca," tambah Jufri.
"Julid mulu lo Juf, masih kecil juga!" bela Kelana.
"Iyanya!" bangga Windy ketika dibela temannya.
"Yaudah, yang setuju sama Dadah siapa?" tengah Tabah.
Kama, Tabah, Jelita, Sinar, Teduh, mengangkat tangannya. "Oke, jadi gue, Dadah, Kama, Jelita, Sinar, Teduh naik Nia Gara-Gara dilanjut Arum jeram. Yang lain boleh main apa aja, nanti abis arum jeram, gue kabarin di grup. Baca grup, Windy."
"Iye-iye, berisik lo mau lulus juga, gue doain yang jelek-jelek baru tau rasa," ucap Windy yang kemudian pergi sambil berangkulan dengan Kelana. Dilanjut Jufri dan Jon.
"Bang, gue disuruh ngejagain ade gue, gue sama Jufri deh ya, duluan Bang." Dadah berlari menyusul Jufri dan Jon yang jaraknya sudah lumayan jauh. Dari jauh, terlihat Dadah memberikan jaket bombernya pada Windy. Dasar.
"Pas amat lima-lima," hitung Jelita.
Sinar menyahut, "Heh, gausah bawa Matematika, di sini buat ngehibur otak bukan ngebebanin otak."
Teduh terkekeh, Sinar sedari SMA meskipun selalu mendapat nilai paling kecil 95 di Matematika, tetapi gadis itu sangat membenci pelajaran Matematika. Sinar bahkan mengancam tidak ingin kuliah dan memilih kerja sewaktu Bundanya menyuruh Sinar untuk berkuliah di jurusan Matematika Murni dengan alasan nilai Matematika Sinar paling bagus di rapor sekolahnya.
"Idih, lagi mens ya lo?"
"Dih, orang enggak."
"Udah ah, Ayo, ngantre nanti kesalip orang, males nunggu lama-lama," putus Tabah yang langsung menggenggam tangan Jelita. Sinar berdecak sebelum menyusul mereka berdua. Sedangkan Teduh dan Kama berjalan sejajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sanjak Teduh
Fiksi Remaja[BEBERAPA PART DIPRIVATE, FOLLOW DULU BARU BISA BACA] "Memang benar ya, Sinar selalu menghangatkan hati Teduh meski dengan cara yang paling menyakitkan. Terima kasih Sinar, selepas semua kegelapan yang datang, kujamin bumimu akan tetap aman."