"Katanya, jangan mau menjalin ikatan dengan seseorang yang masih punya ruang untuk si mantan."
SANJAK TEDUHKama membuka matanya perlahan, hal yang pertama dia dengar adalah detak jantungnya dari alat EKG. Dan yang pertama kali dia lihat adalah ibunya yang tersenyum cerah, seolah sedang menyambut dirinya yang sudah terbangun dari tidur sesaatnya.
"Pangerannya Ibu udah bangun, ya? Makan dulu yuk."
Kama mengangguk, melepas oksigen yang tertempel di area hidung dan mulutnya. Kama menatap sekitar, buat ibunya mengernyit heran, "Kamu baru sadar juga, nyari apa?"
"Hp Kama, di mana Bu?"
Tisa, sang Ibu, merogoh saku di gamis biru lautnya, mendapati handphone anaknya yang dia simpan dari pagi tadi sampe sore hari ini. Diserahkannya hp itu pada pemiliknya.
"Kamu gak ada niat ngasih tau pacarmu?"
Kama menggeleng lemah, "Dia orangnya ga enakan Bu, terus nurut orangnya, suka ngalah juga. Nanti Kama yang jadi gak enak kalau dia mau lakuin apapun buat Kama kalau tau Kama sakit."
Tisa membelai surai hitam Kama, "Anak Ibu udah gede aja. Bapa kalau liat perjuangan kamu pasti bangga banget. Anaknya sehebat ini. Pantes dapet pacar yang baik banget."
"Ibu, Kama baru bangun juga jangan langsung mellow-mellow-an, dong."
"Iya-iya dong, ayo makan dong, mau ibu suapin, dong?"
Kama terkekeh, "Iya, dong. Enakan disuapin Ibu."
Kama mulai melahap satu persatu suapan dari Ibu. Setiap kali melihat Ibu, Kama selalu punya alasan untuk berjuang dan pantang menyerah. Setelah ditinggal Bapa lima tahun lalu, Ibu cuma punya Kama, dan sebaliknya.
Keduanya saling ada satu sama lain dan saling menyayangi. Seperti kata Bapa padanya dulu, "Sayangilah ibu sebagaimana Ibu menyayangimu sedari kecil. Jangan membentak ibu, karena di dalam darah yang mengalir, ada darah dari tubuh Ibu yang buat kamu masih bisa hidup sampai sekarang."
"Ibu mandi aja, Kama yang beresin. Ibu pasti cape," kata Kama, mengingat dari pagi sampai sore pasti Ibu sibuk mengurus dan menunggunya bangun.
Tisa mengangguk, "Ibu mandi dulu ya."
"Ibu, mau cium dulu."
Tisa terkekeh mendengar permintaan putranya. Terdengar menjijikan bagi orang-orang yang jarang meminta hal ini, terlebih yang meminta adalah anak lelaki. Namun, Kama memang selalu meminta hal serupa setiap hari.
Bagi Kama, selagi dia bisa bersama Ibu, dia akan selalu meminta hal-hal yang penuh kasih sayang. Bukannya apa-apa, selagi masih bisa, selagi masih dikasih waktu. Kama gak mau menyia-nyiakan nikmat yang bisa dia dapatkan di dunia ini.
Tisa mengecup dahi Kama sekali, memeluk sebentar, sebelum pergi ke kamar mandi. Sedangkan Kama membereskan alat bekas dia makan tadi. Selepas itu menyenderkan badan, mulai berkutik dengan ponsel.
Kama mengubah raut wajah yang semula tenang menjadi gusar setelah mendapat banyak panggilan tak terjawab dari Sinar dan beberapa pesan di line.
Kama ingin menemani Sinar sekarang, tapi malam ini dia harus menginap di rumah sakit. Kama juga gak mau bikin Ibu khawatir, dan menyia-nyiakan uang Ibu yang dibayar untuk dirinya.
![](https://img.wattpad.com/cover/149884559-288-k573359.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sanjak Teduh
Teen Fiction[BEBERAPA PART DIPRIVATE, FOLLOW DULU BARU BISA BACA] "Memang benar ya, Sinar selalu menghangatkan hati Teduh meski dengan cara yang paling menyakitkan. Terima kasih Sinar, selepas semua kegelapan yang datang, kujamin bumimu akan tetap aman."