18. Berubah

22.4K 806 13
                                        

"Entah, ini yang berulah kita atau keadaan. Akan tetapi, bisakah kita mempertahankan hubungan yang akhir-akhir ini terlalu banyak memiliki jeda?"
SANJAK TEDUH

Mereka bersembilan; Teduh, Sinar, Jelita, Tabah, Dadah, Jon, Jufri, Windy, Kelana. Sudah berkumpul beberapa menit lalu di rumah Tabah. Untuk merayakan terjalinnya sepasang kekasih yang baru berlangsung beberapa hari yang lalu—Tabah dan Jelita.

Saat mereka asik mengobrol, Sinar sedari awal tidak mengucapkan sepatah kata pun selain ucapan selamat ketika awal datang. Raganya memang sedang berada di sana. Namun, pikirannya tertuju pada Kama yang sudah seminggu tidak ada kabar, dan sekarang pun tidak datang. Meskipun Sinar tahu, pasti Kama mengurus Jeumpa sepanjang waktu.

"Nar, ambilin jus di kulkas!" suruh Jon.

Sinar hanya mengangguk, berjalan ke kulkas yang tak jauh dari tempatnya duduk. Mengambil lima jus jeruk dalam dua tangan mungilnya. Belum sampai meja, Sinar hampir terjatuh karena roknya yang kebesaran, membuat jus-jus itu tumpah ruah di lantai.

"YAHHHH, SINAR MAH," pekik mereka semua—kecuali Teduh dan Jelita.

"Santai, cuma jus doang elah kayak apa aja lo pada," bela Teduh. Ia berjalan menuju Sinar yang sedang membersihkan kekacauannya, membantu Sinar tentunya.

Sinar menahan segala emosinya. Dia sudah menahan semua selama seminggu. Ditambah ucapan mereka yang menyakiti hatinya—yang sedang merana, membuatnya tetap terdiam. Memilih untuk membereskan tanpa banyak bicara.

Teduh menatap wajah datar Sinar. "Abis beresin ini, keluar sebentar ya?"

Selepas mengepel lantai. Jelita menghampiri Sinar. "Lo kenapa sih? Gue lagi seneng, harusnya lo ikut seneng, dong, Nar!"

"Kata siapa nggak seneng? Gue seneng, Jel."

"Muka lo udah jelasin semuanya. Lo kalo ada masalah harusnya ngomong Nar! Bukan diem kayak patung gini!"

Windy dan Kelana ikut menghampiri keduanya. Para lelaki menatap mereka berempat, jarang sekali para perempuan ini membuat keributan. Bahkan Windy dan Kelana pun cukup terkejut mendengar pekikan Jelita.

"Jel, nada suara lo gaenak didenger," kata Kelana.

"Terus menurut lo muka datar dia dari awal sampai sekarang enak diliat?"

Windy ikut menyahut, "Lo kenapa Nar?"

Mendengar pertanyaan sakral dari mulut Windy, Sinar meremas bagian roknya. Teduh melihat itu, dan Teduh menyadari bahwa Sinar tengah menahan tangisnya. "Jel maaf banget nih, lo redain emosi lo dulu, gue sama Sinar keluar dulu bentaran."

Tabah merangkul Jelita untuk duduk di sofa. Sedangkan Teduh menarik pelan tangan Sinar. Sebelum itu Sinar sempat menyampaikan tiga kata, "Maafin gue, Jel."

"Maaf gue telat," sapa Kama yang tiba-tiba datang. Kama berjalan ke arah Tabah dan Jelita. "Selamat ya kalian berdua!"

Kama sempat beradu pandang pada Sinar. Keduanya bahkan tidak menyapa satu sama lain. Sinar mengeratkan pegangan tangannya pada Teduh.

"Maaf lagi, gue gak bisa lama-lama. Harus pergi. Gue duluan, ya, semuanya."

"KAK KAMA ANJIR! ADA PACAR LO DI SINI! SAPA DULU KEK!" teriak Dadah. 

Kama menghiraukan teriakan Dadah. Dia berlalu begitu saja. Semuanya tercengang atas apa yang mereka lihat.

"Dia beneran kak Kama?" tanya Jufri yang paling tidak percaya di antara mereka.

Jon menjawab, "Kalau bukan Kama siapa lagi buset, Kama beneran itu."

"Nar," panggil Tabah hati-hati.

Sanjak TeduhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang