"Kalau emang peran aku cuma sebatas teman. Gak papa, seenggaknya aku beruntung telah dipertemukan oleh seseorang yang bisa membuatku mencinta, meski tanpa dicinta."
SANJAK TEDUH
Teduh memberhentikan mobilnya setelah lima belas menit menggas mobil tanpa ampun, perjalanan yang seharusnya ditempuh dalam jangka waktu tiga puluh menit justru hanya ditempuh setengah dari semestinya.
Teduh bergegas keluar dari mobil, matanya langsung menangkap keberadaan Sinar dan Kama di lapangan yang memilukan hatinya. Sinar yang terus menangis memeluk Kama yang tak sadarkan diri. Teduh jadi tau, kalau Sinar memang benar-benar sangat mencintai Kama lebih dari apapun.
"Sinar, aku udah di sini," ucap Teduh dengan pelan.
Sinar mendongkak, memperlihatkan mata merah dan wajah penuh air mata, "Teduh, Kama ...."
"Ayo, cepet bawa Kama ke mobil aku."
Teduh berjongkok di samping mereka, mengalungkan sebelah tangan Kama ke lehernya. Sinar pun melakukan hal yang sama. Mereka berdua memapah Kama. Baru beberapa langkah, Teduh menghentikan langkah.
"Aku aja yang bawa Kama, ya?"
Sinar yang sudah tidak bertenaga hanya bisa menggangguk. Teduh mengambil alih tangan Kama dari leher Sinar. Mengalungkan kedua tangan Kama ke lehernya. Ya, Teduh menggendong Kama. Teduh membiarkan rasa sakit bahunya yang sekarang mulai menjalar ke seluruh badannya begitu saja.
Sinar membuka pintu mobil belakang, masuk lebih dulu. Teduh meletakkan badan telentang Kama di jok belakang dengan kepala di atas paha Sinar. Segera Teduh mengendarai mobilnya dengan kecepatan normal, mengingat di sini ada Sinar yang harus dia jaga.
"Teduh, cepetan ...."
"Sinar, nanti kamu bisa sakit kalau aku bawanya ngebut."
"Ga masalah Teduh, kalau aku sakit paling dua hari. Sekarang masalahnya Kama harus cepet ke rumah sakit."
"Tapi kamu harus mikirin diri kamu sendiri juga."
"Teduh, please."
Teduh mengembuskan napas beratnya. Mempercepat laju mobil dengan kondisi hati yang tercabik tiap kali melihat Sinar menahan rasa pusingnya sambil memejamkan mata dari cermin mobil.
Ini pertama kali Sinar bersamanya di kendaraan pribadi. Dan dipertama kali ini Teduh merasa dia sudah membuat Sinar sakit dalam jangka waktu dua sampai tiga hari nanti meskipun ini adalah perintah Sinar bukan dalam kendalinya.
Bisakah semesta mengatur skenario pertama kali yang indah? Bukan yang sangat menyakitkan bagi mereka seperti ini.
"Teduh, makasih banyak ya. Makasih udah selalu ada disaat aku butuh seseorang."
Sinar tersenyum dengan bibir yang memucat ketika Kama sudah berhasil ditangani oleh dokter di dalam ruangan IGD.
"Gak usah makasih Sinar. Itu tugas setiap manusia buat jaga orang yang dia cinta ...."
".... aku ke kantin bentar ya, kamu di sini aja duduk yang nyaman," kata Teduh, kemudian dia berjalan ke arah kantin bukan untuk membeli makanan. Namun, Teduh mencari minuman sachet panas dalam yang selalu Sinar minum tiap dia sakit, juga satu gelas dan dua botol air mineral.
Di sisi lain, Sinar memejamkan matanya. Menumpukkan kedua siku di atas paha, menuntup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Rasanya, kepalanya seakan ingin pecah sekarang juga. Meski begitu, mulutnya tidak berhenti merapalkan doa agar Kama baik-baik saja.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sanjak Teduh
Teen Fiction[BEBERAPA PART DIPRIVATE, FOLLOW DULU BARU BISA BACA] "Memang benar ya, Sinar selalu menghangatkan hati Teduh meski dengan cara yang paling menyakitkan. Terima kasih Sinar, selepas semua kegelapan yang datang, kujamin bumimu akan tetap aman."