Jangan lupa komen yang banyakkk!!! 🧚😠💖
Jangan sider ya, aku sedih nih hwaaaa 🥺🥲😓😩
Ayo ramein cerita ini, biar aku sering update kiwkiwww 😱🥴🤪🤭🥵👻🧚💖
Lopeee 🧚💖
%%%
"Lo jadian apa kasian sama Bang Teduh?" tanya Rembulan yang tengah mengambil cheesecake dari dalam kulkas dan duduk di depan Sinar yang sedang memakan sandwich di meja makan.
Sinar menghentikan aktivitas makan malamnya. Menaruh sandwich yang masih sisa setengah ke atas piring putih. "Udah malem, yang jelas-jelas aja kalau ngobrol."
Rembulan mengernyitkan alisnya. "Jelas kok pertanyaan gue. Lo yang gak jelas. Suka atau gak sama Bang Teduh? Doyan apa emang cuma kasian?"
"Temen."
Rembulan kali ini berdecak. Kesal dengan jawaban kakaknya yang menurut dirinya sangat tidak jelas. Rembulan memang sayang Sinar. Sudah sering diberitahu juga seberapa sayang Rembulan dengan kakak-kakaknya. Hanya saja, Rembulan juga sudah menganggap Teduh sebagai abangnya sendiri.
"Temen macam apa yang kelakuannya kayak pacaran. Hari ini juga konser date," sindirnya.
"Lo kalau kasian sama Bang Teduh yang emang sakit. Atau karena lo lagi kesepian karena putus sama Bang Kama, jadi lo move-on pakai jurus orang lain, dan orang lainnya Bang Teduh itu namanya gak manusiawi Kak."
"Gak kayak gitu Rembulan."
"Terus kayak gimana? Lo suka gitu sama Bang Teduh? Kalau iya, tinggal jadian aja sih. Gak jelas banget, nanti cinta datang terlambat nyesel seumur hidup lo."
Sinar terdiam. Speechless dengan perkataan yang Rembulan lontarkan. Speechless sampai nggak tahu harus menimpali dengan kalimat apa.
"Gue kasih tau ya, Kak Sinar yang cantik tapi sayangnya bego. Kak Teduh tuh tulus sama lo. Dia tetep suka sama lo waktu lo yang terang terangan pacaran sama orang lain. Gak sebulan dua bulan. Bertahun-tahun. Coba lo bayangin jadi Bang Teduh. Udah? Udah lo bayangin rasanya jadi Bang Teduh?"
Hening. Sinar ingin mengutarakan apa-apa yang belum Rembulan ketahui. Namun, Sinar memilih diam. Mendengar bagaimana Rembulan yang sebegitu menggebu-gebu untuk menyuruhnya membayangkan apa yang Teduh rasakan, membuat Sinar membuka lukanya lagi. Rembulan hanya tidak tahu saja, Sinar bahkan lebih dari sekedar membayangkan.
"Kalau udah bisa bayangin. Pasti lo tau, kalau di sini peran antagonisnya itu lo."
Kalimat Rembulan begitu tertancap di relung hati Sinar. Sakit, amat sangat sakit. Peran antagonis, katanya.
"Gue bilang gini biar lo sadar, Kak. Gue sayang sama lo, gue sayang sama Bang Teduh. Gue gak bisa terus terusan liat hubungan bego kalian berdua. Mau sampai kapan kalian jalin hubungan bego kayak gini? Sampai Bang Teduh gak bisa gerak?"
"CUKUP REMBULAN! Kalau ngomong, disaring dulu!"
Bukan. Itu bukan bentakan Sinar, melainkan Jingga yang sedari tadi menyimak percakapan adik-adiknya seraya mencuci piring. Jingga membasuh tangannya. Menarik tangan Rembulan untuk pergi dari dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sanjak Teduh
Teen Fiction[BEBERAPA PART DIPRIVATE, FOLLOW DULU BARU BISA BACA] "Memang benar ya, Sinar selalu menghangatkan hati Teduh meski dengan cara yang paling menyakitkan. Terima kasih Sinar, selepas semua kegelapan yang datang, kujamin bumimu akan tetap aman."