19. Usai

21.5K 808 23
                                    

"Mengingat sebuah kata selesai artinya aku sedang mengingat hari itu. Hari di mana hujan deras mengguyur aku dan kamu bersamaan dengan perasaan tak percaya setelah mendengar kamu mengakhiri hubungan kita begitu saja."
SANJAK TEDUH

Keduanya dipertemukan di sebuah tempat dengan keadaan yang sama. Sama-sama membelikan sebuah kado untuk seseorang yang berulang tahun hari ini.

Setelah membayar di kasir. Kama berlalu begitu saja. Dilanjut oleh Sinar yang langsung mengejar Kama. Tak mau membiarkan Kama lepas kali ini.

"Kama tungguin!"

Kama seakan tuli. Dia tetap berjalan santai. Sedangkan Sinar terus berlari mengejarnya, jarak mereka terpaut lumayan jauh karena tadi Sinar membayar ke kasir setelah Kama yang kakinya lebih panjang.

Sinar tersungkur di trotoar, dia meringis kesakitan melihat luka basah di lututnya. Namun, semua kesakitan itu ditepis begitu saja. Sinar segera bangkit mengejar Kama yang sedang mengenakan helmnya.

Sinar merebut helm dari tangan Kama. Menaruhnya di tempat semula. "Aku salah apa?" tanya Sinar dengan ngos-ngosan.

"Kamu nggak ada salah."

"Terus kenapa kamu selalu ngehindarin aku? Gak pernah balas satu pun pesan dari aku? Gak pernah angkat telpon dari aku? Aku jadi heran sendiri, sebenernya salah aku apa sampe kamu berubah gini?"

Kama melihat luka di lutut Sinar yang memang sedang memakai rok pendek selutut. "Nar, kamu luka."

"Jangan ngalihin topik, tolong."

"Aku beliin obat merah, bentar ya?"

Kama ingin pergi mencari obat untuk menutupi luka basah Sinar. Namun, Sinar mencekal lengan Kama. "Jangan pergi lagi! Jangan ngehindarin aku lagi bisa gak?"

Kama tertegun. Hatinya serasa ditusuk-tusuk mendengar permintaan Sinar. Kama berbalik. Menatap Sinar yang terlihat sedang menahan air mata yang begitu jelas sebentar lagi akan turun.

"Aku juga butuh kamu, Kama. Aku kangen tapi kamu selalu pergi. Kenapa?"

Kama melepas cekalan Sinar. "Sinar, kita selesai aja, ya."

Sinar menatap Kama dengan tatapan tak percaya. "Kamu bukan Kama, kan? Kama gak bakal ngomong gitu ke Sinar."

"Terakhir kali aku minta kamu percaya. Aku benar-benar Kama."

Hancur. Semua pertahanan yang Sinar buat ketika dia bertemu Kama di depan toko beberapa menit yang lalu. Semuanya melebur disertai air mata yang sudah deras keluar dengan hanya sekali kedip.

"Alasannya apa?"

"Pasangan itu harus saling butuh. Sekarang, aku udah gak butuh kamu."

Tanpa Sinar sadari, Kama sedang menahan air matanya ketika mengatakan hal itu. Kama berbohong, lagi.

"Harusnya kamu bilang lebih awal bukan malah ngilang. Makasih untuk hampir tiga tahunnya. Aku beruntung pernah jadi pacar kamu walapun kamu hanya sekadar pernah butuh aku. Jangan lupa bahagia, ya, Kama. Maaf kalau selama kamu bareng aku, kamu kurang bahagia karena aku yang emang gak berguna jadi pacar. Aku ngehargain keputusan kamu. Aku pergi."

Sinar membalikkan badannya. Berjalan dengan kaki sedikit pincang juga air mata yang masih berlinang. Bahkan, dia menutup mulutnya agar tidak membuat isakan. 

Selesai sudah hubungan yang dia bangun bersama Kama selama beberapa tahun belakang. Bangunan itu runtuh hanya dalam sekali pertemuan sesudah hampir sebulan tidak pernah berkabar dan menyapa.

"Sinar, obatin kaki kamu dulu."

"Gak usah, gak papa," balas Sinar tanpa membalikkan badannya dan terus berjalan. Hatinya lebih sakit daripada luka kecil dilututnya.

Sanjak TeduhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang