"Impianku saat ini hanya ingin mengukir banyak waktu berharga bersama keluarga dan orang-orang yang kucinta."
SANJAK TEDUHLima tahun Sinar mengenal Teduh dan keluarganya. Lebih tepatnya sejak kelas sepuluh semester dua Sinar pertama kali diajak ke sini oleh Teduh ketika Sinar sedang galau-galaunya memikirkan ujian renang. Sewaktu dulu, Sinar sama sekali tidak bisa berenang, masuk ke dalam air yang dalam saja tidak memiliki nyali.
Namun, Tuhan memberikannya seorang malaikat berwujud manusia yang mau mengajarkannya berenang hampir setiap hari sebelum ujian tiba. Malaikat yang dimaksud adalah Teduh. Dan di rumah inilah Teduh mengajari Sinar sampai bisa, kurang lebih dua mingguan. Ya, walaupun cuma gaya bebas bukan gaya macam-macam yang sulit. Setidaknya, Sinar bisa berenang gaya bebas berkat Teduh. Meskipun, Sinar belum berani membuka matanya saat berenang. Karena terasa perih.
Dalam jangka waktu selama itu, tak heran jika kedua keluarga mereka sudah seperti saudara. Bahkan, keduanya diperbolehkan menginap dengan syarat harus ada orang tua di dalam rumah. Padahal, kalaupun tidak ada, Teduh sangat tahu batasan.
"Ami!" pekik Sinar setibanya di rumah Teduh. Kebetulan di depan rumah ada Ami yang baru saja selesai menyapu. Sinar berhambur memeluk Ami, Ami membalas peluk. "Mau nginep, Nar?"
"Boleh, Mi?"
"Boleh dong, udah lama kamu gak nginep di sini. Nanti tidur sama Ami lagi, ya?"
Sinar melepaskan pelukannya. "Ah, Ami emang yang paling pengertian deh!" jujur Sinar. Sinar sebenarnya pengin sekali tidur bersama Bundanya, tetapi pasti nanti Rembulan akan mengamuk. Jadi, sebagai gantinya tidur bersama Ami adalah hal yang paling terbaik di dunia.
"Katanya, waktu itu Teduh yang paling pengertian?" celetuk Teduh yang sudah selesai menaruh motornya di bagasi. "Waktu itu," jawab Sinar. Teduh mengendus karena merasa kesal, tak lama dia justru tertawa ketika Sinar menertawainya.
Ami terkikik geli sampai kerutan matanya tampak jelas terlihat, tetapi ketika mengingat hal yang tidak dia inginkan, senyumannya memudar. Sinar memicingkan matanya. "Ami kenapa? Kok kayak Joker, abis senyum malah cemberut?"
"Ami cuma mikir, waktu cepat sekali ya, kalian udah semester enam saja, padahal waktu pertama kali bertemu Sinar di kolam renang sedang menangis karena takut masuk ke dalam kolamnya."
Tentu Ami berbohong. Namun, Sinar sama sekali tidak mencurigainya. Sinar justru kembali terpingkal kala mengingat masa-masa itu. "Kayaknya, Sinar harus berterima kasih yang banyak ke Teduh, deh, kalau Teduh gak sabar ngajarin Sinar pasti sampai sekarang Sinar masih takut masuk ke dalam kolam renang."
"Boleh tuh. Berterimakasihnya dengan cara selalu bersama dengan Teduh, ya, Nar?" usul Teduh.
"Ya, itu mah, maunya kamu," kata Ami, "tau gak Nar? Waktu dapet kabar kamu jadian sama si Kama, Teduh tuh tiap sore ngeliatin kolam renang mulu, berharap kamu tiba-tiba muncul dari kolam, kali, ya?" tambahnya.
"Ami, jangan ember, dong!"
Bukannya berhenti meledek Teduh setelah diperingati oleh anaknya sendiri. Ami justru melanjutkan ucapannya. "Dan anehnya, waktu kamu putus sama si Kama, dia ikutan galau tuh."
"Udah ayo, Nar. Pamali ngumpul depan pintu," ucap Teduh yang berlalu masuk ke dalam. Sinar terkekeh geli begitupula dengan Ami. Kedua wanita itu lantas masuk ke dalam rumah. "Si Kembar, di mana, Mi?"
"Lagi berenang malam. Mumpung Mas Aga belum pulang. Kalau ada Mas Aga, bisa diceramahi hingga pagi mereka, kalau kalau ketahuan berenang malam-malam begini."
"Sinar ikut berenang, boleh, Mi?"
Setelah mendapat anggukan dari Ami. Sinar masuk ke dalam kamar Ami dan mengganti pakaian menjadi kaos dan celana bahan panjang. Dia berlari ke arah kolam renang yang sudah ada Kaka dan Kiki di dalam kolam, serta Teduh yang duduk di tepi kolam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sanjak Teduh
Novela Juvenil[BEBERAPA PART DIPRIVATE, FOLLOW DULU BARU BISA BACA] "Memang benar ya, Sinar selalu menghangatkan hati Teduh meski dengan cara yang paling menyakitkan. Terima kasih Sinar, selepas semua kegelapan yang datang, kujamin bumimu akan tetap aman."